18 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto: koleksi penulis

Foto: koleksi penulis

Meninggal saat Ceng Beng itu Berkah – Cerita Engkong tentang Hidup Setelah Mati

Julio Saputra by Julio Saputra
February 2, 2018
in Esai
24
SHARES

SAYA seorang warga keturunan, ketururnan Bali sekaligus keturunan Tionghoa. Dalam diri saya mengalir darah Tionghoa dari leluhur Tionghoa dan darah Bali dari ibu kandung saya. Sebagai seorang warga keturunan Bali dan Tionghoa, tentu saja merayakan hari-hri raya dan tradisi dari keduanya. Seperti pada Rabu, 5 April 2017, saya merayakan sebuah hari kemenangan dharma melawan adharma yang biasa disebut Galungan, dan hari itu pula saya merayakan sebuah puncak tradisi sembahyang kubur yang biasa disebut Ceng Beng.

Kita sudah tahu bahwa Galungan biasa dirayakan 6 bulan sekali (sesuai perhitungan kalender Bali), sementara Ceng Beng biasanya diadakan setahun sekali dan puncak perayaannya biasa dirayakan pada tanggal 4 atau tanggal 5 April (sesuai penanggalan masehi).

Berbicara tentang Ceng Beng, saya teringat cerita engkong saya yang seorang warga keturunan Tionghoa tulen, tidak campuran seperti saya. Katanya, jika ada seseorang yang meninggal saat Ceng Beng, maka itu adalah berkah.

Setiap agama tentu memiliki ajaran sendiri mengenai hidup dan kehidupan di dunia akhirat, dan setiap etnis sepertinya juga memiliki keyakinannya sendiri tentang kehidupan setelah kematian.

Nah, ini menurut engkong saya. Katanya, sejak seminggu sebelum puncak perayaan Ceng Beng tiba, pintu surga atau pintu dunia akhirat dibuka agar arwah-arwah dapat berplesiran mengunjungi dan berkumpul bersama keluarganya. Tentu di antara arwah-arwah tersebut ada leluhur kita dan sanak keluarga kita yang sudah meninggal. Katanya lagi, warga keturunan melakukan tradisi sembahyang kubur karena ada tujuannya, yaitu untuk menyambut arwah dari para leluhur yang berplesiran tersebut.

Warga keturunan, termasuk engkong saya, yakin bahwa para leluhur benar-benar datang, benar-benar mengunjungi bumi, benar-benar berkumpul bersama keluarga. Katanya, ia pernah bermimpi bahwa ibu kandungnya, yang tentu saja adalah nenek buyut saya, datang ke rumah sambil menanyakan bagaimana kabar cucu-cucunya yang lain.

Ia juga pernah bermimpi salah seorang anaknya, yang menjadi paman saya, datang ke rumah membawa sepeda motor yang pernah ia beli dulu. Kata engkong saya, paman saya seperti masih muda saja. Kakak saya juga pernah bermimpi tentang paman saya yang hendak membuat makamnya menjadi lebih indah dan rapi.

Kakak saya lagi, pernah bermimpi bibi saya datang ke rumah engkong dan menceritakan semua yang ia lakukan di sana. Katanya di sana ia menjadi seorang pekerja, kehidupannya sama saja seperti di bumi. Orang-orang di sana mencari nafkah, dan kemudian mereka mendapat ijin untuk pulang ke rumah masing-masing dengan syarat harus pulang dalam waktu yang ditentukan, katanya lagi, ada yang menjaga dan mengawasi mereka setiap mereka akan pulang.

Percaya tidak percaya, tapi beberapa anggota keluarga saya sering kali bermimpi tentang leluhur atau anggota keluarga yang sudah meninggal, terutama saat hari raya akan tiba, seperti Ceng Beng ini. Saya pun pernah bermimpi, tapi sayang sekali bukan saat Ceng Beng.

Saat tradisi sembahyang kubur, warga keturunan melakukan pembersihan, membuat makam leluhur dan keluarganya menjadi lebih rapi dan indah, menyajikan berbagai masakan kesukaan, dan sembahyang bersama adalah untuk membuat para leluhur mereka senang dan merasa benar-benar disambut. Selain untuk melakukan bakti kepada leluhur. Mengingat tradisi Ceng Beng hanya dirayakan setahun sekali, dalam artian lain bahwa para leluhur hanya dapat berplesiran mengunjungi keluarganya sekali juga dalam setahun.

