“Create your future from your future, not your past” — Werner Erhard-
Kenangan kadang indah kadang tidak. Tahukah Anda, ada perusahaan milik Negara pada masanya sukses dengan memulai usaha namun pada akhirnya justru jatuh ke jurang kehancuran. Awalnya memiliki 2 kapal hingga 14 kapal bahkan melayani pelayaran domestik dan internasional. Ini bukan aib, namun kita belajar bersama agar tidak jatuh pada hal yang sama.
Saban hari dengan keberhasilannya, mereka mulai terlena dan pengelolaan menjadi sembrono. Terjadi kecurangan dari karyawannya sendiri karena ketika ada order/permintaan mereka mengirimnya kepada saingan usahanya alih-alih untuk mendapat komisi. Awalnya satu dua orang namun semakin menjadi rahasia umum dan membuat mereka gigit jari di kemudian hari.
Kentara hingga tahun 2006 hingga 2012 kerugian operasional mencapai Rp 1,7 triliun rupiah. Para karyawan semakin tidak saling mempercayai dengan managemen dan perusahaanya, begitu pula sebaliknya.
Bahkan Dahlan Iskan waktu itu yang menjadi Menteri BUMN mengatakan kerusakan yang terjadi sudah kadung parah. Hal ini sebetulnya bisa kita sadari, bahwa setiap perusahaan publik maupun swasta bisa mengalami kurva Sigmoid alias sangat alamiah. Namun, justru inilah momentum melakukan transformasinya.
Kurva Sigmoid merupakan kurva berbentuk huruf S. Kurva ini menunjukkan pada mulanya perusahaan mengalami pertumbuhan pesat, kemudian mulai melambat, terutama mendekati titik puncak. Penurunan itu ditandai dengan adanya penurunan pendapatan atau pertumbuhan perusahaan. Di titik ini, perusahaan harus melakukan sesuatu, seperti reinvention atau melakukan transformasi. Contoh lainnya adalah saat PT Merpati Nusantara Airlines yang kalah bersaing dengan Low Cost Carrier (LCC)
Di dunia pasar tradisional penampilan pasar yang kumuh akan tergerus oleh minimarket maupun supermarket yang bersih. Syukur di daerah Singaraja, transformasi di pasar tradisional Banyuasri segera dilakukan setidaknya mulai dari penampilannya. Sisanya tergantung konsistensi dari pengelola pasar.
Gambar. Kurva Sigmoid | Sumber: www.herwinlab.com
Di era kepemimpinan Ignasius Jonan sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) meraka menyadari pentingnya transformasi teknologi, budaya kerja, bahkan tampilan pelayanannya. Pada awalnya datang sering telat kereta api, calo dimana-mana, belum lagi kebersihan tidak higienis. Yang dilakukan pertama kali adalah meningkatkan remunerasi, lalu meminta semua sumber daya karyawan yang ada untuk menjadi profesionalisme. Bak bak toilet mulai terisi air, kebersihan toilet diperhatikan. Dari 2008 KAI merugi Rp 80 miliar, dengan adanya transformasi sudah untung Rp 153,8 miliar.
Faktor kunci untuk membuat dan membangun kurva Sigmoid baru ada beberapa hal sebagai berikut yang bisa dilakukan yang disebut 4M.
- Membangun Sense of crisis dan sense of urgency
Dulu kondisi Garuda Indonesia kasnya hanya 20 juta US dollar dan biaya operasional mencapai 60 juta US dollar. Dengan kondisi seperti itu masih banyak karyawan yang berpikiran itu bukan masalahnya dan berpikir pasti akan dibantu oleh pemerintah. Mereka berada zona nyamannya. Kondisi ini bisa diatasi dengan membangun sense of crisis seperti wajib membuat terobosan mulai dari yang harusnya pulang jam 4, maka jajaran managemen harus menunjukkan mereka dalam kondisi krisis seperti rapat atau bekerja melebihi jam nya bekerja.
Hal lain untuk membangun sense of urgency yaitu permasalahan hari ini diselesaikan hari ini. Jangan ada anggapan bahwa jika bisa diperlambat ngapain dipercepat. Anekdot seperti itu sering disematkan kepada pelayanan publik seperti oknum di PNS, walau tidak semua hal ini membuat citra semua PNS menjadi tercoreng.
