Malang, 25 Juli 2021
Benny bangun tidur pagi-pagi buta, bahkan sebelum ayam jago berteriak-teriak berisik. Sebagai pemuda milenial dengan etos kerja tinggi, Benny yang berusia 23 tahun ini harus senantiasa melanggengkan budaya disiplinnya.
Di depan meja kerja kecil, ditatapnya layar laptop tajam-tajam. Terlihat sebuah gambar latar membungkus monitor, berupa dua orang yang mengenakan kaos bertulis “Disabela”. Tidak lain tidak bukan, itu adalah secarik potret Benny bersama Alan, sahabat baiknya, dalam presentasi final Milenial Startup Challenge, di Balai Diklat Industri Malang. Kegiatan itu dilaksanakan pada 20 April 2020 silam.
Hari itu adalah hari paling bersejarah dalam hidup Benny, Alan, dan juga Andre. Mereka bertiga didapuk menjadi juara 3 dalam lomba pendanaan startup bergengsi se-Malang Raya. Hingga, startup mereka diberikan beberapa fasilitas, seperti kantor, sarana penunjang, makan siang di jam kerja, hingga dana fantastis untuk mengembangkan usaha.
Mengingatnya, senyum Benny pun mencuat. Pikirannya sedari tadi berkelana. Dia begitu optimis bahwa bersama Alan, mereka akan mengejar posisi Belva dan Usman, pendiri startup jempolan di Indonesia, Ruangguru.
Malang, 2 April 2020
Di Kafe Pandawa, Benny dan Alan tengah bertukar pikiran mengenai konsep startup yang akan mereka ajukan dalam Milenial Startup Challenge. Malam itu kafe sudah mulai ramai. Bagi mahasiswa-mahasiswa UM dan UB yang gandrung nongkrong, jam seginilah mereka akan keluar dari peraduan.
“Jadi ini konsepnya kita membuat startup dari komunitas yang sudah kita bangun, Ben?” tanya Alan selidik setelah mengenyot es kopi gula jawa yang sudah mau habis.
“Yoi. Kita temukan para murid-murid disabilitas sama pengajar-pegajarnya,” respons Benny menaikkan alisnya jumawa.
Alan manggut-manggut, “Mantap juga, otakmu memang otak bisnis.”
“Gini-gini aku kapitalis yang hijau, gak merusak alam, hobi membantu sesama,” ujar Benny.
“Terus tugasku apa, nih? Tukang desain gitu atau pemogram?” Alan kembali mengajukan pertanyaan.
Benny manggut-manggut. Dia tak segera menjawab pertanyaan sahabat baiknya. Sambil meringis tanan kanan Benny menelisik tasnya dan mengambil sebungkus rokok beserta korek api, lalu menyalakannya.
“Sebat, Lan?” Benny menyodorkan rokok untuk mengejek Alan.
Alan yang bukan orang perokok tak menimpali.
Benny cengengesan, “Nah, gini, Lan. Aku nanti megang peran hipster, yakni orang yang membuat inovasi. Kamu jadi hacker-nya, yang tugasmu memrogram dan membuat desain, lah. Terus aku juga mau ngajak si Andre buat jadi hustler atau orang yang fluent di keuangan.”
Aula Gedung UKM UB, 20 April 2018
Selepas magrib, hujan mengguyur sekitar Jalanan M.T. Haryono. Bejibun mahasiswa sedang berkumpul di dalam aula gedung UKM UB, guna mengikuti pengenalan anggota baru Komunitas Peduli Disabilitas UB. Alan, yang memiliki interes pada kaum disabilitas hadir dalam kegiatan ini. Sebagai gambaran, semua mahasiswa duduk di lantai yang dingin menghadap ke salindia yang disiapkan panitia.
Di tengah riuhnya obrol mahasiswa, tiba-tiba datang seorang lelaki dengan pakaian setengah kuyub dan duduk di samping Alan. Tanpa rasa bersalah mahasiswa ilmu ekonomi ini megibaskan kepalanya hingga titik-titik air menyerbu muka Alan.
