1 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto dok penulis dan google

Foto dok penulis dan google

Curangologi: Filsafat Curang Seri 4 – Tas Edy Asparanggi, Andy Warhol, atawa Gratifikasi

Gde Hariwangsa by Gde Hariwangsa
February 2, 2018
in Esai
2
SHARES

 

HARI libur Natal, seseorang mengantar paket ke rumah saya. Sebuah bungkusan yang membuat saya bertanya-tanya. Apa gerangan isi paket tersebut. Apakah kado Natal, parcel, atau gratifikasi? Ah saya bukan pejabat, siapa berkepentingan memberi gratifikasi pada saya? Andai itu gratifikasi, apa pula kepentingannya pada saya yang tak punya ‘kuasa’?

Saya memang punya jabatan kepala, tapi itu merupakan jabatan lumrah setiap lelaki normal. Ya kepala rumah tangga adalah jabatan resmiku. Heeyyy….saya tak boleh berprasangka buruk dengan memunculkan pemikiran tentang relasi kekuasaan dan gratifikasi. Mungkin saja memang tak ada hubungan antara gratifikasi dan kekuasaan. Mungkin ya, mungkin tak.

Dengan penuh tanda tanya dan mencoba meramu kajian filsafat gratifikasi (biar kelihatan serem dan intelektual, pakai istilah filsafat) saya buka paket misteri yang saya ‘curigai’ gratifikasi itu.

Wooouuw ternyata, sebuah produk senirupa berupa tas gendong dari bahan kanvas yang di-print karya perupa Putu Edy Asparanggi. Tapi mengapa, tiba-tiba ada semacam gangguan proses ‘paranoia’. Ah….saya tak mau gejala ini disebut sebagai gangguan, ini sama artinya ada persoalan psikis secara permanen.

Saya tak mau menderita paranoia permanen. Saya hanya ingin menderita paranoia dalam hitungan detik. Itu menandakan saraf kritisku masih sehat. Itu saja.

Tapi gejala paranoia ini masih pelan-pelan merambat di nadi. Apa ini gratifikasi atau bukan? Pertanyaan itu masih bermunculan. Tidak mungkin Putu Edy memberi gratifikasi pada saya, karena saya bukan kepala lingkungan yang bisa menutup jalan desa untuk kepentingan Putu Edy. Dia sudah memiliki Art Space yang apik di daerah Ubud. Di tepi jalan. Jadi gugurlah stigma gratifikasi dalam relasi persahabatan saya dengan Putu Edy.

Dengan rasa bahagia dan tak merasa jadi korban gratifikasi, saya amati tas yang bergambarkan karya rupa Putu Edy. Sembari mengamati karya rupa itu, pikiran saya melayang-layang soal gratifikasi tadi.

Dulu, waktu saya masih sekolah dasar, tak kenal kata-kata gratifikasi. Saya hanya kenal dua pengertian yang artinya berdekatan dengan gratifikasi. Yang berkonotasi positif adalah ‘pemberian’, ‘hadiah’, dan beberapa kata lainnya. Yang berkonotasi negative, ‘sogokan’, ‘suap’. ‘salam tempel’, dan lain-lain. Terus yang berada di tengah-tengah, bisa berarti positif atau negatif adalah ‘tip’, ‘imbalan’, dan beberapa kata lainnya.

Dan masih banyak lagi padanan kata yang artinya sama dengan gratifikasi. Baik yang berkonotasi positif, maupun negatif. Saya tak hendak mengkaji lebih dalam soal penempatan kata-kata tersebut. Semuanya tergantung kepentingan pemakainya. Maksudnya, orang yang menyuap bisa saja berdalih memberi hadiah. Dan kendali logika kata itu, kembali pada pemikiran penggunanya.

Yang tertanam dalam tempurung kepala saya sejak kecil adalah bahwa ‘memberi’ dan ‘menerima’ adalah merupakan hubungan yang erat dalam etik pergaulan.

