Hari Wayang Nasional merupakan sebuah momentum perayaan seni pewayangan dan pedalangan dirayakan setiap satu tahun sekali, tepatnya pada setiap tanggal 7 November. Merayakan Hari Wayang Nasional sangatlah penting.
Selain menjadi pengingat atas diakuinya wayang sebagai Warisan Agung Budaya Dunia oleh UNESCO, perayaan hari wayang juga sebagai salah satu ruang untuk menghadirkan wayang secara serentak melalui berbagai bentuk sajian seperti pementasan, diskusi, workshop, hingga pameran rupa wayang.
Di Bali perayaan Hari Wayang Nasional pertama diselenggarakan tahun 2020 oleh Program Studi Seni Pedalangan Institut Seni Indonesia Denpasar bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Program Studi Seni Pedalangan Institut Seni Indonesia Denpasar.
Namun perayaan waktu itu hanya dapat dirayakan secara daring (live streaming) melalui kanal youtube ISI DENPASAR mengingat pada saat itu semua acara kesenian tidak dapat terselenggara secara langsung, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat para mahasiswa dan dosen yang tergabung dalam panitia acara untuk merayakan hari wayang ini.
Dialog Seni Pewayangan
Dalam perayaan Hari Wayang Nasional tahun 2020 yang lalu hanya menyajikan Dialog Seni Pewayangan yang mengusung tema “Refleksi Perkembangan Wayang” dengan 3 orang pakar Seni Pewayangan Bali sebagai pemantik dialog yaitu Prof. Dr. I Nyoman Sedana, M.A, Dr. I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum, dan I Made Sidia, SSP., M.Sn. Ketiga pakar tersebut mengulas tentang perkembangan Wayang Bali dulu, kini, dan akan datang.
Selain Dialog Seni Pewayangan, pada acara tersebut juga menyajikan pementasan Wayang Kulit Tradisi Bali gaya Sukawati dengan mementaskan dua dalang yang mumpuni. keistimewaan dari perayaan tahun lalu adalah penampilan Dalang Wanita yaitu Kadek Candy Cintya Dewi yang menampilkan pertunjukan wayang dengan sangat aktraktif walaupun seorang perempuan tetapi aksi dari candy sebagai salah satu Dalang Wanit di Bali sangat memukau penikmat yang menikmati acara perayaan tersebut melalui layar kaca.
Tidak puas dengan perayaan tahun lalu secara daring, tahun ini (2021) perayaan Hari Wayang Nasional kembali digelar dengan nuansa dan bentuk penyajian yang berbeda dari sebelumnya yaitu live (langsung) dan daring (dalam jaringan).
Perayaan hari wayang tahun ini digelar dengan tujuan untuk membangkitkan kembali gairah kreativitas seni pewayangan di Bali yang secara langsung tertuang dalam tema besar acara ini yaitu SAMITA. SAMITA berasal dari kata Samirana Atangia (Bangkit dari keterpurukan).
Perayaan tahun ini dapat dikatakan sangatlah meriah terlihat dari berbagai rangkaian acara seperti diadakannya perlombaan Topeng Pengraos Se-Bali, lomba Dalang Cilik Se-Bali, dan lomba Macepat Se-Bali. Selain itu Dialog Seni Pewayangan kembali dihadirkan dalam sajian live streaming melalui kanal youtube ISI Denpasar dengan narasumber Dr. I Made Marajaya, SSP., M.Si dan I Gusti Aryana, S.Sn yang membahas topik tentang “Tantangan dan Peluang Dalang di Masa Pandemi”.
Dalam Dialog Seni Pewayangan ini juga menyuguhkan pementasan Wayang Tradisi Bali gaya Buleleng (Bali Utara) yang menambah kemeriahan perayaan Hari Wayang Nasional tahun 2021.
Di tengah-tengah rangkaian acara juga menghadirkan webinar berskala Nasional bekerjasama dengan PEPADI Bali yang menghadirkan narasumber yang juga sebagai pakar Pedalangan Indonesia. Puncak dari acara ini dilaksanakan pada tanggal 7 november 2021 dengan menampilkan berbagai pertunjukan kesenian wayang dan teater.
Lomba Dalang Cilik
Moment menarik dalam perayaan Hari Wayang Nasional di Bali tahun ini yang diselenggarakan oleh Prodi Seni Pedalangan dan Hmp Seni Pedalangan adalah perhelatan lomba Dalang Cilik Se-Bali yang diikuti oleh anak-anak yang rata-rata berumur 9-14 tahun.
Dalam mengikuti perlombaan, para peserta sangat taat terhadap aturan yang dibuat oleh panitia yang terformulasi dalam kriteria dengan tujuan untuk menyatukan pemahaman dan kesepakatan sehingga perlombaan ini berjalan dengan lancar.
Hal yang menarik dalam lomba Dalang Cilik ini adalah bentuk penyajian pementasannya menggunakan konsep wayang lemah yaitu pertunjukan wayang yang secara penyajiannya tanpa menggunakan kelir (layar) dan blencong (lampu api) dengan tujuan untuk melatih mental para peserta karena mereka dapat dengan jelas melihat penonton dan situasi kondisi didepannya.
Penggunaan konsep penyajian ini tidak ada kaitannya dengan wayang lemah dalam konteks upacara namun lebih kepada melatih mentalitas para peserta Dalang Cilik sehingga luaran lomba ini dapat melahirkan generasi dalang dengan kemampuan dan mental yang mumpuni.
Satu catatan kecil untuk perhelatan lomba Dalang Cilik tahun ini adalah penggunaan kelir (layar). Perlu dipikirkan kembali bahwa penggunaan kelir sangatlah penting dalam menghadirkan tetikesan sebagai salah satu unsur utama dalam penyajian pertunjukan Wayang Tradisi Bali.
Tetikesan merupakan sebuah teknik permainan gerak wayang yang terfokus pada tangan sang dalang dalam memberikan spirit agar wayang terlihat hidup baik melalui gerak berjalan maupun gerak menari.
Sebagai teknik dasar permainan wayang dalam menghadirkan keindahan gerak, teknik tetikesan juga memberikan pemahaman tentang pentingnya kerapian dalam menyajikan pertunjukan Wayang Tradisi Bali yang dapat dilihat dari kecapakan sang dalang saat memegang wayang.
Namun yang sangat diapresiasi dalam perlombaan Dalang Cilik ini adalah prinsip dasarnya bahwa perhelatan lomba Dalang Cilik Se-Bali ini bukan bertujuan untuk memperlombakan style/penggayaan wayang setiap daerah, tapi lebih kepada pembinaan dalang-dalang muda sebagai generasi penerus melalui kompetisi yang menitik beratkan pada kemampuan sang dalang tersebut karena tidak dapat dipungkiri bawah kompetisi ini juga merupakan salah satu media ruang melahirkan dalang cilik/dalang muda berbakat.
Semoga perayaan Hari Wayang Nasional tahun depan dapat dilaksanakan dengan lebih meriah dan diusahakan hadir ditengah-tengah masyarakat. [T]