Kopi adalah salah satu minuman favorit bagi orang banyak. Tapi tidak bagi saya. Meskipun saya ini anak dari seorang buruh kopi (buruh ya, bukan pengusaha), sedikitpun saya tidak tahu tentang kopi. Apa manfaatnya bagi kesehatan atau (mungkin) bagi kecantikan?
Tapi saat ini saya berusaha untuk belajar. Belajar menikmati kopi sebagaimana yang orang lain lakukan. Tapi masih gagal. Saya harus membiarkan kopi itu dingin, lalu saya sruput sekaligus sampai habis. Konyol kan? Namanya juga usaha. Yang penting ngopi.
Suatu ketika saya diajak untuk mengikuti acara tester kopi di Denpasar tepatnya di Kedai Kopi Tjangkir Kosong di Jalan Tukad Barito Timur No.99X, Renon, Denpasar Selatan milik orang yang saya kenal setahun lalu, pada acara Bulcofest (Buleleng Coffee Festival).
Oh ya, sedikit saya cerita mengenai Bulcofest. Saat itu Sabtu, 1 Desember 2018 dipamerkan beberapa kopi khas Buleleng, seperti Kopi Banyuatis, Kopi Sepang, Kopi Sekumpul, Kopi Lemukih, Kopi Galungan dan ada juga Kopi Kopang dari Pucak Sari Kecamatan Busungbiu.
Masing-masing kopi itu memiliki rasa yang berbeda dan khas. Itu, katanya. Karena saya bukan penyuka dan peminum kopi jadi saya hanya bisa bilang “katanya” saja. Waktu itu, saya berkeliling menjelajahi satu per satu stand kopi yang berjejer di tengah persawahan.
Meskipun saya bukan peminum dan penyuka kopi, ada rasa penasaran sedikit dengan rasa-rasa kopi itu. Tapi sayang, hanya ada dua stand yang menyajikan kopi yang siap dinikmati. Selebihnya hanya ada serbuk kopi dan biji kopi.
Ya, menurut saya sih, setiap kopi yang dipamerkan harusnya menyediakan kopi yang diseduh dan disajikan kepada pengunjung agar mereka tahu bagaimana rasa kopi yang katanya khas Buleleng dan yang katanya rasanya berbeda satu dengan yang lainnya. Selain itu sebaiknya juga disediakan sedikit ruang untuk menampilkan bagaimana cara mengolah kopi. Jadi pengunjung bisa tahu cara menyajikan kopi yang nikmat.
Oke, kita kembali ke acara tester di Denpasar. Saya berangkat dari Singaraja dengan membawa dua sampel kopi, Kopi Moola dari Desa Pedawa dan Kopitem dari Desa Sekumpul. Dua-duanya robusta.
Waktu itu tanggal 5 Juni 2019. Tepat di Hari Raya Idul Fitri. Sampai di sana mulailah tester. Agung Pribadianto atau saya memaggilnya Mas Agung, si pemilik Kedai Tjangkir Kosong itu. Ia menyiapkan 5 cangkir kopi. Di antaranya ada Kopi Moola Pedawa (Robusta), Kopitem Sekumpul (Robusta), Kopi Kintamani (Arabika), Kopi Ijen Raung (Arabika) dan Kopi Jagong Jeget (Arabika).
Kopi-kopi itu lalu dihaluskan namun masih sedikit agak kasar. Aroma kopinya itu… hmmmmm, kopi banget (namanya juga kopi. Kalau bau melati?)
Setelah melalui tahap grinder (selip kasar) semua kopi diseduh dengan takaran 10-12 gram kopi dan 100 ml air. Setelah siap kami dan juga pengunjung di kedai itu dipersilahkan untuk mencicipi kelima kopi itu. Saya pun tak mau ketinggalan. Padahal saya sama sekali tidak berminat untuk mencicipi. Tapi karena penasaran, ya saya ikut-ikut saja.
Pertama saya cicip Kopi Kintamani (Arabika) rasanya asam tapi ada manis-manisnya gitu. Lalu geser ke Kopi Jagong Jeget (Arabika) rasanya masih asam tapi sedikit strong. Lalu yang ketiga Kopi Ijen Raung (Arabika) rasanya tetap asam dan semakin kuat, tapi ada pahitnya sedikit.
