TIDAK PERLU disangsikan lagi, Desa Kedis di Kecamatan Busungbiu, Buleleng, Bali, adalah desa yang punya peran besar dalam perkembangan gong kebyar di Bali. Dari desa ini lahir seniman-seniman besar dengan karya-karya besar, baik karya karawitan maupun tari-tarian.
Merujuk buku “Music in Bali’ yang ditulis Colin McPhee, gong kebyar pertama kali diperdengarkan di depan umum pada Desember 1915, ketika dipergelarkan acara gong mebarung di Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Buleleng.
Banyak kemudian yang mencatat gong kebyar lahir pada tahun 1915. Padahal, sebelum diperdengarkan pada khalayak umum di Jagaraga, gong kebyar tentu saja sudah mengalaami proses penciptaan yang cukup panjang.
Artinya, sebelum tahun 1915 itu gong kebyar sudah berkembang di sejumlah desa di Buleleng, termasuk di Desa Kedis, Kecamatan Busungbiu. Dalam buku “Gong Kebyar Buleleng: Perubahan dan Keberlanjutan Tradisi Gong Kebyar” yang ditulis Pande Made Sukerta bahkan dijelaskan gong kebyar Desa Kedis sudah ada sejak awal tahun 1900-an.
Karena memiliki sejarah yang panjang itulah, Sekaa Gong Kebyar Banda Sawitra dari Desa Kedis mendapat tempat khusus untuk tampil pada Parade Gong Kebyar Legendaris, Pesta Kesenian Bali (PKB) ke45, Juni 2023 ini.
Persiapan 85 Persen
Adalah Kadek Anggara Rismandika, seniman karawitan dari Desa Kedis yang diberi kepercayaan untuk menggarap kembali karya-karya lawas dari Desa Kedis untuk ditampilkan di hadapan khalayak umum di PKB, di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar.
“Kami sudah mulai latihan secara intensif,” kata lelaki yang biasa dipanggil dengan nama Dek Anggara itu.
Dek Anggara adalah generasi keempat dari Sekaa Gong Banda Sawitra di Desa Kedis yang ptetap punya niat besar untuk mengembangkan tari dan tabuh yang pernah diciptakan di Desa Kedis.
“Yang nanti tampil dalam PKB ini adalah Sekaa Gong Kebyar Banda Sawitra generasi ketiga dan keempat,” kata Dek Anggara.
Jika sepenuhnya menampilkan sekaa dari generasi ketiga, kata Dek Anggara, hal itu tidaklah mungkin. Anggotanya sudah banyak yang meninggal, sementara yang tersisa kebanyakan sudah tua. “Jadi, kami dari generasi keempat membantu untuk melengkapi permainan instrumen biar jadi lengkap,” kata Dek Anggara.
Sekaa Gong Kebyar Wanita Banda Sawitra, Desa Kedis, Kecamatan Busungbiu, sebagai duta dari Kabupaten Buleleng pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-43 tahun 2021 | Foto: Dok tatkala.co
Latihan sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu, dan saat ini persiapan untuk tampil sudah mencapai 85 persen. “Tinggal memantapkan saja,” kata Dek Anggara.
Saat tampil di PKB nanti, Sekaa Gong Banda Sawitra membawakan empat garapan, yakni Tabuh Kreasi Kuntul Anglayang, Tabuh Kreasi Kebyar Susun, Tari Kreasi Wiranjaya, dan Tari Nelayan.
Ketokohan Ketut Merdana
Dek Anggara yang kini menjadi dosen di Prodi Pendidikan Seni Budaya dan Keagamaan Hundu STAH N Mpu Kuturan Singaraja ini memaparkan, terpilihnya Desa Kedis sebagai gong legendaris karena Desa Kedis punya peran penting dalam perkembangan gong kebyar di Bali dan memiliki sejarah y6ang sangat panjang.
