2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tari Panji Masutasoma: Memaknai Kemerdekaan, Memerdekakan Makna-makna

Made Adnyana OlebyMade Adnyana Ole
September 12, 2022
inUlas Pentas
Tari Panji Masutasoma: Memaknai Kemerdekaan, Memerdekakan Makna-makna

Tari Panji Masutasoma garapan Ida Ayu Wayan Satyani | Foto-foto: Dok. Dayu Ani

Lamat-lamat terdengar lantunan kakawin Sutasoma. Dan, hati penonton pun berdesir halus. Begitulah pementasan Tari Panji Masutasoma itu dibuka. Tembang mengalun, tarian mengalir, dan penonton pun menanti-nanti dalam suntuk tontonan.

Dua penari remaja; satu lelaki, satu perempuan, bergerak ke tengah panggung. Tubuh yang lelaki dibalut busana nasional dengan celana panjang dan kemeja serta peci menutup kepala. Sementara tubuh yang perempuan berhias pakaian tradisional dengan modifikasi menawan.

Yang lelaki adalah Wayan Amrita Dharma. Yang perempuan Kadek Thaly Kasih. Keduanya penari andal dari Yayasan Bumi Bajra Sandhi. Di atas panggung, meski sebagai penari yang andal, mereka ketiban peran sebagai pelantun tembang-tembang dari kakawin Sutasoma .

Dua penari melantunkan kakawin Sutasoma sebagai semacam doa sebelum pementasan Tari Panji Masutasoma

Dua penari itu semata-mata hanya pembuka pementasan. Bisa dikata lantunan kakawin itu sebagai doa, atau semacam pemahbah agar pementasan berjalan lancar dan mendapat restu dari Dewa Kesenian—selayaknya sebuah pementasan dimulai.

Namun pilihan untuk melantunkan kakawin Sutasoma, karya besar Mpu Tantular, yang di dalamnya berisi larik-larik mendalam tentang Bhineka Tunggal Ika, adalah pilihan yang sadar. Lantunan pembuka itu bukan sekadar doa, bukan sekadar pemahbah. Lantunan itu lebih sebagai sihir pembuka, agar penonton tetap jenak menyimak, tak jemu menunggu, dan siap diantar untuk masuk ke panggung tarian.

Tekanan suara dua remaja saat melantunkan kakawin itu begitu dalam penuh getar. Yang perempuan bernyanyi. Yang lelaki, dengan kata-kata Bahasa Indonesia, memberi arti atas kakawin itu. Ini adalah jalinan tembang dan kata-kata yang diracik dengan niat sadar untuk memberi makna lebih luas pada kemerdekaan, termasuk kemerdekaan dalam berkesenian.

Tari Panji Masutasoma digarap koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani. Dan kita tahu, Dayu Ani—panggilan Ida Ayu Wayan Arya Satyani, adalah dosen di Fakultas Seni Pertunjukan Institut seni Indonesia (ISI) Denpasar, sekaligus juga pengelola lembaga seni Yayasan Bumi Bajra Sandhi.  

Tari Panji Masutasoma

Dalam diri Dayu Ani sendiri terdapat setidaknya dua “kepentingan” yang saling berkaitam sekaligus, jika salah kelola, bisa saling bertentangan, yakni “kepentingan akademis” dan “kepentingan untuk merdeka dari rumus-rumus berkesenian”.

Dalam garapan Tari Panji Masutasoma tampak betapa dua kepentingan itu memperlihatkan manfaatnya sebagai “guna” dan “taksu” yang mewujud dalam tahap demi tahap garapan, yang kemudian dipertunjukkan di hadapan kalangan umum, baik kalangan intelektual, kalangan seniman, maupun kalangan awam.  

Mamaknai Kemerdekaan

Tari Panji Masutasoma dipentaskan pertama kali di Pitaloka, Sanur, Bali, tepat pada peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus 2022, Pitaloka adalah tempat makan di kawasan pariwisata Sanur yang selalu ramai dikunjungi tamu dari berbagai kalangan. Dan tamu yang datang pada malam itu tentu saja merasa istimewa karena mendapatkan suguhan karya seni yang juga istimewa.

Pada malam kemerdekaan itu. Tari Panji Masutasoma dipentaskan bersama dua karya lain, yakni Teater Pakeliran Tutur Candra Bherawa karya I Gusti Putu Sudarta, dan Tari Janger Nusantara Mahardika karya Ni Made Haryati. Karya itu adalah hasil Penelitian dan Penciptaan Seni (P2S) di ISI Denpasar.

