KETIKA MENONTON penari joged bumbung, biasanya orang langsung berpikir tentang pornografi, goyang pinggul yang vulgar, dan aksi-aksi tak elok yang dianggap menodai seni budaya Bali. Jarang orang berpikir bahwa penari joged juga punya kehidupan yang harus diperjuangkan.
Ketut Sari adalah penri joged bumbung dari sekaa joged bumbung Desa Sinabun, Kecamatan Sawan, Buleleng, Bali. Saat menari joged, gadis itu tampak begitu ceria, gembira, dan tampak seperti tak punya beban dalam hidupnya. Apalagi goyang pinggulnya begitu lincah, yang membuat penonton tergoda untuk ngibing, atau ikut menari.
Tak banyak yang tahu, Ketut Sari bukan sekadar menari, bukan sekadar menghibur warga yang haus hiburan, melainkan ia menari untuk menunjang kehidupan sehari-hari, baik kehidupannya sendiri sebagai seorang gadis, maupun kehidupan keluarganya.
“Saya mulai menari joget bumbung sejak kelas 6 SD,” kata Ketut Sari.
Ia masih ingin bersekolah. Namun ia memutuskan untuk fokus menjadi penari dan tidak melanjutkan pendidikan. Ia rela berhenti sekolah karena harus memegang peran besar menjadi tulang punggung keluarga.
Dari hasil menari, ia membiayai adik-adiknya yang masih kecil-kecil untuk melanjutkan pendidikan. Ia juga harus merawat ayahnya yang sakit-sakitan.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, ia juga memiliki pekerjaan sampingan, yakni warung kecil-kecilan.
“Saya mengantar bapak ke rumah sakit dua kali sebulan untuk cuci darah. Dan semua itu memerlukan biaya,” kata Ketut Sari.
Sekali menari joged ia bisa dibayar Rp 300 ribu. “Kalau menarinya lebih bagus maka dibayar lebih gede lagi,” cerita Ketut Sari.
Sejauh ini ia sudah menari ke mana-mana. Bukan hanya di Buleleng, namun juga di desa-desa di kabupaten lain di Bali, seperti Karangasem dan Klungkung. Pendapatan yang diperoleh dari menari itu kadang langsung habis untuk biaya kebutuhan sehari-hari, biaya berobat bapaknya dan biaya pendidikan adik-adiknya. Selain itu ia juga ikut membantu beli susu untuk keponakannya.
“Sampai sekarang saya tetap menari,” kata Ketut Sari.
Joged Bumbung sendiri merupakan tari pergaulan di Bali. Biasanya dipentaskan dalam acara-acara sosial kemasyarakatan di Bali, seperti acara pernikahan, tiga bulanan.
Tarian ini ditarikan oleh penari wanita, yang kemudian mencari pasangan pria (pengibing) dari para penonton untuk diajak menari bersama. Tarian ini biasanya diiringi dengan seperangkat musik dari bambu.
Sekaa joged bumbung dari Desa Sinabun, di mana Ketut Sari menjadi penarinya, adalah sekaa joged yang terkenal di Bali.
“Kami menampilkan joged bumbung atraktif yang sangat menghibur penonton,” kata Wayan Netra, ketua kelompok Joged Bumbung Sinabun.
Menurut Netra, dalam pementasan joged bumbung pihaknya menampilkan empat penari wanita ditambah 15 orang penabuh yang membawakan gamelan khas jogeg bumbung Sinabun.[T]