Gong Kebyar Desa Kedis diberi nama Gong Kebyar Banda Sawitra pasa masa pascakemerdekaan. Saat itu gong kebyar ini dipimpin I Ketut Merdana, I Nyoman Sukandia (kakak dari I Ketut Merdana), dan I Putu Sumiasa (anak dari I Nyoman Sukandia, ponakan dari I Ketut Merdana).
Nah, mereka inilah yang dikenal melahirkan karya-karya yang terkenal dan sekarang diwarisi Desa Kedis. Dan predikat legendaris ini karena gong kebyar dari Desa Kedis ini memberi sumbangsih awal terbentuknya dan menjaga terus keberlanjutan gong kebyar.
“Karya-karya dari I Ketut Merdana tidak lepas dengan pengalaman dia yang memang bergaul erat dengan kebudayaan nusantara,” kata Dek Anggara.
Dari tangan Merdana lahir berbagai jenis karya tari dan tabuh seperti Tari Nelayan yang banyak ditarikan seniman-seniman muda di Bali.
Selain Tari Nelayan, Merdana juga menciptakan Tari Kreasi Wiranjaya, Tari Merpati, Tari Buruh, Tari Ngalap Kopi, Tari Tani, Tari Badminton, Tabuh Kreasi Kuntul Anglayang, Tabuh Kreasi Kebyar Susun, dan Tabuh Kreasi Gambang Suling.
Tari Merpati ciptaan Ketut Merdana saat dipentaskan pada Pesta Kesenian Bali ke-43 tahun 2021 | Foto: Dok tatkala.co
Saat ini Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng bahkan sedang melakukan rekontruksi Tari Kreasi Pancasila yang diperkirakan akan rampung Mei 2023.
Dek Anggara mengatakan, Merdana pada zamannya memang sering berkunjung ke luar daerah, apalagi ponakannya saat itu sedang menempuh pendidikan di tanah Jawa. Dari pergaulan itu, tak sedikit karya karawitan yang diciptakan Merdana terpengaruh dari nuansa lagu-lagu jawa.
Sayang sekali Merdana menjadi korban saat terjadi tragedi politik tahun 1965. Meski Merdana sudah tidak ada, tapi karya-karyanya tetap bergema hingga kini. Bahkan sejumlah ciptaannya yang terkubur oleh ingatan, kini digali-gali kembali untuk dipelajari dan pewariskan kepada generasi muda seniman di Bali.
Tiga Gong Legendaris
Selain Sekaa Gong Banda Sawitra Desa Kedis, pada PKB tahun 2023 ini terdapat dua lagi sekaa gong legendary dari Buleleng yang akan tampil pada ajang seni tahunan itu. Dua sekaa lainnya adalah Sekaa Gong Saraswati Desa Menyali Kecamatan Sawan dan Sekaa Gong Sabha Sawitra Desa/Kecamatan Tejakula.
“Penampilan gong kebyar legendaris ini salah satu bentuk penghargaan dan penghormatan atas komitmen dan dedikasi penabuh senior melestarikan seni tabuh di Buleleng,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng I Nyoman Wisandika.
Di PKB nanti Sekaa Gong Banda Sawitra Desa Kedis akan tampil pada 12 Juli bersama dengan Sekaa Tedung Agung Puri Saren Ubud. Sementara Sekaa Gong Saraswati akan tampil pada 3 Juli bersama Sekaa Gong Somadiyasa Ababi Karangasem.
Sementara, Sekaa Gong Sabha Sawitra Tejakula yang akan tampil pada 12 Juli mendatang bersama dengan Sekaa Bajra Suara Murthi Bebalang Bangli. [T][Adv]
Penulis: Dyah Sri Khrisna Aryantini/Editor: Made Adnyana Ole
- Catatan: Artikel ini ditulis dan disiarkan atas kerjasama tatkala.co dan Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (Kominfosanti) Kabupaten Buleleng.