Ketiga karya besar itu memang sengaja dipentaskan untuk memberi makna pada peringatan 77 tahun Indonesia Merdeka. Tajuk acara itu sungguh mulia; “Bhinneka Tunggal Ika, Seni Menyatukan Kita”. Tentu saja acara itu sukses atas kerjasama dengan manajemen Pitaloka.

BACA JUGA:

  • Tutur Candra Bherawa [1]: Tutur yang Mengumandang Dalam Suasana Kemerdekaan
  • ”Ngerupa Guet Toya”, Menggambar Garis Air | Dari Pameran Seni Rupa Dosen ISI Denpasar

Sejumlah seniman dan penggiat seni khususnya seni pertunjukan hadir menyaksikan pertunjukan seni itu. Tampak misalnya pejabat LP2MPP ISI Denpasar, Koordinator Prodi dari Fakultas Seni Pertunjukan, para dosen, serta warga di sekitar Ptaloka, Sanur.

Garapan ini didukung Yayasan Bumi Bajra Sandhi, Manajemen Pitaloka Sanur Denpasar, Pengangge Art Tanjung Benoa, dan A’strobo’y LightArt. Tari ini didukung Komang Jana  Arta Suputra, Pande Komang Satria Wirapranata, I Putu Ryan Arya Saputra, I Putu Aditya Guna Eka Putra, I Putu Parama Kesawa, Pande Kevin Muliartha, Ida Bagus Putu Mahijasena, I Made Arma Wilingga Arsa, dan Ida Ayu Wayan Prihandari.

Memerdekakan Makna-makna

Dua penari remaja yang muncul pada awal pertunjukan Tari Panji Masutasoma itu sejatinya bukanlah bagian dari garapan tari itu sendiri. Namun dengan tembang dan kata-kata puitis mereka mengisahkan apa-apa yang muncul kemudian, apa-apa yang bergerak di atas panggung.

Mereka berdua seakan memberikan makna pada apa-apa yang bergerak di atas panggung, sekaligus membebaskan makna-makna yang barangkali sudah pernah “dikuasai”  dan kadang “sudah dibuat tunggal” dalam dunia kesenian, atau dalam dunia di luar kesenian, misalnya penguasaan makna oleh kelompok-kelompok tertentu di Negara yang telah merdeka ini.

Tari Panji Masutasoma

Tari itu dimulai dengan masuknya tujuh penari laki-laki dan perempuan ke atas panggung. Proses kreatif atas terciptakan garapan Tari Panji Masutasoma itu, sekaligus proses penciptaan makna-mana baru yang begitu beragam, dipertunjukkan kemudian oleh tujuh penari laki-laki dan perempuan itu.

Dengan tarian dan gerak, para penari itu menyampaikan pesan-pesan kebhinekaan. Para penari merealisasikan proses kreatif yang mencerminkan sikap ber-Bhinneka Tunggal Ika. Bhineka adalah keberagaman, tunggal adalah esa.

Yang punya makna tunggal hanya Tuhan. Makna dari benda-benda, makna dari simbol-simbol, makna dari keyakinan-keyakinan, betapa pun jumlahnya hanya satu di dunia, tapi ia bisa memancarkan makna yang berbeda-beda, dan semestinya memang dibebaskan dari makna tunggal.    

Mungkin di situ letak dari kekuatan garapan Tari Panji Masutasoma ini. Garapan ini adalah perpaduan dari berbagai bentuk kesenian yang beragam. Bentuk kesenian yang sebelumnya barangkali telah dikenal punya makna tunggal—misalnya makna yang merujuk pada sebuah keyakinan suatu kelompok tertentu—dan Dayu Ani mengamati makna itu dengan ketelitian yang tinggi sebagai seorang akademis sekaligus sebagai seorang koreografer.

Begitu makna disimpulkan, ia justru memerdekakan bentuk-bentuk kesenian itu dari simpulan makna yang cenderung tunggal. Dalam ruang makna yang bebas, terciptalah berbagai kemungkinan kreativitas, terciptalah toleransi dengan hubungan-hubungan padu antar gerak (atau antar kata). Hubungan itu bisa saling memasuki, bisa juga saling memisahkan. Di situlah keberagaman dirayakan dan persatuan diteguhkan.

Terdapat sejumlah perpaduan tari dalam Tari Masutasoma ini. Antara lian Panji Gambuh gaya Budakeling, Rudat, dan Burdah Saren Jawa, serta teks Sutasoma sebagai narasinya. Keterpaduan itu menghasilkan garapan baru, meski kita tak bisa menutup hati dari riwayat-riwayat makna sebelumnya.

