26 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Rumah di Kampung dan Rumah di Kota | Beda Jiwa Beda Rasa

Dedek Surya Mahadipa by Dedek Surya Mahadipa
February 12, 2021
in Esai

“Kija to, Dek?”  kata seorang ibu kepada anaknya. Artinya, “Mau ke mana, Dek?”

“Kal ke WC!” sahut si anak. Maksudnya, “Mau ke WC!”

Percakapan semacam ini menjadi hal yang lumrah ketika saya berada di kampung. Percakapan itu terjadi karena jarak kamar dan jarak WC memang berjauhan.

Sebuah rumah dengan desain arsitektur tradisional Bali yang sangat erat dengan asta kosala kosali, membuat bentuk rumah saya mempunyai banyak bale-bale. Ada bale daja, bale dangin, bale delod, paon, kamar mandi, dan sebuah bale untuk metanding. Bale-bale ini terpisah satu sama lain membentuk sebuah sirkulasi ruang yang sangat besar, yang menyebabkan banyak terdapat ruang terbuka.

Bale daja yang dimaksud bangunan di bagian utara, bale dangin adalah bangunan di timur, bale delod  adalag bangunan di seblah utara, dan paon adalah dapur.

Dengan terpisahnya bale satu dengan yang lain membuat penghuninya harus berjalan keluar kamar untuk sekedar buang air atau untuk makan. Banyak sekali alasan yang membuat seseorang untuk keluar dari kamarnya.

Saking banyaknya, maka pertanyaan seperti mau ke mana akan sangat sering kita dengar, misalnya pertanyaan dari kakek yang duduk di bale daja, atau dari nenek yang menghabiskan waktu di paon, atau pertanyaan dari ayah ibu yang sekadar lewat menyaksikan kita keluar masuk kamar atau keluar masuk di ruang lainnya.

Kondisi yang berbeda saya temukan ketika mengontrak rumah di Denpasar atau ketika bermain ke rumah teman yang kedua bangunannya memakai desain arsitektur minimalis. Hampir saya tidak pernah mendengar pertanyaan “Kal kija to?”

Saya mulai mempertanyakan, apa yang menyebabkan hal seperti itu tidak hadir ketika saya tinggal di Denpasar atau berada di rumah teman saya?

Melihat dari bentuk kontrakan rumah dan rumah teman saya, akan tampak perbedaannya dengan rumah di kampung halaman. Untuk rumah di kampung, seperti yang saya jelaskan, merupakan rumah dengan arsitektur tradisional Bali. Sedang pada rumah kontrakan dan rumah teman saya, merupakan rumah yang berdesain minimalis.

Pada rumah dengan arsitektur tradisional Bali, ruang kosong yang hadir akibat adanya bangunan yang terpisah satu sama lain menjadi sebuah area sirkulasi. Area sirkulasi ini akan menghubungkan satu ruang dengan ruang yang lain, bale satu dengan bale yang lain. Tak hanya menghubungkan ruang dan bale, sirkulasi ini pulalah yang menghubungkan penghuni satu dengan penghuni lainnya.

Pertemuan bisa terjadi ketika kita keluar dari kamar untuk sekedar makan di dapur atau untuk buang air atau untuk pergi keluar rumah. Pertemuan itu akan menyebabkan sapaan, percakapan kecil, sampai percakapan panjang antarsesama anggota penghuni rumah. Hal ini yang biasanya tidak hadir pada rumah berdesain minimalis kebanyakan.

Rumah minimalis biasanya hanya memiliki satu bangunan atau satu atap, dengan sebuah kamar yang ada kamar mandi di dalamnya. Secara tidak langsung membuat penghuninya tidap perlu keluar kamar untuk mandi atau melakukan aktivitas lainnya.

Anehnya lagi, setiap fungsi rumah dalam desain rumah minimalis tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Ketika saya berkunjung ke rumah teman yang berada di kompleks perumahan berdesain minimalis misalnya, saya tidak diajak ke ruang tamu padahal teman saya memiliki ruang tersebut di rumahnya. Saya malah diajak ke kamarnya. Di sini sudah terjadi penambahan fungsi pada ruang kamar sebagai tempat penerimaan tamu.

Bertambahnya fungsi ini membuat semakin kompleks fungsi ruang kamar. Tidur dan kegiatan di dalam kamar adalah fungsi utamanya. Ditambah dengan kamar mandi yang ada di dalam kamar. Lalu bertambah lagi fungsi kamar menjadi ruang tamu. Fungsi yang beragam ini menjadikan kamar seakan-akan sebuah rumah di dalam rumah. Membuat penghuninya menjadi nyaman untuk berlama-lama diam di kamar. Karena banyaknya fungsi kamar, menyebabkan semakin sedikit pula alasan untuk keluar.

Hal ini berbanding terbalik dengan rumah arsitektur tradisional. Tamu-tamu yang berkunjung tidak diajak ke kamar. Bisa dibayangkan bagaimana reaksi orang rumah ketika melihat kita masuk mengajak kawan ke kamar? Apalagi kawan cewek?

