11 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Lebih Cermat Berbahasa dalam Tulisan – Catatan Kecil bagi Penulis Muda

Ketut Syahruwardi Abbas by Ketut Syahruwardi Abbas
February 2, 2018
in Esai
64
SHARES

SETIAP kali saya diminta mengisi pelatihan menulis, atau workshop sejenis itu, saya selalu menolak untuk membicarakan “teori”. Saya selalu bilang, “Saya akan datang jika saya diberi waktu cukup dan membiarkan saya mengajak peserta langsung menulis dan mendiskusikan hasil tulisan mereka.”

Saya memerlukan waktu “hanya” sehari untuk memberi keterampilan dasar.

Belajar menulis, bagi saya, tak ada bedanya dengan belajar bahasa. Belajar bahasa (asing) tidak akan efektif jika dilalui dengan “hanya” belajar teori dan grammar. Bagi saya, semua orang bisa menulis.

Sama seperti setiap orang bisa berbicara. “Jika engkau bisa bicara, seharusnya engkau bisa menulis. Engkau tinggal menuangkan ucapanmu menjadi tulisan. Selesai. Semudah itu.” Masalahnya, sering kali orang membiarkan ketakutannya, membiarkan keraguannya, membiarkan pikiran aneh-aneh (seperti mulai dari mana, kata apa yang dijadikan pembukaan, dst) menghambat.

Tulis saja. Just do it.

Nah, proses selanjutnya adalah editing. Pada titik inilah kita bisa berdiskusi. Pada proses inilah kita mengkritik tulisan kita sendiri. Pada proses inilah kita berdiskusi dengan tulisan kita. Pada proses inilah kita mempertimbangkan kata yang cocok atau kalimat yang yang harus diperbaiki.

Pada proses inilah kita merenungkan isi tulisan kita, apakah cukup logis, misalnya. Pada proses ini pula kita melongok penggunaan ungkapan-ungkapan yang sesuai, termasuk logika dan rasa berbahasa. Pada proses inilah kita lebih banyak memeriksa agar kita lebih cermat lagi menggunakan bahasa.

Pada titik inilah saya ingin menyorotkan tulisan ini.

Belakangan kita agak sering lupa dengan logika dan rasa berbahasa. Saya ingin mulai dengan ini: “Begitu bijaknya Kahlil Gibran bicara cinta di lembar-lembar catatan hidupnya. Salah satu petikan yang saya pinjam ini akan saya kembalikan dengan pembuktian dari apa yang kini terjadi.”

Begitulah penyair dan pemain teater sangat berbakat, Desi Nurani, membuka tulisannya “Pidato Cinta untuk Guru di Hari Guru” (tatkala.co 25 November 2016).

Perhatikanlah kalimat “Begitu bijaknya Kahlil Gibran …” Kata “bijak” dibubuhi “nya”, sebuah kata ganti kepunyaan untuk orang ketiga. Kita paham belaka, kata yang dibubuhi kata ganti kepunyaan harusnya berupa kata benda. Contoh: bukuku, rumahmu, tangannya, kebahagiaannya, kebijakannya. Kata “bijak” adalah kata sifat. Maka menjadi aneh jika ia dibubuhi “nya”.

Kita paham, fenomena ini dipengaruhi oleh kebiasaan menggunakan Bahasa Bali, seperti luwungne, bagusne, jegegne.  Bahasa Jawa juga: ayune, gantenge, enake … Dalam kedua bahasa daerah itu, imbuhan “ne” dan “e” juga digunakan untuk kata ganti kepunyaan. Contoh: umahne, limanne, kupingne. Jawa: omahe, tangane, kupinge. Tidak sama dengan Bahasa Indonesia.

Seharusnya kalimat di atas ditulis dengan “Begitu bijak Kahlil Gibran …”

Lalu ada tulisan dari Ida Bagus Weda Wigena berjudul “Jangankan ‘Online’, Laptop pun Tak Punya – Realitas Guru Pembelajar Daring” (tatkala.co 25 November 2016). Sebuah esai yang menarik dari seorang calon guru. Tapi ada yang ingin saya “kilik-kilik”.

“Generasi yang cerdas dan berakhlak mulia terwujud dari adanya guru yang cerdas dan berkompetensi. Sebuah ungkapan sederhana namun memiliki banyak makna dan usaha.” Begitu tulis Ida Bagus Weda Wigena pada alinea pertama. Tidak ada yang salah. Namun mari kita cermati kalimat “Sebuah ungkapan sederhana namun memiliki banyak makna dan usaha.”

Ungkapan sederhana sangat wajar jika memiliki banyak makna. Tapi apakah mungkin ungkapan sederhana memiliki banyak usaha? Saya pikir, ini hanya masalah logika berbahasa. Mungkin yang dimaksud, untuk merealisasikan ungkapan sederhana itu diperlukan banyak usaha (oleh kita).

Maka –mungkin—lebih enak dibaca jika kalimat itu ditulis dengan “Sebuah ungkapan sederhana namun memiliki banyak makna dan membutuhkan usaha besar untuk mewujudkannya.” Semacam itulah.

