15 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Ilustrasi tatkala.co | Nana Partha

Ilustrasi tatkala.co | Nana Partha

Pengabaian Gila-gilaan pada Orang dengan Gangguan Jiwa

dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ by dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ
October 16, 2020
in Esai

Masih di bulan Oktober, bulan awareness kesehatan jiwa, saya ingin menulis atau berbagi cerita tentang perjuangan pemenuhan hak-hak pada orang dengan gangguan jiwa. Saya menyebutnya begitu sesuai undang-undang kesehatan jiwa yang meniadakan kata “gila” tetapi menyebut teman-teman yang mengalami gangguan otak berupa gangguan jiwa sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Pemasungan

Dalam undang-undang disabilitas teman-teman yang mengalami gangguan jiwa terutama gangguan jiwa berat, dimasukkan ke dalam disabilitas psikososial. Tapi itu hanya sebatas undang-undang. Saya ingin berbagi cerita keadaan di Bali yang notabena provinsi dengan angka pengidap skizofrenia tertinggi di seluruh Indonesia. Menurut data pemerintah, seperempat diantaranya pernah mengalami pemasungan. Pemasungan ini bisa berupa dikurung, disel, dirantai ataupun dibelenggu tangan dan kaki.

Sebagian masyarakat merasa hal ini wajar dilakukan karena ketidakpahaman bahwa sebenarnya gangguan ini adalah gangguan otak yang bisa dipulihkan. Sering kita dengar atau lihat berita-berita yang diekspos media tentang beberapa tempat di Bali yang masih terjadi praktek-praktek pemasungan.

Terakhir, data dari Human Rights Watch, dalam video mereka di YouTube dan juga dirilis oleh media internasional bagaimana di Bali masih banyak terjadi hal-hal seperti ini. Yang diperlihatkan adalah contoh kasus di kabupaten Badung. Disebutkan oleh mereka, Badung adalah kabupaten terkaya di Indonesia, bukan hanya di Bali, tetapi pemasungan terhadap ODGJ masih terjadi di sana.  

Ini membuktikan bahwa sebenarnya pemasungan bukan hanya soal status ekonomi, tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya di antaranya ketidak pahaman, ketidakpedulian, dan konflik-konflik di dalam keluarga juga ikut mempengaruhi hal itu.

Juga, belum banyak edukasi soal ilmu pengetahuan ini masuk dalam bidang budaya dan sistem religi yang ada di Bali. Sehingga, jatuhlah mereka untuk lebih mudah atau lebih senang mengatakan keluarganya terkena ilmu hitam atau black magic, karena salahang bhatara ataupun kutukan daripada mengalami gangguan otak yang bisa disembuhkan.

Program ‘Bali Bebas Pasung’ sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu, dimulai dari tahun 2005 kemudian mundur menjadi 2010 lalu 2015 dan kini tidak terdengar lagi. Sebenarnya, permasalahan penanganan ODGJ ini bukan hanya soal membebaskan dari pasung. Banyak kisah-kisah heroik membebaskan dari pasung ini lalu membawa pengobatan, tapi setelah itu kemudian kembali ke rumah dan terjadi lagi pemasungan. Bahkan saya ragu data-data ini akan masih disimpan oleh orang-orang yang pernah menyelamatkan ODGJ dari pemasungan. Beberapa kali saya temui kasus seperti ini.

Melakukan pembebasan pasung tidak serta-merta membuat ODGJ menjadi berdaya. Ada permasalahan yang lebih besar yaitu ODGJ terlantar. Beberapa hari terakhir saya memantau di media sosial Facebook, teman-teman saya; Arif, Putu Dox Yudhana dan kawan-kawannya di Komunitas Anom Peduli membagikan pangan berupa nasi bungkus gratis salah satunya kepada teman-teman ODGJ yang terlantar.

Hal itu sangat baik, tetapi baik sebagai awal. Menurut hemat saya, sudah semestinya kita mengubah cara pandang pemberdayaan orang dengan gangguan jiwa  dari sistem derma atau charity, atapun juga dari sistem kebutuhan (needs) beralih kepada sistem dimana penyandang disabilitas psikososial mempunyai hak sebagai warga negara.

Investasi Negara

Selama ini, yang terjadi adalah praktek-praktek derma, bahwa negara ikut memperbaiki keadaan hanyalah sebagai rasa kasihan, sebagai derma. Bahwa  hal itu mesti dilakukan. Itulah yang membuat kemudian alokasi dana untuk hal-hal semacam ini seringkali hanya ala kadarnya, dan sering kali yang hanya menjadi pencitraan, bahwa hal-hal ini sudah ditangani.

Sedangkan, ketika kita menggunakan cara pandang kebutuhan di mana “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”, lagi-lagi pemenuhan kebutuhan terhadap ODGJ hanyalah bersifat temporer dan kasus per kasus; di mana ada kasus yang kita temukan kita tangani, di tempat lain kita temukan kasus kita tangani. Apa yang dilakukan belum menjadi sebuah sistem. Perlu kita mendorong negara untuk memberikan investasi pada kesehatan jiwa, tidak hanya penanganan ODGJ berat, tetapi juga antisipasi dan pencegahan agar taraf kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga, apalagi di masa pandemi seperti sekarang.

