26 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Aktivitas menjemur "kertas lontar"

Aktivitas menjemur "kertas lontar"

Catatan Harian Sugi Lanus: Bisnis Lontar

Sugi Lanus by Sugi Lanus
February 2, 2018
in Esai
82
SHARES

 

SAHABAT saya bisnisnya menjual lontar. Lontar yang dijual adalah lontar kosong. Jadi mirip penjual buku kosong, bukan buku bacaan. Juga menjual/menyediakan pangrupak (pisau tulis) dan perlengkapan bantal menulis lontar. Rumahnya pun mirip toko penjual buku tulis dan alat tulis.

Sahabat satu lagi membuka lapak menjual lontar di sebelah rumahnya di Desa Tenganan. Lontar yang dijual berupa lontar prasi, lontar bergambar. Gambarnya, dari yang sekedar drawing dekoratif pewayangan sederhana, cukilan wariga, sampai lembar-lembar perjalanan hidup dan kematian Sang Lubdaka yang diambil dari naskah Siwalatri Kalpa. Jadi lapaknya mirip penjual lukisan dekoratif sebagaimana kita bisa temukan di pasar seni Sukawati atau Kumbasari.

Lebih besar lagi ‘pelaku usaha’ lontar lain adalah sahabat saya yang sudah 40 tahun membuat daun lontar jadi ‘kertas lontar’. Hidupnya berjalan seiring perjalanan musim lontar: Memetik daun-daun lontar di kebun dan tepian pantai di timur pulau Bali, membawanya pulang, memotong dan membentuknya jadi lebih tersusun, memasak dan menjemur, memproses sampai matang dengan berbagai ramuan, menjepit berbulan-bulan sampai betul-betul menjadi lembar ideal ‘kertas lontar’ yang berkualitas dijadikan lembar menulis.

Modal yang diputar sampai sekitar Rp 50 juta. Hidup dan nafas keluarganya tak lepas dari sastra dan lontar. Rp 50 juta yang diputar itu menyangga kehidupannya yang penuh ketabahan menjalani hidup merawat tradisi baca dan tembang, serta interpretasi. Tiada terhitung sudah ratusan mahasiswa master dan PhD datang dari berbagai negeri diberi arahan dan masukan, bahkan tidak jarang dibantu menyalinkan berbagai lontar. Sahabat sepuh ini saya yakin adalah pembaca lontar terbanyak di dunia.

Ketiga sahabat itu orangnya sangat bersahaja. Tidak ada guratan wajahnya menunjukkan mereka ini ingin kaya dari lontar. Hidupnya seperti pelayan kuil yang memberikan kesempatan setiap orang yang mendekat dengannya bisa mencicipi ‘dunia lontar’. Ketiganya tidak mencari untung berlebih. Sekedar bisa membayar anak sekolah dan bertahan makan seadanya. Ketiganya, buat saya, adalah sosok ‘pahlawan literasi’ yang memperpanjang denyut tradisi lontar.

Tiga sosok ini membuat saya kagum. Hidup dijalani dengan sungguh. Tanpa keraguan. Tanpa penyesalan. Tidak banyak keluhan. Tidak punya akun sosial media, sehingga tidak sekalipun umbar status galau, serta tidak tersentuh dan tidak bergeming dengan sengkarut media sosial dan lain-lain.

Di samping ketiga sosok sahabat saya ini, sesungguhnya masih banyak sosok lain yang juga ‘bisnis lontar’. Namun, ini bukan bisnis sebagaimana halnya bisnis yang meraup untung berjuta atau beratus juta, ini lebih merupakan pilihan dan kecintaan pada dunia lontar. Mereka itu seperti: Para tukang tulis awig-awig desa pakraman’ yang sehari-hari menyalin awig-awig beraksara latin menjadi format lontar, berhuruf Bali dan ditulis di atas daun lontar.

Hidupnya lebih menyerupai ngayah dan pengabdian dibandingkan ‘bisnis’. Demikian juga para seniman lontar prasi yang bertahan hidup di beberapa wilayah di Karangasem. Sama halnya dengan pengerajin ukir dan penenun, hidupnya adalah kerja-kerja-kerja yang jauh dari hiruk-pikuk gemerlap gemerincing pelipat gandaan uang.

Buat saya mereka punya andil besar memperpanjang nafas tradisi tulis dan bahasa Bali. Tanpa banyak pidato, mereka penjaga tradisi aksara dan penulisan lontar di garda depan.

Melihat para ‘pekerja lontar’ tersebut, yang saya sebutkan di atas, saya sering berpikir:

1). Kita semestinya mensupport mereka dengan memesan ‘kertas lontar’ sebanyaknya dan kita bagikan untuk anak-anak sekolah untuk belajar atau mencoba menulis lontar. Seperti halnya seni ukir kayu atau pasir, serta paras, lembar lontar-lontar kosong itu adalah bahan untuk berlatih. Anak-anak semasa bersekolah akan bagus sekali punya kesempatan mencoba menulis atau membuat prasi, dan dengan sendirinya pemesanan ini akan membuat para pembuat/penyedian lontar bisa mendapat pesanan dan tradisi membuat ‘kertas-lembar lontar’ ini bertahan.