Logika bahasa. Sangatlah penting kita mengingatnya kembali setiap kali hendak menulis. Segala hal akan bermakna jika diungkapkan secara logis, termasuk dalam kegiatan tulis-menulis. Segala hal mesti diungkapkan sesuai logika berbahasa sehingga setiap pembaca mendapatkan pemahaman yang sama untuk setiap maksud yang ingin diungkapkan (kecuali puisi, mungkin).

Logika berbahasa berhubungan dengan pelogikaan seseorang terhadap bahasa yang diungkapkannya. Selain itu, berhubungan pula dengan pemahaman terhadap bahasa yang diterima dari orang lain sebagai hasil dari proses berpikir atau berlogika.

Secara sederhana dapat diungkapkan, logika tidak dapat dikesampingkan dalam menulis. Sebab, untuk menulis kita membutuhkan bahasa. Jika logika tidak turut campur, maka akan banyak penalaran yang keliru.

Saya jadi ingat pada sebuah iklan sabun antiseptik. Konon setelah menggunakan cairan sabun yang diiklankan itu, maka “Kita terasa segar.” Bandingkanlah jika kalimat itu diganti dengan “Kita akan merasa segar.” Yang ini berkaitan dengan rasa bahasa. Rasanya, kalimat pertama menunjukkan tubuh kita berada di luar diri kita, seperti apel yang baru dikeluarkan dari kulkas dan terasa segar setelah dikunyah.

Sekali lagi, rasanya.

Hal lain yang sering sangat menjengkelkan adalah penggunaan kata “kita”. Mari cermati sebuah iklan produk kosmetika di TV. Diceritakan, seorang gadis galau karena harus mempertimbangkan permintaan orangtuanya untuk segera menikah, sementara ia ingin menyelesaikan pendidikannya di tingkat S-2.

Walhasil, sang gadis pun menemukan jalan keluar. Ia datang kepada ayahnya dan menyatakan kesediaannya untuk menikah. Tapi, dia harus menyelesaikan S-2 terlebih dahulu. “Sesudah itu baru kita menikah …” kata sang gadis. Kepada ayahnya ia berkata “kita menikah.” Saya yakin yang dimaksudkan adalah “Sesudah itu baru kami menikah.”

Betapa sering kita menyaksikan pernyataan pejabat yang salah menggunakan kata “kita”. Betapa sering, misalnya, polisi berkata, “Kita melakukan pengejaran hingga ke luar kota …” Kita? Emang puluhan wartawan yang diajak bicara ikut melakukan pengejaran, Pak Polisi?

Banyak lagi yang lain. Ayo kita berbahasa dengan lebih cermat. (T)

Tags: Bahasamahasiswamenulis
Ketut Syahruwardi Abbas

Ketut Syahruwardi Abbas

Wartawan senior, menulis puisi, esai dan cerpen. Pernah menjadi pemimpin redaksi di sejumlah media

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Jais Darga
Khas

Kata Nirwan Dewanto, Ada 3 Alasan Kenapa Kita Membaca Buku “Jais Darga Namaku”

Ada tiga alasan mengapa kita harus membaca buku “Jais Darga Namaku”. Pertama, Jais menjadi eksemplar dari  perempuan Indonesia yang bisa ...

December 29, 2018
Lukisan Komang Astiari
Cerpen

Tinggalkan Komang di Sini

Cerpen: Ayu Sugiharti Pratiwi ___ “Bli De, Bli De…” Sudah sejak bangun tidur Gek Istri menyebut-nyebut nama suaminya sambil memetik ...

June 16, 2019
Opini

“Kulkul” vs Media Sosial: Bukan Soal Info Cepat, tapi Soal Gerak Cepat

  KUKUL itu keramat, bukan semata karena bentuk dan tempatnya yang khusus dan suci, melainkan terutama karena suaranya yang membuat ...

February 2, 2018
Esai

Mewarisi Ketakutan, Merawat “Kebutaan”

AWALNYA saya hanya mendengar cerita orang tua jika ‘leluhur’ dahulu seorang pembaca dan penulis yang suntuk. Penilaian ini sangat sederhana. ...

December 12, 2020
Kilas

Siapkan Diri Ikut “Rawayan Award” – Lomba Naskah Teater DKJ 2017

Apakah aksara bisa dipentaskan? Naskah teater untuk generasi masakini berhadapan langsung dengan aplikasi bahasa digital maupun teknologi media. Ini memiliki ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Suasana upacara ngusaba kadasa di Desa Kedisan, kintamani, Bangli
Khas

“Ngusaba Kadasa” ala Desa Kedisan | Dimulai Yang Muda, Diselesaikan Yang Muda

by IG Mardi Yasa
April 10, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Gde Suardana
Opini

Tatkala Pandemi, (Bali) Jangan Berhenti Menggelar Ritual Seni dan Budaya

by Gde Suardana
April 10, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1455) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (342)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In