Orang memang lebih sering mengeluhkan krisis ekonomi di masa pandemi, padahal seni-budaya, terutama seni tradisi juga mengalami krisis. Untuk itulah Mahasiswa Pascasarjana ISI Denpasar menggelar Seminar Berwawasan Seni Untuk Kita dengan mengusung tajuk “Seni Virtual dan Masa Depan Seni Tradisi, Minggu, 25 Juli 2021.
Seminar itu menghadirkan Dr. Aris Setiawan, S.Sn., M.Sn. (Dosen Jurusan Etnomusikologi ISI Surakarta), Anak Agung Anom Darsana (Direktur Antida Musik ) dan pembicara kunci (Keynote Speaker) yakni Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar Prof. Dr. I Wayan Adnyana.
Aris Setiawan bicara tentang terseoknya seni tradisi di tengah pandemi. Upaya terakhir agar seni tradisi mampu lentur dan cair masuk gerbong baru bernama “panggung virtual” boleh dikata belum menemukan titik terang. “Kodrat panggung virtual seolah bertolak belakang dengan gaya dan karakter seni tradisi kita. Dunia virtual, anggaplah YouTube misalnya, selama ini mendamba pada sesuatu yang filmis, mengandalkan sisi visual yang glamour, bising, gaduh, konfliktual, bahkan tidak jarang banal,” jelasnya.
- Pandangan Aris Setiawan selengkapnya bisa baca “Seni Tradisi Terseok di Jagat Digital”.
Lalu apa kata Anom Darsana? Di tengah pandemi ini ia tak banyak berkata-kata namun lebih banyak melakukan sesuatu, salah satunya adalah memadukan seni tradisi dengan teknologi agar seni tradisi bisa dengan cara yang baik masuk ke dunia digital. Ia menelisik berbagai kemungkinan teknologi untuk bisa mendukung keberadaan seni tradisi di jagat digital. Memang bukan pekerjaan yang mudah, tapi Anom Darsana yang biasa dipanggil Jik Anom terus berusaha. Bagaimana hasilnya?
Usai seminar saya sempat bincang-bincang dengan Jik Anom tentang apa yang dia lakukan selama ini terhadap seni tradisi. Inilah hasil bincang-bincang itu…
- Bagaimana Jik Anom awal mulanya bersentuhan dengan seni tradisi?
Seni tradisi merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari dan sampai sekarang masih berlaku, sejak kecil kita selalu diajarkan untuk mengenal kesenian Bali oleh orang tua kita, dan saya juga suka latihan menari dan mengikuti sanggar di Denpasar, dan di Kesiman.
Di rumah juga sebagian besar kakek dan nenek dulu adalah pregina (penari, dalang dan penabuh). Sampai sekarang masih ada peninggalan leluhur yang disimpan, seperti topeng, kostum tari, wayang, dan lontar lontar yang masih dijaga.
Dan saya ingin mendalami lagi seni tari. Sejak pandemi saya belajar nopeng (menari topeng) di Batuan (Gianyar) bersama Bapak Made Suteja, dan sudah sempat ikut ngayah di Pura, dan juga pentas di sebuah acara storry teller di Ubud. Itulah asal mula sentuhan seni tradisi yang saya alami sampai saat ini.
- Bagaimana pengalaman Jik Anom saat belajar dan bekerja di luar negeri , dan melihat kondisi kehidupan seni di Indonesia?
Saat saya belajar dan bekerja di luar negeri. di sisi seni pertunjukkan hanya sebatas sound engineer, Saya melihat bahwa kesenian sangat mendapatkan tempat yang baik dan mendapat apresiasi, terutama di bidang seni pertunjukkan. Sangat beda dengan di Indonesia.
Pengaruh dan apresiasi penonton menjadi bagian yang sangat penting. Lagi pula dukungan dari pemerintah cukup besar untuk mengadakan sebuah festival seni yang cukup panjang durasinya dan bisa mendatang banyak kesenian daerah dari berbagai Negara .Banyaknya kantong-kantong budaya yang bisa memfasilitasi karya-karya anak muda. Di Indonesia, saya lihat sudah mencapai katagori tersebut saat ini. Perubahan generasi, perubahan etika di seni pertunjukkan sudah terjadi.
Sekarang orang menonton teater tidak berisik dan banyak adanya diskusi-diskusi tentang seni dan kantong budaya mulai merambah ke mana-mana. Dan ini sangat bagus untuk perkembangan seni dan penyemangat seniman baik di sisi akademis maupun praktisi.