Sepertinya, pada perkembangan selanjutnya — demi kepentingan tertentu, relasi antara ‘memberi’ dan ‘menerima’ – dimanipulir. Etik pergauluan bergeser ke kepentingan. Korban dari tabiat me-‘manipulasi’ relasi antara ‘memberi’ dan ‘menerima’ itu adalah negara dan masyarakat luas. Soal korban ini, akan kita telisik di kesempatan lain.

Waduh….kenapa waktu sekolah dasar, saya tak cerdas untuk mengembangkan pengertian ‘memberi’ dan ‘menerima’. Atau setidaknya belajar ‘memanipulir’ pengertian itu untuk kepentingan sendiri. Menyontek teman sebang saat ulangan, kemudian mentraktirnya di kantin, misalnya. Ah…tapi syukur juga bahwa saya tak belajar meng-‘korupsi’ kepercayaan guru pada saat itu. Yang artinya, saya tak sedang belajar memakai ‘rompi oranje’.

Lho..lho…lho kenapa saya jadi melupakan pemberian Putu Edy? Bahkan lupa berterima kasih. Oke, ucapan terima kasih kutitipkan pada angin yang bertiup menuju Batubulan, Ubud sampai Tampaksiring. Di ujung bulan Desember ini, tentu arah menuju Ubud agak macet. Semoga angin yang membawa ucapan terima kasih itu tak terhenti di Banjar Delod Tangluk – Sukawati, tempat Nyoman Erawan bermukim.

Tapi saya percaya kekuatan angin dalam menembus hambatan kokoh lewat celah-celah yang tampak maupun tak tampak. Saya jadi ingin belajar pada angin.

Saya masih mengamati cenderamata berupa tas pemberian Putu Edy. Ingatan 5 tahun lalu lantas meloncat dari tempurung kepala. Tahun 2012, putri saya mengajak untuk melihat pameran Andy Warhol di ArtScience Museum, Marina Bay Sands – Singapura.

Pameran apresiasi yang disponsori oleh The Bank of New York Mellon, The Andy Warhol Museum, dan Andy Warhol Foundation for the Visual Arts itu juga menjual cenderamata, kaos, buku-buku, produk-produk sablon, dan repro benda-benda memorable lainnya. Pameran ini untuk memperingati 25 tahun kematiannya.

Andy Warhol dan benda-benda memorable

Dalam dunia pop art, Warhol menjadi inspirasi bagi banyak seniman. Ia, seperti ‘menghancurkan’ pola pikir kebudayaan Eropa yang terlalu lama mendominasi dunia dan meng’sakral-sakral’kan karya seni. Ia menciptakan frasa ’15 minute of fame’. “Di masa depan, semua orang akan menjadi terkenal di dunia selama 15 menit”, begitu kata-kata Warhol.

Berpijak dari kata-kata Warhol itulah, maka pameran yang dibuka tgl 17 Maret 2012 itu bertajuk “Andy Warhol: 15 Minutes Eternal”. Pameran tersebut, menampilkan lebih dari 260 lukisan, gambar, patung, film, dan video karya sang seniman legendaris. Pameran juga disertai berbagai dokumen terkait, jadwal interaktif, foto, dan bahan-bahan arsip.

BACA JUGA:

  • Curangologi: Filsafat Curang Seri 1 – Gambar Umbul
  • Curangologi: Filsafat Curang Seri 2 – Sekuni Milenial
  • Curangologi: Filsafat Curang Seri 3 – Paleokultur

Pelukis Amerika Andy Warhol, yang memiliki nama asli Andrew Warhol (6 Agustus 1928-22 Februari 1987), merupakan seorang pelukis, seniman grafis, dan pembuat film. Dia adalah tokoh terkemuka dalam gerakan seni rupa yang dikenal sebagai pop art. Warhol terkenal karena menggunakan produksi massal budaya populer, seperti iklan, buku komik, dan produk merek, sebagai dasar dari seni. Ia juga mempopulerkan karya seni sebagai produk massal lewat sablon, cetak saring, repro, print dan semacamnya. Warhol, seperti mengaburkan batas karya seni dan ilustrasi.