Tamu-tamu biasanya akan dipersilakan untuk duduk di bataran bale dangin, bale daja, atau bale dauh. Duduk di bataran atau disebut lesehan, di atas sebuah alas tikar atau karpet yang mengahadap ke natah (halaman).

Dengan keadaan demikian, pembicaraan menjadi sebuah hal yang bersifat publik. Dapat dilihat dan didengarkan oleh semua anggota keluarga. Keterbukaan pun terjadi dengan adanya hal tersebut. Setidaknya anggota keluarga lain dapat beramah tamah atau sekedar berkenalan dengan sang tamu.

Rumah dengan arsitektur tradisional Bali cenderung lebih terbuka pada bangunannya. Membuat banyak aktivitas harus dilakukan di luar kamar. Aktivitas di luar ruangan tersebutlah yang kemudian membentuk perjumpaan. Menghasilkan komunikasi antarsesama anggota keluarga. Membuat kedekatan hubungan diantara keluarga jadi erat.

Sementara ruang tertutup memiliki kecenderungan untuk membuat para penghuninya bersifat tertutup. Membuat penghuninya lebih senang berdiam diri di kamar. Kalaupun keluar kamar, alasan paling banyak pasti keluar rumah untuk pergi. Jadi jika ada pertanyaan “kal kija to?”, jawabannya sudah pasti “kel pesu”.

Membandingkan rumah dengan arsitektur tradisional Bali dengan arsitektur minimalis, membuat saya jadi bertanya lagi tentang jarak. Jarak yang berjauhan tak selamanya membuat orang jadi jauh. Demikian pula dengan jarak yang dekat, tak selamanya bisa mendekatkan orang. Dalam arsitektur tradisional Bali, antarbangunan sengaja diberi jarak untuk menciptakan sirkulasi ruang. Sirkulasi yang menghubungkan bangunan, penghuni dan pertemuan. Sementara pada arsitektur minimalis, hanya punya satu bangunan. Hampir-hampir tak ada jarak antarruangan.

Ketiadaan jarak ini, bukannya membuat penghuni makin dekat, tapi justru membuat penghuninya berjarak satu sama lain. Tak banyak bahan yang bisa dimunculkan. Tak ada alasan untuk bercakap. Syukur-syukur jika para penghuninya cuma jarang bercakap. Tapi jika jarang juga memikirkan keadaan anggota keluarga mereka satu sama lain? Wah… kalau begini sih sebuah rumah bukan lagi rumah namanya… Tapi perumahan! Perumahan di dalam rumah! [T]

Badung, 2021

Tags: arsitekturbaliRumahRumah Tradisional Bali
Dedek Surya Mahadipa

Dedek Surya Mahadipa

I Wayan Dedek Surya Mahadipa. Mahasiswa Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa. Anggota Teater Kampus Warmadewa. Mulai ingin serius mendalami teater di Teater Kalangan.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Ilustrasi diolah dari berbagai sumber di google
Esai

Dari Sukaja Hingga Sukrawan – Barisan Kader PDI-P Korban Pilkada di Bali

AKHIRNYA DPD PDI-P Bali mengumumkan secara resmi bahwa Dewa Nyoman Sukrawan dipecat dari PDI-P. Ini bukan berita mengejutkan sesungguhnya. Karena ...

February 2, 2018
sumber foto: https://subak.wikispaces.com/Balinese+Calendar#discussion
Esai

Catatan Harian Sugi Lanus: Kiat Belajar & Bagawan Garga Sang Pendiri Kalender Bali

  BAGAIMANA caranya belajar kalender Bali? Jika kita serius ingin belajar kalender Bali, yang berdasar pawukon dan juga sasi(h), mau ...

February 2, 2018
Foto Ilustrasi: Dede Nyana
Esai

Nyepi Saka 1942, Sebagai Nangluk Merana, Sebagai Tolak Bala

Bali adalah satu-satunya pulau yang mempunyai satu hari spesial untuk lockdown setiap tahunnya. Nyepi (Day Off Silent) yang dilaksanakan sehari ...

March 26, 2020
Sepucuk Rindu Anak Pesisir Pantai. Kelas Inspirasi Pacitan #4 -- 4 Maret 2019
Khas

Sepucuk Rindu Anak Pesisir Pantai – Kelas Inspirasi Pacitan #4

4 Maret 2019 Aku suka perjalanan, baik itu perjalanan dekat ataupun perjalanan jauh. Baik itu beramai-ramai, berdua, atau sendiri. Bagiku ...

March 24, 2019
Pameran seni rupa karya dosen Undiksha Singaraja
Ulasan

Cara Dosen Merespons Kondisi Kekinian – Catatan Pameran Seni Rupa Dosen Undiksha

TANAH liat yang dibentuk serupa manusia itu saling bertumpuk. Sengkarut meniti tangga. Manusia-manusia liat itu berebut, bertempuk, menuju sebuah mangkuk ...

November 27, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Dedek Surya Mahadipa
Esai

Cerita-Cerita Biasa dan Tak Biasa Semasa Pandemi

by Dedek Surya Mahadipa
February 26, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1412) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (477) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In