- Antida Musik Studio tidak hanya sebagai tempat untuk merekam dan memproduksi musik, namun juga menjadi laboratorium kreasi penciptaan sekaligus ruang publik, misalnya pertunjukan kolaborasi pelukis Nyoman Erawan dan sejumlah penyair. Apa cita-cita atau gagasan Jik Anom lewat ruang tersebut?
Gagasan saya adalah ingin menciptakan kantong budaya yang profesional dan memberikan kebebasan berimajinasi dan berkreasi buat semua lapisan masyarakat. Ruang atau flatform untuk para kreator dan komunitas menginspirasi dan terinspirasi.
Selain itu juga membuat program-program seni, baik itu musik, tari, teater dan film. Dan juga menjadikan tempat itu sebagai ruang untuk belajar bersama dengan mengadakan workshop musik dan seni lainnya. Dan sampai sekarang masih tetap ada, namun kegiatannya semakin sedikit karena pandemi ini
- Bagaimana Antida Musik beradaptasi di masa pandemi? Apa saja program-program yang telah dikerjakan?
Kalau boleh jujur pandemi mematikan semua kegiatan saya di seni pertunjukkan dan berbagai festival yang saya buat, dan seni pertunjukan lain yang saya garap, namun ini tidak mematikan ide-ide, Gagasan yang bisa saya lakukan selama pandemi berlangsung saat ini , mengawinkan seni dan teknologi yang sudah sangat erat hubungannya dan mencipatakan karya baru secara virtual.
Live streaming, hanya itu saja yang bisa kita lakukan selama pandemi ini untuk menuangkan ide-ide dan gagasan saya di seni pertunjukkan. Semua kegiatan-kegiatan di Antida tidak luput dari protokol kesehatan selama acara seni di masa pandemi ini berlangsung.
Program yang kami gagas dan selenggarakan sekarang adalah Telusur Seni Tradisi atau Panggung Seni Tradisi Bali. Seri Telusur Seni Tradisi ini merupakan sebuah upaya dari Antida Music Production untuk mendokumentasikan berbagai kekayaan seni tradisi yang ada di berbagai wilayah di Bali. Bagaimana sebuah tradisi itu harus dijaga, dilestarikan dan juga didokumentasikan untuk dapat menjembatani generasi muda yang mana mereka cenderung lebih akrab dengan teknologi. Semoga pendokumentasian ini nantinya mampu menjadi media yang mewadahi seni tradisi di Bali. Rangkaian kegiatan ditayangkan secara virtual di kanal youtube Antidamusic
Misi utama kami adalah berusaha mewadahi para seniman untuk kembali ke panggung seni, juga menghibur masyarakat yang berada di negeri ini dan di seluruh dunia karena teknologi memberikan kesan bahwa dunia ini sangat kecil. Selain itu, juga membantu para seniman secara ekonomi walaupun sedikit tapi bisa membantu bagi yang tidak mempunyai pekerjaan atau tak bisa pentas. Yang lain, mengembalikan kondisi pariwisata dengan mengajak masyarakat mengenal seni tradisi Bali. Yang tak kalah penting adalah memiliki data base yang cukup untuk suatu saat jika pandemi ini menjadi endemi bisa membawa mereka ke festival-festival nasional maupun internasional.
Dan di sini saya berkolaborasi bersama teman-teman, baik seniman atau para kreator yang bisa mewujudkan program ini dan juga berkat bantuan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kemendikbud program Telusur Seni Tradisi ini sudah berjalan selama pandemi. Misalnya Gengong Kutus Desa Batuan. Ada juga pementasan Kenapa Legong karya Dayu Ani, salah satu dosen di ISI Denpasar. Ada pula acara Panggung Bertutur kutipan dari buku Kadek Purnami, dan Seni Tradisi Okokan Kediri Tabanan. Bulan depan kami akan adakan Sanghyang Jaran dan Sangyang Dedari di Ubud.
- Apakah Jik Anom melihat momentum pandemi dan seni virtual ini dapat mengakselerasi konten seni tradisi?
Tergantung konten seperti apa yang kita buat. Seandainya konten-konten singkat, para seniman banyak yang menggunggah kesenian tradisi seperti tarian, tabuh, kesusastraan dengan konsep yang lebih modern dan kualitasnya banyak yang bagus .
Ada komunitas namanya Swaradanta di Ubud, mereka sering sekali saya amati mengunggah konten-konten tradisi dengan kemasan modern dan ini tujuannya untuk menarik penonton, dan bagus, bagus sekali cara mereka mengemas. Dan banyak lagi anak-anak muda yang mengunggah seni tradisi berbasis teknologi.