Lanjut ke Kopitem Sekumpul (Robusta) rasanya pekat, pahit sekali tapi tidak menempel terlalu lama di lidah. Terakhir saya cecap Kopi Moola Pedawa (Robusta), pahit dan tidak terlalu pekat namun rasa pahitnya masih menempel lama di lidah. Ini pengalaman saya mencicipi kopi, lima sekaligus.
Sempat saya berpikir akan seperti apa nanti perut saya, tumben dan tiba-tiba minum kopi lima sekaligus. Walau hanya icip-icip. Ada perasaan khawatir sesaat setelah mencicipi kopi dengan rasa yang berbeda. Tapi beruntung sampai saat ini saya masih baik-baik saja.
Tester pertama selesai. Geser ke tester kedua. Kali ini kopi yang kami bawa dari Singaraja (Kopi Moola Pedawa dan Kopitem Sekumpul) diracik dengan dicampur susu. Komposisinya, 12 gram kopi, 100 ml air dan dua sendok makan susu kental manis.
Pertama saya disodori Kopi Moola. Saya aduk sampai rata, kemudian saya cicip lagi. Rasanya seperti kopi susu luwak yang biasa dijual di warung. Tapi yang ini lebih ringan dan tidak terlalu manis karena tidak ditambah gula lagi. Tapi kali ini rasanya tidak menempel di lidah. Pendapat yang sama juga terlontar dari beberapa teman yang satu meja dengan saya.
Lalu tak lama, datang lagi satu Kopitem Sekumpul dengan komposisi yang sama. Setelah dicampur susu Kopitem Sekumpul yang pahitnya luar biasa menurut saya jadi enak. Jadi manis dan soft. Tapi kali ini kebalik, rasanya menempel lebih lama di lidah. Setelah itu kami ditanya, bagaimana rasanya. Saya hanya bisa menjawab, “Jadi lebih ringan, Mas.”
Setelah usai adegan cicip-mencicipi. Mas Agung bertanya kepada saya, kopi mana yang pas di lidah saya. Saya bilang yang kopi Kintamani (Arabika). Karena rasanya tidak terlalu strong. Rasa asam yang memang khas arabika masih soft dan ada rasa manis-manisnya. Enaklah bagi saya yang bukan pecinta kopi dan hobi ngopi.
Tapi menurut Mas Agung dan beberapa pengunjung memilih Kopi Moola Pedawa (Robusta). Karena selain terbiasa dengan rasa pahit, kopi Moola memang pas untuk dinikmati dibandingkan kopi-kopi yang lain tanpa campuran atau dicampur bahan lain.
Menurut Agung, kopi yang enak itu bukanlah kopi yang dihasilkan dari kebun yang bagus ataupun dari perawatan yang mahal. Tapi bagaimana tangan kita berhasil me-roasting(menyangrai) biji kopi dengan tepat sehingga menghasilkan serbuk yang baik.
Begitu juga saat penyeduhan. Teknik penyajian kopi yang benar bisa memperkuat citarasa kopi dan membuat kopi aman diminum bagi siapa saja.
Untuk menyajikan kopi yang benar, air panas yang digunakan minimal 90 derajat celcius. Takaran airnya juga harus pas, 10 gram kopi dengan 100 ml air. Setelah memasukkan bubuk kopi ke dalam cangkir, masukkan air panas mencapai kurang lebih 35 gram. Airnya jangan langsung dimasukkan semuanya ke gelas, masukkan sedikit lalu diamkan selama 5 sampai 10 detik sampai dia blooming atau proses pemecahan atau ekstraksi bubuk kopi.
Setelah itu sisa air dimasukkan. Tidak perlu diaduk lagi karena sudah langsung tercampur dalam proses tadi. (Sudah mirip barista belum? Hehe…).
Dan bila kopi diperlakukan dengan baik maka akan memberikan cita rasa kopi yang sesungguhnya. Kalau benar dalam penyeduhannya, kopi akan mengeluarkan rasa semacam caramel, sweetness, kacang dan rasa yang kalem saat nempel di lidah.
Dari sana saya belajar bahwa kopi itu sebenarnya tidak pahit. Dan bagaimana memperlakukan kopi agar ia memberikan sebuah kenikmatan bagi pencintanya.
So, Siapa bilang kopi itu pahit? Tidak pahit kok. Biarlah perjalanan hidup yang pahit… [T]