“Woi woi woi, aturan dong,” Alan berucap datar.
“Oh, sorry- sorry, Sob. Kenalin, aku Benny dari FEB.”
Benny menyodorkan tangan yang masih basah pada Alan.
Malang, 25 Juli 2021
Adzan magrib telah melembut ditelan hiruk-pikuk. Ibu Benny baru usai menyiapkan beberapa sajian menu untuk makan malam keluarga. Sudah menjadi ritual bahwa di rumah ini mereka senantiasa makan malam bersama di ruang makan.
“Ma, maaf banget, nih. Habis magrib ini aku mau ke Pandawa. Jadi, nggak ikut makan malam dulu,” pamit Benny pada ibunya yang sedang menunggu ayah dan adik Benny di meja makan.
“Mau ngapain? Nggak makan bareng aja dulu?”
“Nggak, Ma. Aku ada diskusi sama Alan. Biasa, soal Disabela.”
“Hoalah. Nggak Alan saja diajak ke sini?” lanjut Ibu Benny.
“Nggak deh, Ma. Ya udah, bye ya,” Benny pamit lalu mencium kening ibunya.
Ibu Benny tak bergeming. Air matanya berambai-ambai melihat putra bungsunya berlalu.
Dengan Tiguan Allscape hadiah wisuda dari ayahnya, Benny menyotok pasukan angin yang berbaris di depan hotel Grand Mercure. Dia sudah tidak sabar bertukar pikiran dengan sahabat karibnya yang senantiasa sudi mendukung gagas-gagasnya.
Tak butuh waktu lama, mobil putih Benny sudah terpakir di depan Kafe Pandawa. Dipesannya segelas besar ice milk greentea beserta satu porsi tahu kripsi.
“Mbak e, saya bayar pas pulang aja, ya. Nanti si Alan mesti nambah soalnya,” ujar Benny cengengesan.
“Ini dinter ke mana, Mas?” tanya Mbak Pelayan.
“Seperti biasa, meja 18. Thanks ya, Mbak…” Benny bergegas pergi.
Mbak Pelayan manggut-manggut.
Benny berlari dan duduk di hadapan sahabatnya yang fokus menggelitik papan ketik laptop. Pantatnya mendarat geladakan hingga membuat Alan tersentak.
“Halo, Brader,” Benny mengepalkan tangannya di depan Alan mengajak tos. Alan menyambut.
“Gimana ini Pak CEO, ada gagasan baru apa?” tanya Alan menutup laptop. Sebelumnya dia juga sudah menyimpan berkas-berkas yang sedang dikerjakannya untuk dilanjutkan nanti. Baginya, mengobrol dengan si tengil memerlukan fokus yang amat berlebih.
“Saat ini belum ada gagasan aku, lu ada ide gak?”
“Gak ada.”
Seorang pelayan laki-laki datang dan meletakkan pesanan di atas meja. Pelayan itu hanya memasang senyum pada Benny, tidak pada Alan. Malah-malah dia tak menganggap keberadaan Alan.
“Eh, bentar, Mas,” Benny menghentikan pelayan yang mau pergi, “Lan, mau nambah makanan gak lu?”
Alan menggeleng.
“Gak jadi, Mas. Terima kasih, ya.”
Mereka berdua pun meneruskan tradisi mengobrol sambil memamah bersama, membicarakan banyak hal. Mulai dari pengguna Disabela yang kian meningkat, hubungan asmara masing-masing, hingga kasus Covid-19 yang tiada habisnya.
“Kamu tadi sebelum ke sini sholat, gak?” Alan menyelipkan sebuah pertanyaan random.
“Kelupaan, ha ha ha,” Benny menjawab ngakak.
