23 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Penakluk Dunia, Bernama Corona

Putu Arya Nugraha by Putu Arya Nugraha
March 15, 2020
in Esai
230
SHARES

Dalam bahasa Spanyol, Corona punya arti mahkota dan pada Kamis, 12 Maret 2020, virus Corona baru yang diberi nama Covid-19, menerima mahkotanya dari badan kesehatan dunia (WHO), sebuah pandemi. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana atau meliputi geografi yang luas.

Artinya, virus Corona telah diakui menyebar luas hampir ke seluruh dunia. WHO sendiri mendefinisikan pandemi sebagai situasi ketika populasi seluruh dunia ada kemungkinan akan terkena infeksi ini dan berpotensi sebagian dari mereka jatuh sakit.Adakah sebuah nama akan mencari maknanya sendiri? Pada tahun 2002, generasi pendahulu virus Corona penyebab SARS (severe acute respiratory syndrome) pun menyebabkan sebuah pandemi yang menakutkan dunia.

Bicara pandemi, jika ditelusuri sejarah epidemiologinya, kita akan temukan wabah-wabah penyakit lain yang jauh lebih mematikan daripada virus Corona. Flu Spanyol di tahun 1918 adalah wabah global influenza yang diperkirakan telah merenggut 50 juta nyawa penduduk bumi, terutama di Eropa. Raja Spanyol Alfonso XIII dan sejumlah politisi terkemuka pada saat itu pun tak lolos dari virus mematikan ini.

Hal menarik yang bisa menjadi pelajaran penting dari wabah ini adalah, adanya kaitan yang kuat antara penyebaran virus yang cepat dengan penurunan sistem imun masyarakat, bukan saja pada kekuatan antibodi individu, namun lebih luas, juga pada daya tahan peradaban masyarakat. Wabah terjadi pada masa bulan-bulan terakhir perang dunia I yang telah merusak segala hal, kekuatan ekonomi, peradaban budaya hingga infrastruktur pendidikan dan kesehatan.

Di Front Barat, area utama medan pertempuran perang dunia I, meliputi Belgia, Perancis dan Jerman, tentara yang hidup dalam kondisi sempit, kotor, dan lembab menjadi rentan terhadap infeksi. Jelas sekali, umat manusia selalu punya peranan dalam kerusakan lingkungan yang lalu tak bisa mengelak menerima dampak buruk darinya.

Pandemi paling kejam dalam sejarah manusia tentulah wabah The Black Death. Sebutan ini cukup pantas untuk wabah yang telah membunuh hingga dua pertiga populasi Eropa, diperkirakan sebanyak 200 juta jiwa, di sekitar abad ke-14. Wabah ini pun merembet hingga ke pulau Jawa, dikenal sebagai penyakit pes yang dibawa oleh awak kapal dagang dan penumpangnya disertai migrasi tikus dari Eropa ke Asia.

Penyakit pes disebabkan oleh kuman bakteri Yersinia pestis yang terdapat dalam kutu tikus, khususnya tikus hitam yang suka tinggal di dekat manusia. Tak hanya pembawanya saja tikus yang berwarna hitam, namun gejala penyakit ini memang telah menyebabkan kulit mereka menghitam, biasanya di bagian jari tangan, jari kaki, atau ujung hidung. Kehitaman itu muncul akibat adanya jaringan yang mati. Dan maut yang telah mengurangi penduduk Eropa sampai tinggal 40% saja adalah langit hitam yang sedang memayungi daratan Eropa dan hati seluruh warganya saat itu.

Uniknya, saat ini beberapa masyarakat justru memakan daging tikus sebagai hidungan kuliner yang kerap menjadi perbincangan karena dipandang ekstrim. Kebiasaan ini bisa kita jumpai pada masyarakat Tomohon Sulawesi Utara atau tentu saja di kota Wuhan, propinsi Hubei, China dari mana pertama kali wabah virus Corona baru yang sedang kita hadapi muncul. Sekali lagi, selalu saja ada campur tangan manusia dalam satu peristiwa biologis yang akan mengguncang dunia, sekecil apapun tampaknya prilaku itu.

Covid-19 telah membekap 155 negara dengan total jumlah kasus mencapai lebih dari 125 ribu orang dan lebih dari empat ribu orang meninggal dunia.