Namun seni tradisi yang benar benar mempunyai struktur yang kompleks sangat sulit dipertunjukkan di media kecuali memang ada penyelenggara yang didukung secara financial, misalnya untuk menyelenggarakan kesenian semi kolosal. Dan ini baru bisa kita lakukan dan sangat jarang kecuali PKB (Pesta Kesenian Bali).
Dan juga seperti apa yang kami di Antida lakukan di Telusur Seni Tradisi berkat dukungan Kemendikbud dan Kemenparekraf. Program kami tetap akan berjalan kalau tidak ada perubahan situasi dan financial .
- Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan ketika menyajikan seni tradisi di media virtual?
Kalau dari sisi teknis kita harus menyediakan piranti yang cukup bagus dan berkualitas, tata suara, lighting dan visual, harus sesuai dengan kebutuhan yang akan kita sajikan. Teknis panggung diatur layaknya pementasan pada umumnya. Panggung dibuat dengan optimal, baik dari sisi dekorasi, sistem suara maupun pencahayaan sehingga tidak mengurangi makna dari sebuah pementasan.
Selain itu juga memilih jenis kesenian yang bisa disesuaikan dengan media visual. Kalau sistemnya live streaming kita harus mempunyai koneksi internet yang stabil karena ini akan mempengaruhi kualitas streaming dan gangguan koneksi membuat gambar dan suara akan terputus putus dan ini mengurangi daya tarik penonton. Promosi di berbagai platform media untuk menarik penonton. Ingat, prokes CHSE selalu diterapkan.
- Apa saja tantangan yang dihadapi oleh seniman, juga tim kreatif yang mengerjakannya?
Kalau di kalangan seniman adalah kesempatan mereka untuk latihan di masa pandemi, karena regulasi dan sering adanya surat edaran dari pemerintah daerah dan pusat ketika kita tidak diijinkan berkerumun, berkumpul dan kegiatan budaya ditiadakan. Karena seni tradisi Bali kerap kali jumlahnya tidak sedikit ketika mereka mengadakan sebuah pertunjukkan.
Mengadakan sebuah pertunjukkan tanpa penonton terkesan sangat berbeda dan hampa dan rasa tidak puas mereka. Karena sebuah pertunjukkan yang mestinya ada penonton dan ini juga mengurangi semangat mereka kalau dibandingkan dengan pertunjukkan sebelum pandemi
Kalau di sisi tim kreatif tantangannya adalah di perijinan, terutama satgas dan polres, walaupun pertunjukkan ini tidak ada penonton atau sangat minim hanya tim produksi saja bersama para seniman.
Perubahan situasi setiap saat bisa terjadi pelarangan dan pembatalan acara secara tiba-tiba. Kita harus siap menghadapi hal-hal ini. Dan kadang dengan adanya PPKM waktunya cukup lama, jadi kegiatan kita akan tertunda. Ini juga mengurangi semangat kita sebagai tim kreatif.
Kalau di sisi teknis adalah koneksi internet yang kadang tidak stabil. Adalah stress kami yang paling utama karena ketika internetnya lambat, kita tidak bisa meyalahkan siapa- siapa. Hanya bisa berdoa dalam hati. Idealisme seniman di sebuah pertunjukan tidak selalu bisa diwujudkan dalam dunia virtual .
Hilangnya estetika sebuah pertunjukan seni ketika senimannya harus menggunakan prokes (masker ) dan jaga jarak di saat pementasan, padahal kita juga sudah di test swab semuanya dengan hasil yang negatif.
Cuaca ketika kita mengadakan seni virtual outdoor juga tantangan. Live streaming tidak bisa dihentikan, beda dengan offline show. Jadi perubahan cuaca bisa menggagalkan kelancaran seni virtual . Selain itu sedikitnya dukungan dari pemerintah daerah tentang seni tradisi di masa pandemi.
- Harapan Jik Anom terhadap keberlangsungan seni tradisi?
Yang paling utama berharap pandemi ini menjadi endemi dan saya bisa lebih leluasa berkarya tanpa hambatan. Semoga dengan kemajuan teknologi ini seni tradisi bisa menyemangati genereasi millenial untuk berkarya dan menciptakan ide-ide cemerlang demi kelestarian seni tradisi tersebut
Semoga pendokumentasian seni tradisi yang kami buat mampu menjadikan media yg mewadahi seni tradisi di Bali. Berharap bisa memberikan kesempatan para seniman tradisi utk mementaskan karyanya lebih banyak dan bisa memotivasi para seniman dgn adakan kegiatan kegiatan seperti ini . Dan seni tradisi tetap hidup berkembang mengikuti jaman dan bisa menanggulangi tantangan tantangan yg dihadapi di era sekarang dan ke depannya. [T]