Tari Panji Masutasoma

Segala proses menemukan hasilnya dengan baik. Ini tentu saja karena para penari betul-betul punya taksu, bukan hanya dalam hal menari dan bergerak, melainkan juga dalam hal memainkan suling gambuh, memainkan rebana burdah, melantukan Kakawin Sutasoma, menguasai teknik putaran pada tari Sufi, serta luwes mengikuti pengembangan gerak tari.

Di situ tugas penari bukan hanya menari, melainkan juga menyanyi, sekaligus memainkan musik. Adakah keberagaman yang lebih beragam dari proses itu? Adakah kesatuan yang lebih dalam dari proses semacam itu? Mungkin ada. Tapi Tari Masutasoma menunjukkan hal yang baik.

Apalagi tembang-tembang kuno yang dilantunkan di atas panggung itu terasa sekali kunonya, terasa sekali ketakterdugaannya sehingga membangkitkan rasa patriotisme. Para penari memiliki tubuh yang sangat lentur, sehingga kesan tradisional atau kedaerahan dilebur menjadi satu-kesatuan yang utuh. Gerak tarinya terkesan modern, tetapi nuansa gerak tari tradisional Bali masih kuat.

Tiga Babak

Tari Panji Masutasoma memusatkan perhatian pada karakterisasi figur Sutasoma dengan mengelaborasikan tiga elemen penciptaan, sehingga tercipta karakter baru. Struktur koreografinya dibagi dalam tiga babak.

Pertama, papeson, menggambarkan Sutasoma dalam suasana tenang (dalam Bahasa Bali disebut alep), agung, magis melalui gerak pepanjian, unsur musikal juga dominan suling Gambuh dan bait-bait kakawin Sutasoma. 

Babak kedua, pangawak, menggambarkan gejolak, kegelisahan, ketegangan. Koreografinya, diwarnai perpaduan gerak Panji dengan dasar gerak Tari Rudat (pencak silat), unsur musikal yang lebih dinamis dengan memasukkan instrumen Burdah.

Tari Panji Masutasoma

Babak ketiga, pakaad, diwarnai suasana hening, tentram, harmoni dengan memadukan kidung, kakawin, nyanyian-nyanyian rohani dari kesenian Rudat dan Burdah. Gerak-gerak yang dieksplor bersifat lebih tenang, statis, ringan. Sedang struktur dramatik karya disusun dalam format kerucut ganda, yakni terdapat beberapa kali tanjakan emosional menuju klimaks karya hingga penurunan atau penyelesaiannya.

Semua gerak para penari itu berhasil memberi bentuk imajinatif terhadap toleransi yang selama ini hanya latah sebagai kata-kata dan jargon belaka. Keberhasilan itu tentu saja, seperti kata Dayu Ani, karena mereka sebelumnya terlibat dan wajib mengikuti proses kreatif yang disebut mapaguruan, berguru kepada para ahlinya.

Salah satunya mapaguruan ke Desa Saren Jawa, Budakeling, Karangasem untuk belajar kesenian burdah yang merupakan salah satu sumber kreatif dari karya tersebut.

“Kami mengajak mahasiswa berguru langsung kepada saudara muslim di desa Saren Jawa, berinteraksi secara langsung, merasakan sambutan hangat, tata krama, dan tata Bahasa Bali halus antara warga Budakeling dengan warga Desa Saren Jawa,” kata Dayu Ani.

Tari Panji Masutasoma

Kata Dayu Ani, proses penciptaan tari ini merujuk pada metoda penciptaan angripta sasolahan: ngrencana (persiapan), nuasen (ritual awal), makalin (pemilihan, persiapan materi, dan improvisasi), nelesin (merapikan, menata secara utuh), dan ngebah (pementasan perdana).

Selain mapaguruan (berguru), para para penari juga dituntut memiliki kemampuan multitalenta (ngraweg): menari, bermusik, dan berolah vokal.

“Kami berharap karya ini dapat berkontribusi dalam upaya memupuk toleransi dan merawat kebhinekaan bangsa Indonesia,”  kata Dayu Ani.

Selamat, Dayu.[T]

Tags: Dayu AniISI Denpasarseni tari
Previous Post

Proses Kreatif Angelina Ayuni Praise: Metode Atas-Bawah, Menyeimbangkan Ketubuhan yang Terbalut Kebudayaan

Next Post

Tubuh Antara: Tari Tradisi dalam Gerak Bathara Saverigadi

Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

Next Post
Tubuh Antara: Tari Tradisi dalam Gerak Bathara Saverigadi

Tubuh Antara: Tari Tradisi dalam Gerak Bathara Saverigadi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co