Orang-orang di Pandawa memandang Benny keheranan. Sebagian dari mereka menganggap dia sudah gila. Mereka tak tahu saja, kalau orang yang sedang terbahak ini adalah anak seorang pengusaha beruang di Malang Raya.
“Astagfirullah,” Alan menggeleng, “Gak boleh gitu lho, Men. Manusia gak akan tahu kapan mereka akan mati,” lanjutnya serius.
Kembali lagi, 20 April 2020
Endusan angin dini hari membangunkan bulu kuduk dua orang mahasiswa tingkat akhir yang sedang kejar target untuk bahan presentasi final Milenial Startup Challenge nanti siang. Semua bahan sudah siap. Proposal sudah matang, rincian anggaran sudah rapi, tapi desain yang akan ditampilkan justru berulang kali diubah karena kurang matang. Ini menjadi tugas berat bagi Alan, yang berkewajiban meng-handle bagian ini.
Di dalam sekretariat Komunitas Peduli Disabilitas UB, Alan mencoba merampungkan desainnya sejak pukul delapan malam, hingga sampai di sepertiga malam. Alan tak sendiri karena dia bersama Benny. Namun, Andre yang membantu orang tuanya beres-beres gerobak martabak terpaksa cabut duluan menjuju Taman Trunojoyo.
“Kamu pulang aja, Ben. Ini sebentar lagi selesai,” ujar Alan kepada Benny yang mengucek mata, baru ketiduran. Maksud hati Benny ingin bersikap solid, tapi nyatanya dia ngantuk juga.
“Ogah. Aku nunggu sampai semua selesailah.”
“Gak usah alay, cepet pulang, nanti jam delapan kita harus sudah siap di lokasi. Apalagi kamu jadi speaker, harus nyiapin yang terbaik,” ucap Alan. Sebenarnya Alan sendiri sudah sangat mengantuk, karena beberapa hari ke belakang dia sudah begadang mengerjakan skripsi dan beberapa proyek.
Benny tak menggubris. Akhirnya mereka masing-masing pulang beberapa menit sebelum pukul tiga pagi. Nasib baik satpam kampus tak mengusir mereka.
Gedung Balai Diklat Industri Malang, Masih di Hari yang Sama
Benny dan Andre sudah siap di ruang presentasi. Mereka bedua kompak mengenakan kaos Disabela dengan rangkapan kemeja favorit masing-masing. Beberapa menit lagi acara dimulai, panitia sudah mondar-mandir menyiapkan personalia yang bertugas di pembukaan. Namun, Alan belum juga datang. Benny sibuk menoleh ke sana-kemari, berpikir kalau sahabatnya lagi ngumpet.
“Waduh… Jangan-jangan dia ketiduran lagi,” kata Andre geleng-geleng memaklumi.
Benny yang khawatir coba membuka aplikasi WhatsApp-nya. Ada beberapa panggilan tak terjawab beserta pesan spam dari teman-temannya. Benny yang sedari tadi mengaktifkan mode senyap tak menyadarinya. Dengan tergesa-gesa Benny membuka grup Komunitas Peduli Disabilitas UB yang sudah sangat ramai. Betapa terkejutnya dia melihat pengumuman bahwa Alan kecelakaan dan meninggal tadi pagi. Merasa tak percaya, Jemari Benny berlari cepat membuka satu per satu pesan spam dari teman-temannya. Mereka juga mengabarkan hal yang sama.
Darah Benny mendidih, kepalanya nanar. Benny pun segera pergi berbalut suram. Dia ingin menghajar Alan sampai temannya itu bangun.
Kafe Pandawa, 25 Juli 2021
Kafe sudah mulai ramai. Muda-mudi sudah mengambil meja masing-masing dan menunggu pesanan. Ada juga sepasang pengunjung yang saling meremas tangan menyalurkan suasana syahdu. Walau sibuk masing-masing, sesekali mereka menatap Benny bingung. Heran, karena pemuda perlente ini berbicara sendiri dan sesekali terbahak. [T]
_____