Kasus pada LPD di Bali sense of crisis dan sense of urgency misalnya dapat membuat terobosan program pembiayaan pembiayaan anak-anak yang akan berangkat ke luar negeri untuk investasi seperti belajar maupun bekerja. Mereka berinvestasi pada mind bahkan pengalaman hidup yang berbeda dengan kondisi di Bali. Karena dana yang ada di LPD tanpa lancar yang menjadi debitur jangan berharap aliran dana menjadi lancar.
Menurut saya, anak-anak desa yang berkeinginan ke luar negeri seperti ini adalah debitur potensial bahkan bisa diajak membangun desa kedepan. Wow !
- Menolak perilaku penyangkalan
Seringkali kita melakukan penyangkalan terhadap suatu permasalahan yang ada. Penelitian dari Robert Kegan dan Lisa Laskow (2009) menunjukkan hanya 15% yang menderita penyakit jantung merubah kebiasaan hidupnya. Memang perubahan itu sulit, namun salah satu hal yang paling mendasar adalah ketidaktahuan posisi/kondisinya saat ini serta cara untuk melakukan perbaikannya.
Ketidaktahuan membuat kita menyangkal. LPD di Bali yang sebenarnya memiliki peran strategis membangun desanya masih tersisih karena memang kita menyangkal bahwa menabung di LPD belum ada kepercayaan lebih dalam dibandingkan bank-bank besar lainnya. Mengapa?
Karena isu segelintir LPD bangkrut dan kurang berhasil lebih merajai berita LPD yang sukses membangun desanya tentunya bersama nasabah-nasabahnya. Kita masih menyangkal peran krusial LPD ini, nah bagaimana jika kedepan LPD yang sukses kita boom kan sehingga bisa menjadi pancingan bagus mengubah mindset.
- Managemen pemimpin
Ketika melakukan perubahan maka yang sering terjadi adalah pemimpin menunjuk dengan satu jari kepada karyawannya, namun dia lupa 4 jari sisanya mengarah kepadanya. Oleh karena itu sering terjadi permasalahan yang membuat gagalnya bertransformasi. Untuk itu managemen pemimpin atau kebijakan yang ada harus dimulai dari kepalanya lalu badan hingga ekor akan mengikuti. Perubahan perilaku sering susah berlari kencang karena di satu sisi perubahan harus dilakukan saat itu juga namun manfaat yang dirasakan dalam jangka panjang.
Di Universita Pendidikan Ganesha Jurusan Pasca Sarjana Managemen saya bertemu dengan salah satu senior yang sudah malang melintang dalam mengurus LPD dari sebuah desa di Buleleng. Walau sudah sepuh ternyata semangatnya tak pernah pudar. Yak, transformasi organanisasi tanpa diikuti dengan transformasi mindset akan menjadi sebuah omong kosong.
Salah satu cara mengubah pola pikir adalah pendidikan dan lingkungan dengan pergaulan yang pas. Sudah saatnya pengurus-pengurus LPD seperti di hotel diberikan training-training yang continu bahkan meningkatkan skill melalui sekolah. Mari kita dukung
- Melakukan the burning platform
The burning platform merupakan salah satu managemen melalui bongkar habis-habisan cara lama baik SDM, aset yang terlihat maupun tak terlihat, serta standar yang ada. Hal ini pernah dilakukan managemen seperti AP II dalam mengelola krisis luar biasa di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh ketika tsunami melanda tahun 2004. Dengan melakukan the burning platform AP II bisa menjadi Good Corporate Governance (GCG) mencapai 82,08% atau termasuk dalam kategori baik.
Lalu bagaimana dengan LPD? Apanya yang dibongkar? Gedungnya? Ya yang terlihat dan tak terlihat perlu dibongkar. Gedung yang kusam tak menarik hati. Waktu yang habis di jalan untuk ke LPD dan mengantre menjemukan, kenapa tidak jemput bola? Pola pikir yang tak terlihat mengapa kita tidak rangkul orang-orang desa yang merantau di tempat lain untuk berbagi atau bahkan studi banding ke LPD yang sehat secara finansial dan pola pikir maupun habitnya dalam bekerja.
4 M tadi bisa kita pula terapkan pada pelayanan seperti LPD di Bali. Dengan adanya LPD banyak membantu warga yang ada, namun ketidaktahuan dan ketidakmauan membentuk kurva sigmoid baru maka akan membuat LPD menjadi tinggal kenangan. Semoga LPD di Bali kian terus membaik. [T]