2). Jika kita punya uang lebih — dibanding gonta-ganti HP terbaru — penting memesan secakep dua cakep lontar buat koleksi keluarga. Ditaruh pajang di ruang tamu sebagai mana layaknya buku atau koleksi patung atau lukis, sehingga anak-anak terbiasa melihat lontar sebagai ‘buku Bali’ yang ditulis dengan kesabaran, keindahan, dan bisa bercermin bahwa Bali punya tradisi panjang sampai awal abad masehi yang akarnya dari aksara Pre-Negari, setidaknya tahu bahwa Bali telah punya kegandrungan literasi semenjak zaman raja-raja Gelgel.

3). Sekolah-sekolah bisa membuat atau melengkapi koleksi buku-buku di perpustakaan mereka dengan koleksi lontar. Ini bisa dilakukan dengan menyalin lontar-lontar koleksi Gedong Kirtya, Pusat Dokumentasi Bali, atau koleksi milik warga (orang tua siswa) sehingga perpustakaan sekolah minimal punya sebiji sampai 10 cakep lontar yang bisa dipajang dan bisa dibaca di masing-masing perpustakaan sekolah di seluruh Bali. Banyak sekali sumber dana pengadaan dan peningkatan kualitas sekolah membuka peluang pengadaan naskah lontar ini. Ini sangat mungkin. Kalaupun tidak banyak tersedia dana, bisa mengkoleksi karya-karya lontar yang ditulis siswa sekolah bersangkutan yang menjadi pemenang lomba ‘nyurat lontar’.

4). Minimal, kalau tidak bisa di tiap sekolah, sebagaimana perpustakaan yang perlu hadir di setiap sudut kota dan kabupaten di seluruh Bali, idealnya semua sudut-sudut perpustakaan yang ada itu melengkapi koleksinya dengan pengadaan salinan lontar-lontar. Jadi perpustakaan kabupaten dan kota punya koleksi lontar-lontar yang relevan dengan kebutuhan warganya, seperti kepemangkuan, seni sastra, usada, pertanian dan bidang lainnya.

Di tengah perkembangan berbagai sektor ‘bisnis’ lain di Bali yang cukup berlimpah dolar, empat hal di atas tidak muluk-muluk. Secara nasional ketersediaan dana pendidikan dari pusat sangat besar, dan PAD di kabupaten dan kota makin meningkat. Semua itu bisa jadi berkah buat hidupnya ‘bisnis lontar’ dan kelanjutan tradisi literasi kita sepanjang kita paham pentingnya merawat tradisi literasi berbasis bahasa Ibu dan berbasis warisan tradisi pengetahuan kuno dalam menyongsong masa depan yang kian tercerabut dari akar.

Lontar adalah buku orang Bali. Membuat kertas lontar, memperjualbelikan lontar kosong, menulis dan membaca, menggandakan isi lontar serta mengkajinya adalah sebuah kegiatan-kegiatan yang sangat mendasar untuk merawat tradisi literasi yang perlu didukung sebagaimana ‘mempromosikan’ kebiasaan membaca buku sejak dini. (T)

*Catatan Harian, 17 Nopember 2017.

Tags: balibisnislontar
Sugi Lanus

Sugi Lanus

pembaca manuskrip lontar Bali dan Kawi.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Dalam foto: Yusna Safitri memainkan monolog Hari Ibu karya Putu Wijaya. Foto: Mursal Buyung
Esai

Catatan Kecil Putu Wijaya: Kritik Teater, Bukan Sekedar Hujatan-Pujian

KRITIK sesungguhnya komplotan kubu kreativitas. Kritik bagaikan tulang-tulang yang menerawang dalam selembar daun. Perumpaman itu tidak 100 persen tepat. Tapi ...

February 2, 2018
Jappy Sanger, keynote speaker re/AKSI Vol. 01: Festival dan Pengembangan Ekosistem Kreatif, di Rompyok Kopi Komunitas Kertas Budaya, Jembrana, Bali
Khas

Festival dan Hal-Hal yang Tak Tampak

Rompyok Kopi Komunitas Kertas Budaya nampak sepi. Kursi meja masih kosong saat gelap mulai lahir. Jappy Sanger, keynote speaker re/AKSI ...

January 20, 2020
Opini

Antimadat, Penyelamatan Holistik

KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mempermasalahkan merk dan logo perusahaan rokok yang tersablon pada kaos anak-anak yang mengikuti audisi calon ...

September 16, 2019
Sumber foto: Google
Opini

Rumor Demo 4 November – Provokasi Media dan Jurnalisme Damai

KEMARIN banyak yang bertanya, “Benar akan ada demonstrasi besar-besaran 4 November nanti?” “Demo penistaan agama di Jakarta?” “Isu yang diseret-seret ...

February 2, 2018
Ilustrasi: Komang Astiari
Cerpen

Pukul 5.15 Pagi

Cerpen Komang Astiari PARA ibu berseliweran di pasar pagi ini. Cuaca tidak begitu cerah. Seperti biasa aku menggelar barang daganganku ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Sayang Kukiss/Diah Cintya
Esai

7 Jurus Memperbaiki Diri untuk Melangkah pada Rencana Panjang | tatkalamuda

by Sayang Kukiss
January 25, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1360) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (329)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In