Lalu, kenapa meninggal saat Ceng Beng adalah berkah? Karena pintu surga sedang terbuka. Ya seperti yang diceritakan engkong saya tadi. Pintu surga sedang dibuka agar arwah-arwah leluhur dapat pulang sementara ke bumi, dan jika meninggal saat Ceng Beng, dipercaya arwah yang bersangkutan bisa langsung masuk surga. Tentu saja meninggal bukan karena bunuh diri, tapi meninggal karena memang ditakdirkan untuk meninggal.

Nah, itulah yang diceritakan oleh engkong saya, dan itulah yang diyakini oleh engkong saya. Itulah mengapa meninggal saat Ceng Beng adalah berkah.

Mengingat cerita dari engkong saya ini, saya juga jadi teringat dengan salah seorang keponakan saya yang masih balita yang meninggal 3 tahun yang lalu, dan kebetulan meninggal saat hari-hari serangkaian persembahyangan Ceng Beng. Semoga ia benar-benar berada di surga dan pada saat-saat puncak perayaan Ceng Beng atau mungkin suatu saat nanti ia datang ke bumi menceritakan tentang surga itu sendiri, apakah sama seperti yang diceritakan di beberapa kitab, atau malah sudah berubah.

Mungkin beberapa leluhur dan anggota keluarga yang lain juga datang, karena jarang sekali puncak sembahyang kubur Ceng Beng juga dirayakan bertepatan dengan hari raya Galungan. (T)

Tags: TionghoaTradisi Ceng Bengupacara
Julio Saputra

Julio Saputra

Mahasiswa jurusan Bahasa Inggris Undiksha, Singaraja. Punya kesukaan menulis status galau di media sosial. Pemain teater yang aktif bergaul di Komunitas Mahima

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
9 perempuan book launch
Essay

Still We Rise | Balinese Women Movements: 2 Empowering Projects, 21 Inspiring Women

2021 - A New Year for More Female Voices “Still I rise”. Lecturer, writer, and feminist activist Sonia Kadek Piscayanti...

by Irina Savu-Cristea
December 24, 2020

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Esai

Manusia Tattwa – [Membaca Kelindan Pikiran IBM Dharma Palguna]

Empat puluh delapan judul tulisan tentang Manusia yang terangkum di dalam buku ini membicarakan perihal Manusia dari luar sampai dalam. ...

December 3, 2019
Instalasi Panggung Monolog Rupa Nyoman Erawan "DASA MUKA" (2017) [Foto Dewa Purwita Sukahet]
Puisi

Puisi-puisi IGA Darma Putra # Pendiam, Tertahan, Jelaga

Pendiam dalam gelap hitam tanpa cahaya ruang kosong tak berteman sendiri saja selamanya? kembali dengar suara itu memanggil lagi samar ...

March 24, 2020
Sumber foto google
Esai

Catatan Harian Sugi Lanus: Leluhur Orang Bali adalah Orang India

HASIL penelitian dan pemetaan DNA orang Bali yang dilakukan tim gabungan ahli-ahli dari berbagai universitas di Amerika: Tatiana M. Karafet ...

February 2, 2018
Prasasti Blanjong [Foto Bali Express]
Esai

Belajar Membaca Prasasti Bali

Saya mulai membaca-baca beberapa prasasti Bali Kuno yang bisa saya akses. Persoalan akses ini pula yang selalu mengganggu usaha saya ...

June 28, 2020
Foto ilustrasi: alkupra.wordpress.com
Esai

“Rumah” bagi Anak Punk

Mereka yang tak berumah, tak akan membangun lagi Mereka yang sendiri, akan lama menyendiri, akan jaga, membaca, menulis surat yang ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Gus Bass [Foto dokumentasi penulis]
Esai

Gus Bass, Bumbu Sate dan Tempe | Catatan Orang Tua tentang Menu untuk Anak

by Gus Surya Bharata
January 17, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1349) Essay (6) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In