18 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Hari Aids, 1 Desember – “Pengalaman Sebagai Relawan Aids”

Putu Arya Nugraha by Putu Arya Nugraha
November 30, 2019
in Esai
158
SHARES

 Indonesia menjadi salah satu negara yang termasuk dalam kawasan Asia Pasifik. Kawasan yang menduduki peringkat ketiga sebagai wilayah dengan pengidap HIV/AIDS terbanyak di seluruh dunia dengan total penderita sebanyak 5,2 juta jiwa. Indonesia menyumbang angka 620.000 jumlah kasus. Propinsi Bali berada di peringkat ke-5 di Indonesia dengan 21.000 jumlah kasus dan kabupaten Buleleng dengan perkiraan tiga ribuan kasus menjadikannya sebagai kabupaten dengan jumlah kasus ke-3 terbanyak di Bali. Masalah sangat serius yang sebetulnya dihadapi oleh bangsa saat ini bukan saja penyebaran virus HIV itu sendiri, melainkan budaya buruk hipokrit. Ia telah menciptakan sebuah paradoks.

Kasus penderita Aids yang terus bertambah pesat di negeri yang sangat taat beragama, bahkan dengan kecenderungan fanatik. Apa yang salah dengan budaya hipokrit?

Budaya hipokrit atau sifat munafik adalah penyakit yang tak bergejala. Dalam dunia medis, persoalan serius muncul saat suatu penyakit berbahaya dan mematikan tak menunjukkan gejala dan tanda. Ambillah satu contoh klasik lain, hipertensi. Sebanyak 80% penderita penyakit ini tak menyadari penyakitnya, sebuah keadaan “hipokrit biologis”, bahkan saat tekanan darahnya melonjak sampai sistole 200 mm air raksa pun tak memberi keluhan apa-apa, suatu keadaan yang sangat mengancam. Teori inilah yang diadopsi dalam dunia intelejen, mengirim mata-mata atau eksekutor tanpa disadari lalu mengambil kesempatan untuk menusuk melumpuhkan. Budaya hipokrit sebuah bangsa jelas membawa dampak buruk untuk membangun atmosfir keterbukaan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sulit. Berikut satu implikasi sikap hipokrit yang berimbas pada lajunya penyebaran virus HIV.

Sikap seperti itu tanpa disadari telah menutupi mata kita akan realitas penyebab penyebaran virus HIV yang terutama adalah prilaku seks yang tidak aman. Satu prilaku yang menjadi kebutuhan dasar biologis setiap manusia. Lalu bisakah untuk mencegah penularan HIV kita cukup melarang seseorang melakukan seks? Atau mengharuskan melakukan seks hanya dengan satu pasangan saja? Bahkan di seluruh dunia sekalipun, fenomena biologis tak cukup berhasil dikendalikan dengan penekanan moralitas. Ia butuh pendekatan kemanusiaan dan bukan kesucian.

Maka semestinya kita tak malu-malu untuk melakukan pendidikan seks yang lebih lugas dan kampanye penggunaan kondom. Demikian pula pengalaman saya dalam menangani pasien-pasien Aids. Satu prinsip dasar yang dibutuhkan dalam penyembuhan yaitu sikap pasien menerima penyakitnya masih sangat sulit dalam budaya kita. Sebagian besar pasien masih sulit keluar dari fase denial. Ini pun bukan tanpa alasan, ini semua terjadi karena kita sebagai masyarakat, bahkan boleh dikatakan oleh keluarganya sendiri pun masih kerap mengucilkan mereka dalam ruang gelap stigmatisasi. Saya kembali menulis tentang Aids di hari Aids sedunia 1 Desember ini, sebelumnya telah ada dua tulisan terkait HIV/Aids dalam kolom ini berjudul “Anak-anak Kita dan HIV” dan “Tetap Sehat Dengan Kondom”.

Pengalaman Menjadi Relawan Aids

Saya termasuk orang beruntung, karena pernah bergaul dekat dengan kaum ODHA saat mereka masih tampak sangat sehat, karena telah terdeteksi pada stadium awal. Ketika itu infeksi HIV masih menjadi penyakit yang sangat mewah, di tahun sembilanpuluhan. Karena masih merupakan penyakit yang cukup langka dan selalu menjadi sorotan masyarakat. Lain halnya dengan keadaan sekarang saat penyakit ini telah berserakan hampir di setiap RS dan bukan lagi menjadi “barang mewah”. Saat itu, sepulang kuliah saya sering mengisi waktu bersama mereka,

ODHA yang masih begitu muda-muda untuk sharing keliling Bali berbagi soal HIV/Aids. Hal yang perlu dihargai dari mereka adalah, timbulnya motivasi yang kuat dari keterpurukaan dengan prinsip “Bagi kami saat ini bukanlah panjangnya hari, melainkan artinya hari”. Mereka paham, dengan tingkat kesembuhan yang rendah dan besarnya risiko infeksi opurtunistik (infeksi yang disebabkan karena penurunan daya tahan tubuh dalam lingkungan yang banyak kuman) hidup mereka takkan terlalu panjang. Maka dengan pengalaman buruk riil yang mereka alami akan menjadi pesan yang cukup kuat untuk generasi muda lain dalam komunitas untuk berprilaku lebih aman, syukur-syukur bisa bersikap lebih baik.