Oh ya, jangan lupa tambahan kasus sekitar 700 orang di kapal pesiar Diamond Princess dengan korban meninggal sebanyak tujuh orang. Banyak negara yang sebagian kota-kotanya diputuskan untuk di-lock down. Italia bagian utara yang indah, kini bahkan lumpuh bak kota mati. Kenapa dunia panik dan seakan-akan belum pernah menghadapi pandemi? Bukankah Flu Spanyol telah membunuh 50 juta manuasia dan The Black Death menyisakan cuma 40% penduduk Eropa?

Entahlah, yang pasti manusia memang sejak dalam pikirannya tidak pernah adil saat berhadapan dengan bahagia dan derita. Seperti halnya kita selalu menanti dengan rasa riang sebuah kelahiran dan tak pernah ikhlas akan pedihnya kematian. Pandemi mungkin akan selalu hadir untuk mengingatkan manusia di bumi bahwa penderitaan itu setara dengan kesejahteraan.

Maka, sungguhlah kesejahteraan itu harus malu berhadapan dengan penderitaan yang kita biarkan, yang tak kita pedulikan, lebih-lebih bila telah kita ciptakan sendiri. Jika ledakan bom atom adalah reaksi berantai antar ion yang menghasilkan daya rusak yang maha besar, mungkinkah pandemi Covid-19 terjadi tiba-tiba begitu saja, seperti cinta pada pantangan pertama? Jasad renik yang sering kita abaikan akan selalu datang merebut mahkota setiap raja di dunia yang kerap kebingungan di atas singgasananya. [T]

Tags: virusvirus corona
Putu Arya Nugraha

Putu Arya Nugraha

Dokter dan penulis. Penulis buku "Merayakan Ingatan", "Obat bagi Yang Sehat" dan "Filosofi Sehat". Kini menjadi Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Buleleng

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co [Satia Guna]
Cerpen

Kupu-Kupu Merah Bata | Cerpen I Putu Agus Phebi Rosadi

by I Putu Agus Phebi Rosadi
January 23, 2021
Ilustrasi Manik Sukadana [diolah dari sumber pixabay.com]
Esai

Nyӗpi dan Api

Rujukan Sastra Enjangnya anyӗpi mati gӗni, tan wӗnang anambut gawe, salwirnya, agӗni-agӗni kunang saparani genahnya, kalinganya, sang wruh ing tatwa ...

March 9, 2020
Acara pertanggungjawaban di LPD Desa Adat Selatnyuhan, Desa Pengiangan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli,
Esai

Terima Kasih, Saya Kuliah D3 Hingga S2 dengan Modal Pinjaman di LPD

Hari Minggu, tanggal 1 Maret 2020 bertepatan dengan Hari Manis Kuningan, saya tumben mengikuti acara pertanggungjawaban pengurus Lembaga Perkreditan Desa ...

March 1, 2020
Opini

Model Tata Kelola Kolegial, Masihkah Tepat Mencegah Perilaku Koruptif di Perguruan Tinggi Swasta?

  Otonomi Perguruan Tinggi dan Konsekuensinya Reformasi tata kelola perguruan tinggi dimulai pada saat munculnya Kepmendiknas No. 184/U/2001 Tentang Pedoman ...

February 2, 2018
E.Alexander Power/Wikipedia
Esai

“Menjeepee” – Cerita Nyepi dalam Catatan Wartawan Amerika Pertama ke Bali

Dua tahun sesudah Perang Dunia I berakhir, seorang wartawan perang Amerika Serikat mendarat beserta rombongannya di Boeleleng dengan sedikit kecewa. ...

March 19, 2019
Patung-patung di Merajan Griya Kelodan Sawan
Khas

Pematung Ida Nyoman Karang dari Griya Kelodan Sawan # Melacak Jejak Sejarah Seni Rupa dari Museum Buleleng [3]

Baca juga: Dalang Banyuning # Melacak Jejak Sejarah Seni Rupa dari Museum Buleleng Wayan Dasta dan “Unknown Artist From North ...

January 19, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

KEMUNCULAN SERIRIT DALAM PETA BALI UTARA | Kilas Balik Kemunculan Desa-Desa Buleleng Barat

by Sugi Lanus
January 22, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1354) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In