Tapi, ia tak peduli itu. Karyanya yang bertajuk ‘Rorschach’, yang ia buat tahun 1980 dengan warna monokrom dan menggunakan cat air di atas kanvas berukuran besar, dianggap suatu kesalahan fatal bagi pengamat seni konvensional (yang berpikir linear?). Namun, setelah Warhol tiada, banyak kritikus seni dunia memuji karya tersebut. Salah satunya kritikus. Rosalind E.Krauss.

Ia mengatakan ‘Rorschach’ adalah gumpalan seni abstrak Warhol yang mengaburkan batas seni. “Setiap penikmat, bermain psikolog dan menganalisa setiap noda dari simetris yang berubah-ubah,” ujar Krauss

Putu Edy, dan beberapa perupa lainnya apakah (mungkin) ingin mengikuti jejak Warhol, dengan menyesuaikan era kekinian/milenial yang memang condong ke pop art (dan sesuai dengan frasa nya; ’15 minute of fame’)?

Wah…pertanyaan itu bukan saya yang harus menjawab, kembali ke Putu Edy dan teman-teman perupa lainnya, tentunya. Yang jelas, kiriman paket dari Putu Edy bukanlah gratifikasi, melainkan apresiasi (sama-sama berakhiran ‘i’ kan?). Semoga saya dijauhkan dengan kata (dan mungkin mahluk) yang bernama gratifikasi tersebut. Kalau gravitasi is oke. Karena saya memang masih membutuhkan gaya tarik bumi. Agar tak ‘melangit’. Lho, judul di atas kayaknya gak nyambung deh…maafin deh..ya. (T/dari berbagai sumber dan dari tempurung kepala)

Tags: cinderamatagratifikasiSeni Rupa
Gde Hariwangsa

Gde Hariwangsa

Pengamat seni, tinggal di mana-mana

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi

Puisi-puisi IGA Darma Putra | Kematian Siapa Hari Ini?

by IGA Darma Putra
February 28, 2021
Ari Anggara (foto dari facebook Ari Anggara)
Khas

Ari Anggara, Dari Ketua OSIS, Ketua BEM, ke Kepala Desa

Sebagai teman satu jurusan, satu kampus, meski bukan satu desa, saya senang ketika membaca berita Ari Anggara memenangkan pemilihan perbekel ...

January 21, 2020
Google
Esai

Liburan di Yogya

  TIAP musim liburan tiba, Yogyakarta diserbu pengunjung dari berbagai kota. Ini berkaitan erat dengan fenomena wisata Yogya yang berbasis ...

February 2, 2018
Foto-foto: koleksi penulis
Khas

Mau Konsultasi Lontar? Masuklah ke Stand Penyuluh Bahasa Bali di Pameran HUT Gianyar

SEJUMLAH remaja tampak heran dan sempat mengernyitkan dahi ketika masuk ke sebuah stand di areal pameran HUT ke-246 Kota Gianyar ...

February 2, 2018
Sumber gambar: media sosial
Esai

Humor di Balik Covid 19

Humor secara umum dapat didefinisikan sebagai hal yang mengandung kelucuan bagi seseorang sehingga orang tersebut merasa terhibur bahkan dapat meyebabkan ...

April 11, 2020
Kilas

STT Sila Jaya di Nusa Penida Sebar Tas Ramah Lingkungan di Pasar Mentigi

Problematika sampah tidak hanya terjadi di Kota-Kota besar, sekarang daerah berkembang bahkan desa pun sampah mencuat dipermasalahkan. Sampah plastik penyumbang ...

July 25, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Ilustrasi tatkala.co | Nuriarta
Khas

Nostalgia | Jalan-jalan Bawa Gelatik Pernah Ngetrend di Singaraja Tahun 1950-an

by tatkala
February 28, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Agus Phebi || Gambar: Nana Partha
Esai

Makepung, Penguasa dan Semangat Kegembiraan

by I Putu Agus Phebi Rosadi
February 27, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (156) Dongeng (11) Esai (1415) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (341) Kiat (19) Kilas (196) Opini (478) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (103) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In