HIV Yang Unggul

Saat ini pun, bersama Yayasan Sesama Singaraja saya masih beruntung karena tetap dapat membantu pasien-pasien Aids, dalam pengobatan maupun memberi dukungan dalam berbagai hal. Bedanya saat ini pasien-pasien yang saya hadapi adalah mereka yang sudah dalam keadaan-keadaan sangat lemah dan sakit berat. Ini, sepertinya sesuai dengan teori tiga epidemi HIV yaitu pertama epidemi infeksi HIV pada kelompok penduduk Afrika sub Sahara, kedua epidemi penularan HIV ke seluruh dunia dan ketiga epidemi pasien-pasien pada fase Aids.

Seoalah-olah ini memang sebuah siklus yang saya pun harus jalani. Saat remaja dulu, pada masa kuliah saya berteman dengan ODHA yang tampak masih sehat, bersama-sama menjadi volunteer sebagai pendidik sebaya. Saat ini ketika sudah menjadi dokter ahli penyakit dalam, saya melayani mereka, ODHA yang sebagian besar dalam keadaan sangat buruk dalam ancaman kematian. Dalam kurun waktu dari awal sembilanpuluhan hingga sekarang (30 tahun), melihat keadaan seperti ini, rasanya kita harus mengakui kita telah gagal dalam penanggulangan penyebaran HIV. Virus ini tetap memimpin.Berbagai

Mitos

Serius, kita betul-betul kalah menghadapi virus bengal ini. Padahal dalam ilmu jasad renik (mikrobiologi), virus ini aslinya sedemikian rapuh. Mati seketika saat kena sinar matahari atau air sabun. Pastilah ada yang salah di sana, kenapa ia lestari bestari. Kita kalah karena tak betul-betul mau berhadapan dengan virus dan penyakit ini. Kita selalu mengucilkannya, menyangkal keberadaannya bahkan cuma mengarahkan kebencian.

Kita terus membangun lorong gelap stigma kepada penderitanya, menghindari mereka alih-alih memeluknya. Lorong gelaplah yang menumbuhkan mereka dengan subur, saat tak ada sinar mentari di sana. Bahkan takut memandikan jasad mereka yang sudah takkan menularkan apa-apa lagi. Mungkin akan ada obat-obat yang semakin hebat, namun tanpa kasih sayang dan spirit humanisme itu takkan cukup berarti. Stop Aids right now! [T]

Tags: AIDSHIVkesehatan
Putu Arya Nugraha

Putu Arya Nugraha

Dokter dan penulis. Penulis buku "Merayakan Ingatan", "Obat bagi Yang Sehat" dan "Filosofi Sehat". Kini menjadi Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Buleleng

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
9 perempuan book launch
Essay

Still We Rise | Balinese Women Movements: 2 Empowering Projects, 21 Inspiring Women

2021 - A New Year for More Female Voices “Still I rise”. Lecturer, writer, and feminist activist Sonia Kadek Piscayanti...

by Irina Savu-Cristea
December 24, 2020

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Ilustrasi Tatkala/ Jro Adit Alamsta
Esai

Pulau Cuntaka: Selingkuh, Gantung Diri, Buang Bayi…

Cinta, sebuah kata yang tiada jelas rupanya, tapi jadi jelas ketika ada yang berkhianat. Wujud rupanya: Cekcok mulut, adu jotos, ...

February 1, 2020
Mural yang  dibuat oleh Komunitas Djamur.
Esai

Mural Nestapa Pulau Subak

Di malam hari yang cerah setelah memasuki areal Bentara Budaya Bali, derap langkah bergetar melintasi keramaian pengunjung di ruang galeri ...

March 13, 2020
Esai

Kumpulan Esai Serba-serbi KKN: Cinlok, Uji Kesetiaan dan Pembuktian Kaum Jomlo

Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah proses akademik, namun di dalamnya ada sesuatu yang selalu seperti mendominasi, ialah Romantika. Bukan hanya ...

February 2, 2018
Esai

Wisata Monolog Teater Kalangan: Yang Asing Dirayakan, Yang Raya Diasingkan

  Selamat datang di Wisata Monolog Teater Kalangan! Kepada kawan-kawan yang merasa asing di rumah sendiri. Kepada kawan-kawan yang sudah ...

February 2, 2018
Satu adegan dalam pementasan teater Sang Guru oleh Komunitas Senja (Foto: Riyan Giggs Teater Sadewa)
Ulasan

Konflik Batin Guru Honor – Catatan Pentas “Sang Guru” Komunitas Senja & Teater Cahaya

Gedung Ksirarnawa Art Center, Taman Budaya Denpasar, cukup ramai walau kursi penonton tidak penuh. Beberapa anak-anak dan orang dewasa membaur ...

May 21, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Gus Bass [Foto dokumentasi penulis]
Esai

Gus Bass, Bumbu Sate dan Tempe | Catatan Orang Tua tentang Menu untuk Anak

by Gus Surya Bharata
January 17, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1349) Essay (6) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In