MASIH SEGAR DALAM INGATAN SAYA, tahun 2007, saat sinetron Para Pencari Tuhan atau yang biasa disingkat menjadi PPT mengawali debutnya. Tak hanya membuat sahur dengan nasi lauk-pauk yang tersaji di depan saya sekeluarga menjadi lebih lezat, melainkan tontonan islami ini juga memicu gelak tawa.
Ini kemudian menjadi hal yang penting guna mereformasi keyakinan kita dewasa ini soalan agama. Agama yang sering dibawakan dengan sikap mencak-mencak, gemar mengkafir-kafirkan, atau terkesan “dikit-dikit sesat”, kini agak tercerahkan dan bergeser kearah komedi.
Secara tersirat, hal ini menandakan bahwa “Islam” tidak melulu harus diantarkan dengan cara ceramah, melingkar kajian, atau talkshow-talkshow islami yang biasa hadir di televisi, tetapi juga boleh tercurah melalui sinema elektronik yang sarat akan kelucuan dan pesan moral.
Diproduksi oleh PT Demi Gisela Citra Sinema, dengan penulisan naskah dan dialog yang seringkali mengandung satire sekaligus menohok perihal agama islam, Para Pencari Tuhan seakan-akan tak pernah kehabisan ide untuk nongol setiap tahunnya.
Disutradarai oleh Deddy Mizwar yang sekaligus merangkap menjadi aktor dengan nama Bang Jack, pesan-pesan islami secara verbal maupun non-verbal dapat terlontar dengan ringan serta mudah diterima oleh penonton. Tidak bersifat menggurui malah membikin kita untuk introspeksi diri.
Hal itu tersebab entah karena dilatarbelakangi oleh tokoh pembawa terang sinar agama Islam-nya, yakni Deddy Mizwar yang berperan sebagai marbot masjid, atau entah karena pesannya yang dikemas dengan jenaka serta dekat dengan isu-isu sosial keagamaan yang ada di sekitar kita.
Mengawali sepak terjangnya, sinetron Para Pencari Tuhan diisi oleh grup lawak senior Trio Bajaj yang terdiri dari Melki, Isa, dan Aden. Trio inilah yang berperan sebagai kriminal serta berpengetahuan terlampau minim perihal agama. Kelak, mereka bertemu dengan Bang Jack, dua sejoli Asrul dan Udin, Pak Jalal, dan tokoh-tokoh lainnya.
Melalui ketidaktahuan ketiga pelawak tadi tentang Tuhan dan agama Islam, penonton seakan-akan hendak diarahkan serta dibimbing menuju Islam yang damai dan benar. Jalan yang ditempuh Trio Bajaj dalam kisah ini merupakan jalan yang boleh mengocok perut, tapi jika diselami lebih dalam, maka kita akan menemui nilai-nilai sosial keagamaan yang berkelindan erat dengan masyarakat.
Pada tahun ini, Para Pencari Tuhan sudah memasuki jilid yang ke-16. Yang mana dikarenakan lama penayangannya, sinetron ini menerima rekor dari Museum Rekor Indonesia untuk serial religi Ramadan berkelanjutan terlama.
Atas kekonsistenan serta kualitasnya yang tetap dipertahankan, semoga Para Pencari Tuhan bisa menjadi suri tauladan di kancah persinetronan Indonesia. Sekaligus mematahkan stigma bahwa bukan hanya sinetron berbau teenlit saja yang bisa laris, tapi “yang ada” unsur agama-agamanya juga bisa dibikin manis.
Pengemasan secara keseluruhan, pemilihan karakter, penokohan, serta—lagi-lagi—dialog menjadi salah satu ciri khas tersendiri. Jika pada awal-awal jilid, tagline sinetron ini adalah “kiamat sudah dekat”, maka sekarang berganti menjadi “kiamat semakin dekat”. Saya agak tergelitik dengan salah satu dialog di dalamnya.
“Mana, katanya kiamat sudah dekat, kok enggak kiamat-kiamat?”
“Kiamat bukan sudah dekat lagi, tapi semakin dekat!”
Dialog-dialog seperti itu agaknya berawal dari pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi pikiran sutradara bersama tim. Perubahan tagline dikarenakan “kiamat yang belum terjadi” meski sudah berbelas-belas jilid Para Pencari Tuhan menghiasi layar televisi pun menjadi persoalan.
Penggunaan tagline yang sama bakal menimbulkan semacam ketidakpercayaan di hadapan penonton. Semacam “ini sudah dekat mulu perasaan dari tahun ke tahun tidak berubah”, maka dengan perubahan “semakin dekat” saja sudah bisa memberi penekanan kepada penonton, bahwa semakin banyak jilid yang ada di PPT, semakin dekat pula kita dengan akhir zaman.
Ramadan tahun lalu, tema yang diangkat adalah pondok pesantren lansia, sedangkan pada Ramadan tahun ini ada empat sekawan anak punk yang mencari jati diri: dan sudah tentu pencariannya melalui ajaran agama islam. Bukan hanya sekadar setiap jilid yang memiliki fokus atau persoalan sosial keagamaannya tersendiri, tetapi kebernasan hikmah dari setiap episode-nya membuat penonton tak mau kelewatan menonton barang satu scene saja.
Tak dapat dimungkiri, humor atau hiburan adalah salah satu jalan yang ramah sekaligus mudah diterima oleh banyak orang. Maka dengan hadirnya sinetron Para Pencari Tuhan, boleh jadi merupakan angin segar bagi agama islam di era teknologi ini. Agar kemudian banyak yang mulai mengenal Islam. Barangkali awal-awal dipicu dengan tawa, tapi tidak menutup kemungkinan ke depannya akan menjadi lebih serius dan mempelajari ajaran agama Islam secara lebih mendalam. Insya Allah. [T]