31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Menakar Puisi, Menapaki Sunyi Kelompok Sekali Pentas

Wendra WijayabyWendra Wijaya
November 10, 2019
inUlasan
Menakar Puisi, Menapaki Sunyi Kelompok Sekali Pentas

Kelompok Sekali Pentas [Foto-foto: Ruang Hujan x Himatografi]

64
SHARES

Seorang perempuan berjalan menunduk. Sekelilingnya sunyi, sawah sepi kini. Sendiri saja ia, dalam huma propaganda. Ia merindukan keriangan masa kanak-kanak. Di batas sunyi itulah, dengung terdengar memenuhi Kalangan Ayodya Art Center, Denpasar. Sore itu, ia mencari ketawa. Atau barangkali ia mencari tawanya yang telah lama hilang, dalam dirinya.

Bermula sunyi, pentas musikalisasi puisi bertajuk Di Dalam Dada Jalan Subak Nyepi oleh Kelompok Sekali Pentas, Denpasar digelar. Seperti kilasan, seperti bayang-bayang, suara-suara dan tawa mulai terdengar. Beberapa orang mendekat berlarian. Mereka bermain baling-baling, menghalau burung-burung. Sesaat kemudian, harmoni kesedihan tercipta bersama gitar dan biola yang menyayat jauh di kedalaman.

Musikalisasi puisi Jalan Subak yang Menanjak karya Made Adnyana Ole menjadi pembuka pentas tersebut. Puisi ini sekaligus menjadi dasar pijak pertunjukan, termasuk di dalam upaya membangun dimensi melalui art¬¬¬¬istik panggung yang ditata Gumi Gegirang. Secara gamblang, hal ini bisa dilihat dari baris-baris puisi berikut;

Jalan subak

Jauh menanjak

Meminang air di sangkar awan

Yang dijaga pawang muda

Pada jaman kilau cuaca

Sedang taman padi yang selalu berbunga

Dan isak penyesalan burung-burung

Kini terperangkap dalam bingkai lukisan

………………..

Bertahun-tahun, berbagai bentuk kesenian –termasuk musikalisasi puisi yang menjadi “anak kandung puisi”, telah menjadi media komunikasi yang jujur memotret sosiokultural masyarakat, setidaknya kondisi yang terjadi di seputaran diri si pencipta. Dan sudah sepatutnya, siapa pun yang mentransformasikannya menjadi bentuk baru, serumit atau sesederhana apa pun, mesti memiliki keberpihakan yang cukup untuk menjaga ruh yang melekat pada karya awal tersebut.


Kelompok Sekali Pentas [Foto: Ruang Hujan x Himatografi]

Berangkat dari puisi tentang sawah (yang telah banyak ditinggalkan), pertunjukan dilanjutkan dengan musikalisasi puisi Di Dalam Dada karya Subagio Sastrowardoyo. Puisi menggambarkan suasana dialogis antara “diri” dengan “sesuatu di luar diri”. Seolah mikrokosmos tengah mengikat janji dengan makrokosmos untuk bercengkrama di satu tempat dalam satu waktu tertentu, lalu saling mengingatkan.

Masih dalam kepedihan yang sama, sunyi yang nyaris tak berbeda, musikalisasi puisi Di Dalam Dada dibangun dengan menghadirkan suasana rimba raya, yang kental dengan nyanyian suku pedalaman. Inilah bentuk ketakjuban atas keunikan sekaligus pembacaan tanda-tanda yang dikandung puisi, untuk kemudian memberikan tawaran pencapaian yang berbeda dalam karya musikalisasi puisi yang diciptakan.

Meski sunyi dan kepedihan begitu mendominasi, pentas musikalisasi ini sesungguhnya berbicara tentang cinta sebagai awal dari segala kehidupan: kepedihan juga suka cita. Untuk menampilkan cinta yang berbeda, Kelompok Sekali Pentas menghadirkan puisi Satu Perahu milik W. Sunarta, berbicara tentang keikhlasan dan penyerahan diri yang utuh. Puisi ini disajikan secara sederhana dan begitu romantis, dibangun dengan instrumen gitar, keyboard dan biola. Mereka mencoba menyederhanakan segala kemungkinan notasi untuk menghidupkan kalimat paling cinta dalam puisi tersebut.

……………

Genggam tanganku lebih erat

Biarkan perahu kita hanyut

Menurut kehendak air

Bait terakhir dari puisi yang terdiri dari empat bait menjadi ruh bagi Satu Perahu. Dari tiga baris inilah kesadaran kelompok terbentuk sejak 1 Januari 2011 itu tumbuh untuk menciptakan sunyi dalam dimensi yang menggugah. Kesadaran akan cinta, juga keikhlasan untuk menyajikan puisi agar tetap tinggal dalam kesederhanaannya.


