WARGA di Kelurahan Kampung Singaraja tengah bergegas. Pria, perempuan, tua, anak-anak, semuanya bergegas. Mereka bergegas menuju Masjid Nurrahmah yang terletak di tengah-tengah pemukiman warga di Kampung Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali. Jaraknya tak seberapa jauh dari Simpang Empat Catur Muka Singaraja. Tak sampai 200 meter dari pinggir Jalan Raya Singaraja-Denpasar.
Pagi itu, Senin 12 Desember 2016, warga bergegas untuk memperingati Hari Maulid Nabi Muhammad SAW – nabi yang paling dihormati umat Muslim. Mereka harus bergegas, karena pukul 08.00 acara akan dimulai. Acara itu adalahbancakan, sebuah tradisi yang berlangsung secara turun temurun. Berabad-abad lamanya.
Bancakan sendiri merupakan kegiatan makan bersama yang diselenggarakan setiap hari besar keagamaan umat muslim. Masyarakat Bali mengenal bancakan dengan istilah megibung. Biasanya di Kampung Singaraja, tradisi ini dilaksanakan setiap hari raya Idul Fitri, Idul Adha, serta Maulid Nabi Muhammad SAW.
Tradisi bancakan ini memang acara makan-makan biasa. Satu nampan nasi beserta lauk, biasanya diperuntukkan bagi lima atau enam orang warga. Istimewanya di Kampung Singaraja, tradisi bancakan bukan hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja. Namun juga umat Hindu. Mereka duduk bersama dalam satu lingkaran, tanpa harus mempermasalahkan suku maupun agama masing-masing.
Tak diketahui secara pasti sejak kapan tradisi ini mulai dilakukan di Singaraja. Namun diyakini tradisi ini berlangsung sejak abad ke-16. Sekitar tahun 1750-an. Tradisi ini dibawa dari Tanah Jawa, tepatnya dari Surakarta. Tradisi ini lantas disesuaikan sedemikian rupa dengan tradisi dan kebiasaan yang ada di Bali.
Bancakan hanya satu dari sejumlah tradisi di Kampung Singaraja yang menunjukkan bagaimana ajegnya kerukunan dan kebersamaan warga Hindu dan Muslim di wilayah itu. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka juga hidup bersama, penuh canda dan saling membantu. Warga Hindu biasanya menyebut umat Muslim dengan sebutan Nyama Selam (Saudara Islam) dan umat Muslim menyebut warga Hindu dengan Semeton Bali (Saudara Bali).
Keberadaan umat Muslim di Kampung Singaraja sebenarnya tak lepas dari peran puri, utamanya Puri Kanginan. Diyakini hubungan antaraSemeton Bali(umat Hindu) denganNyama Selam(umat muslim) di Kampung Singaraja demikian erat.
Nyama Selamyang tinggal di Kampung Singaraja kini, diyakini sebagai pasukan penjaga warga puri. Mereka melindungi puri dengan berada di sisi timur dan sisi selatan puri. MembantuSemeton Baliyang melindungi puri dari sisi barat dan sisi utara puri. Atas jasa itu,Nyama Selamakhirnya diizinkan membuat pemukiman di wilayah itu oleh raja. Mereka diwajibkan tunduk dengan yuridiksi puri. Mereka juga wajib mengikuti perintah puri. Termasuk wajibngayahapabila ada upacara-upacara adat.
Jika keluarga puri menggelar upacarapitra yadnyamisalnya, makaNyama Selam harus ikut ambil bagian.Nyama Selambukan hanyangayah, namun juga terlibat dalam prosesipitra yadnya. Mereka akan menyambut serta melepasdeengdengan musik hadrah, yang berasal Timur Tengah. Saat melepasbadepun akan diiringi dengan musik hadrah.
Menurut tokoh masyarakat Kelurahan Kampung Singaraja, sampai kini tradisi itu masih terus terjaga. Selain itu kebiasaan-kebiasaan lain, sepertingejotkeSemeton Balipada hari raya keagamaan, juga tetap ajeg terjaga.
“Kami meneruskan tradisi yang telah diwariskan leluhur kami. Leluhur kami mengajarkan kami toleransi, menjaga kekerabatan, maka hal itu kami harus jaga betul. Karena hubungan kekerabatan inikansudah berlangsung ratusan tahun,” ujar Agus Murjani yang juga mantan Lurah Kampung Singaraja.
Bukti jalinan hubungan kekerabatan itu juga diaminiSemeton Bali. Prajuru Desa Pakraman Buleleng, Gede Bob Suardika adalahSemeton Baliyang sangat dihormati di Kampung Singaraja. Keluarganya tinggal turun temurun di Kampung Singaraja. Rumahnya ada di tengah-tengah perkampungan umat muslim. Bahkan bersebelahan dengan Masjid Nurrahmah.
Tak heran ketika Bob menggelar upacara-upacara keagamaan, warga yangngayah di sana bukan hanya masyarakat Hindu yang tinggal di sekitar rumahnya. Namun juga paraNyama Selamikutngayahdi sana mempersiapkan segala sesuatunya.
Bob menuturkan hubungan kekerabatan Muslim-Hindu sudah terjalin dengan sangat baik selama ratusan tahun. Sampai kini tak pernah terjadi hal-hal yang tak diinginkan. “Kalau misalnya ada masalah, selesaikan di dalam keluarga. Pokoknya jangan sampai keluar didengar orang di luar. Itu yang ditekankan leluhur-leluhur kami,” tutur Bob.
Dalam hari keagamaan Hindu, Bob menyebutkanNyama Selamdengan sukarela memberikan bantuan.Semeton Balipun tak pernah lupangejotkepadaNyama Selam. Begitu pula sebaliknya. Pada hari raya keagamaan umat muslim,Semeton Baliselalu terlibat dalam persiapan.Nyama Selampun tak pernah lupangejotkepadaSemeton Bali.
Hubungan kekerabatan antara leluhurNyame SelamdanSemeton Balipun sangat erat. Karena sudah berlangsung berabad-abad, hubungan kekerabatan itu pun tak lagi mengenal sekat batas suku dan agama tertentu. Semuanya berjalan dengan baik, dalam satu jalinan silaturahmi yang erat. (T)