Sistem penanganan ODGJ harus diperbaiki, mulai dari promosi dan edukasi kesehatan jiwa; bahwa kesehatan jiwa bukan berarti hanya soal “gila”, pemasungan dan penelantaran tetapi juga hal-hal yang mengganggu kualitas hidup dalam keluarga. Hal lainnya, pemenuhan pengobatan. Bagaimana pengobatan-pengobatan standar pada kesehatan jiwa juga disediakan pada taraf layanan kesehatan terkecil dan ada tersedia sepanjang tahun.

Masyarakat juga perlu mengarahkan kepeduliannya dengan baik. Kepedulian yang baik bukanlah memasukkan ODGJ ke media sosial dalam bentuk prank, menertawakan cara bicaranya apalagi seperti fenomena akhir-akhir ini dimana ODGJ yang berada di panti dimasukkan acara podcast lucu-lucuan. Apakah kita manusia yang gemar menertawakan kondisi disabilitas seseorang?

Panti Bina Laras

Perlu juga pemberdayaan dan rehabilitasi, seperti misalnya Rumah Berdaya atau apapun sebutannya. Dimana seseorang ODGJ bisa mendapatkan rehabilitasi psikososial di dekat tempat pemukimannya. Bagi ODGJ terlantar, sudah waktunya negara berinvestasi untuk membangun panti-panti sosial Bina Laras. Mungkin dimulai dari satu provinsi dulu. Di Bali kita belum mempunyai panti Bina Laras. Bisa Anda bayangkan, ketika ada razia terhadap ODGJ yang terlantar di kota-kota atau kabupaten, ke mana mereka akan ditampung dan disalurkan.

Benar, mereka bisa mendapatkan pengobatan di rumah sakit jiwa. Tetapi, setelah itu bagaimana? Tempat mereka bukanlah sepanjang usia berada di rumah sakit jiwa. Terkadang kita kesulitan mencari informasi dimana tempat tinggal asal ODGJ terlantar atau adakah keluarganya.

Tiada pun keluarga sebenarnya mereka tetaplah warga negara Indonesia yang mempunyai hak-hak atas dirinya sendiri, hak atas identitas dan hak atas pemenuhan kebutuhan. Marilah kita dorong negara untuk tampil membuat panti Bina Laras, misalnya di Bali. Sehingga kawan-kawan saya; Arif dan Putu Dox Yudhana dari Komunitas Anom Peduli tidak perlu setiap hari membagikan pangan untuk selama-lamanya.

Hal itu baik, tapi kita perlu proses berkelanjutan.Sehingga teman-teman yang bergerak di komunitas sosial seperti ini bisa juga mengalihkan fokus pada hal-hal yang lain, mengisi ruang-ruang kosong yang belum diambil oleh negara. Saya pikir pengabaian gila-gilaan pada orang dengan gangguan  jiwa harus disudahi. Skizofrenia atau gangguan jiwa berat bukanlah gila tetapi butuh orang-orang “gila” seperti kita yang peduli pada mereka. Salam mantap jiwa.

dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ

dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ

Psikiater di Klinik Utama Sudirman Medical Center (SMC) Denpasar, Founder Rumah Berdaya, Pegiat kesehatan jiwa di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) simpul Bali dan Komunitas Teman Baik

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Foto-foto Dok Minikino
Khas

Empat Remaja Menjadi Juri Internasional di Minikino Film Week 5

Youth Jury Camp 2019 telah dilangsungkan selama 3 hari di Mash Denpasar, sejak Jumat (21/6) sampai Minggu (23/6/2019). Youth Jury ...

June 29, 2019
(ANTARA FOTO/Wira Suryantala)
Esai

Orang Bali dan Garuda

Sebagai orang yang lahir dan besar serta hingga sekarang berada di Bali, menurut saya, orang Bali akrab dengan garuda. Secara ...

December 7, 2019
Salah satu drama gong gaya Buleleng #Foto: koleksi penulis
Ulasan

Tentang Drama Gong: Ingat, Gaya Buleleng dan Bali Selatan itu Beda

(Tulisan ini dibuat dalam rangka menyongsong Serasehan Drama Gong yang rencananya digelar di Denpasar, 6 Agustus 2016) DI Bali, sebelum ...

February 2, 2018
Bruce Wayne - Lucius Fox  dalam The Dark Knight/net
Opini

Hitam-Putih Film Barat dan Evolusi Negeri Kita

SEBAGAI salah satu pecinta film, saya sering terkagum-kagum dengan film barat. Bukan hanya karena kecanggihan teknologi dan alur ceritanya, namun ...

February 2, 2018
Esai

Skripsi dan Si Mahasiswa “Bodo Amat” yang Duluan Tamat

Memasuki semester tua, kecemasan-kecemasan itu muncul ketika sudah berhadapan dengan masalah skripsi yang dimulai biasanya dengan mengajukan ide penelitian atau ...

July 12, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In