Kelompok Sekali Pentas [Foto: Ruang Hujan x Himatografi]

Pertarungan

Heri Windi Anggara sebagai motor Kelompok Sekali Pentas benar-benar tak menginginkan pertunjukan ini berhenti sebatas hiburan semata. Jauh melampauinya, ia berupaya menyusun mozaik-mozaik kemungkinan puisi menjadi sesuatu yang sarat pesan, menjadi kritik sekaligus otokritik. Seperti yang tertuang dalam sinopsis pertunjukan; maka apa lagi yang tersisa saat sawah telah lenyap dari pandangan mata? Selain menyerah pada sesal yang “Nyepi”.

Maka benarlah, hidup adalah pertarungan. Menang dan kalah menjadi hal yang biasa. Namun selama masih ada nafas, menyerah bukanlah pilihan. Upaya-upaya untuk meneguhkan keyakinan harus tetap diperjuangkan dengan penuh kesadaran.

Semangat ini begitu kental dalam musikalisi puisi Lagu Orang Kalah karya D Zawawi Imron. Dengan menggunakan teknik damp gitar dan biola yang melibas, intro musik yang dibangun merepresentasikan detak waktu yang bergegas, dalam ketertekanan. Begitu pedih lagu ini ketika bait pertama dinyanyikan. Namun kepedihan tak perlu berlama-lama. Dalam bait-bait berikutnya, musik berubah garang, mengobarkannya menjadi api yang menghapus goresan baja. Menjawab tantangan demi tantangan, meski dalam ketidakberdayaan sekalipun. Seperti yang tersurat dalam puisi; mayat-mayat yang mengaku kalah/senyumnya makin bergigi.


Kelompok Sekali Pentas [Foto: Ruang Hujan x Himatografi]

Sebagai puncak pertunjukan, kelompok yang terdiri dari Heri, Zico (gitar), Colby (bass), Chumani (keyboard), Monique, Tia (biola) dan Yustin, Tria, Nina (vocal) ini berkolaborasi dengan Kacak Kicak Puppet Theatre pimpinan “Jong” Santiasa Putra. Mereka mengeksplorasi puisi Nyepi karya Riki Dhamparan Putra dalam bentuk musik teaterikal. Pada puisi yang terdiri dari 1 (satu) kata Kukuuuruuyuuuuuuk ini, sepi disajikan dengan mengeksplorasi musik dalam puncak gemuruh. Maka hadirlah bunyi-bunyi noise yang menyelubung, permainan musik dalam birama yang tak sama, hingga eksplorasi vocal padat yang bersahutan.

Betapa kontradiktif, betapa menampar kesadaran. Nyepi yang begitu kontemplatif, dimaknai dengan suara-suara yang menggelegar. Mereka memotret suasana Nyepi hari ini yang begitu gemuruh dengan keinginan. Manekin dan televisi yang terkoneksi, hadir dalam pertunjukan seolah meledek siapa pun yang menyaksikannya. Bahwa kita semua, terlalu suntuk terhadap hal-hal yang berada di luar diri, kemudian abai terhadap sesuatu yang menjadi esensi.

Kelompok Sekali Pentas terasa benar menjaga keutuhan pertunjukan mereka, termasuk dalam pemilihan puisi untuk mendukung konsep serta gagasan yang ingin dimunculkan. Melalui kedekatan rasa dan tema, mereka membangun skenario secara perlahan dan sabar agar komunikasi yang dibangun benar-benar sampai dan bisa menjadi renungan bersama. Bahwa, Nyepi bagi diri adalah juga bentuk meditasi yang lain, manakala iklan dan propaganda begitu lihai menyurutkan intensitas interaksi sosial. Seperti hari ini, juga di waktu-waktu mendatang.

Noise masih liar terdengar. Satu per satu, mereka meninggalkan panggung pertunjukan, meninggalkan teror bagi penonton yang memadati Kalangan Ayodya. Suara-suara itu masih terus terdengar. Semakin kencang, lalu sunyi seketika mengakhiri pertunjukan, bersama hari yang mulai berangkat malam. [T]

Tags: musikalisasi puisiPuisi
Previous Post

Generasi Z: Cintanya Tak Terbalaskan

Next Post

Beda Gaya Sama Rasa: Disparitas Komunitas Sastra dalam Ekosistem Sastra di Bali Hari Ini

Wendra Wijaya

Wendra Wijaya

pengamat musik pengamat puisi, main musik juga menulis puisi

Next Post
Beda Gaya Sama Rasa: Disparitas Komunitas Sastra dalam Ekosistem Sastra di Bali Hari Ini

Beda Gaya Sama Rasa: Disparitas Komunitas Sastra dalam Ekosistem Sastra di Bali Hari Ini

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co