6 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Foto: Putik

Foto: Putik

Novel Yahya Umar: Istana Impian Para Kuli dari Madura

Muzammil Frasdia by Muzammil Frasdia
February 2, 2018
in Ulasan
32
SHARES

Judul Buku: Istana Para Kuli # Penulis: Yahya Umar # Penerbit: Salsabila – Pustaka Al-Kautsar Grup # Tebal: 229 halaman # ISBN: 978-602-1695-36-4

MADURA memiliki bentangan tanah tandus. Kondisi tanah kurang kandungan air. Akibatnya sedikit sekali tumbuh tanaman yang bisa diandalkan untuk menopang hidup. Kondisi itu ternyata tidak menyulutkan semangat orang-orang Madura untuk lebih giat berupaya dalam menantang hidup demi mencukupi kebutuhan keluarga.

Salah satu upaya, masyarakat Madura merantau ke luar pulau sekalipun hanya sebagai kuli. Bahkan menjadi kuli (Tenaga Kerja Indonesia – TKI) ke luar negeri. Tujuannya tentu saja mengubah hidup menjadi lebih baik.

Perspektif sederhana itu sangat kuat melatarbelakangi secara psikologi sosial  kisah dalam novel “Istana Para Kuli” karya Yahya Umar. Sekalipun pada realita cerita tentang para kuli yang diangkatnya, Yahya Umar menjelma menjadi tokoh “aku” yang berada pada sisi yang lain – sisi yang menolak arus cita-cita jadi kuli. Satu sisi yang mungkin bisa menjadi sebaliknya, bahwa arus itu perlahan-lahan ikut menggoda pemikirannya.

Yahya Umar  dengan segala tuturan kisahnya yang mengalir jernih, sejatinya adalah ungkapan riwayat lika-liku perjuangan hidupnya di bawah tekanan gelombang arus warga Desa Muara, yang kala itu diliputi antusiasme untuk pindah profesi sebagai kuli (TKI) di Malaysia.

Awal cerita, gelora tuntutan kuli itu dipelopori tokoh bernama Kak Ene. Ya, Kak Ene adalah kakak sepupu Yahya Umar sendiri. Demi mengubah hidup, terpaksa minta restu orang tua dan Kiai untuk pergi merantau. Dan akhirnya itikad itu mendapat restu. Selama beberapa tahun di perantauan, alhasil buah kesuksesan itu dicapainya dengan bukti ia mampu mengirimkan uang kepada keluarga di kampung dan sukses membangun sebuah rumah besar.

Orang-orang menyebut rumah itu sebagai istana. Karena sebelumnya tak ada rumah semegah itu di Desa Muara. Yang ada hanya rumah sederhana dengan alas tanah berdinding bambu.

Hebohlah Desa Muara. Sukses Kak Ene mendapat reaksi besar dari warga setempat, utamanya kaum laki-laki. Mereka perlahan-lahan terpikat hati ingin mengekori jejak langkah Kak Ene ke Malaysia. Dan orang pertama yang berangkat menyusul Kak Ene ke Malaysia adalah Mattasan. Mattasan terpaksa menjual perahunya demi menyanggupi biaya modal jadi TKI.

Disusul Mattasid yang harus rela kehilangan beberapa petak sawahnya. Sedangkan Holil, orangtuanya yang begitu terbuai dengan kesuksesan Kak Ene, suka cita menjual hewan-hewan piaraan, seperti kambing dan ayam.

Cara-cara sistem jual harta benda bisa dibilang lazim orang Madura lakukan demi sebuah misi kepentingan berkorban apa saja agar anak-anaknya sukses dan tidak malu di mata orang lain. Kredo sikap semacam itu dikenal dengan falsafah ango’an poteya tolang atembang poteya mata (lebih baik mati dari pada harus menanggung perasaan malu). Atau disiplin bekerja keras itu terpatri dalam semboyan yang lain seperti abhantal omba’ asapo’ angen (berbantal ombak, berselimut angin).

Naluri pandangan hidup merantau jadi kuli TKI di Malaysia lambat laun seperti menjadi tradisi dan cita-cita baru warga Desa Muara. Apalagi ketegasan sikap orangtua mendukung anaknya dan berupaya keras membiayai anaknya jadi kuli di Malaysia kuat dipengaruhi dari tokoh Marzuki.  Tokoh itu notabene tidak pernah sekolah, tapi bisa sukses dalam hidup dengan jadi TKI. Kecenderungan semacam itu mengubah pola pikir warga bahwa orientasi mengejar pendidikan tidak menjamin seseorang akan sukses.

Di sisi lain, peran tokoh “Aku” dalam kisahan pengalaman hidupnya di buku ini seakan mengalami situasi perlakuan yang berbeda yang ia temukan dalam hidup. Ia berusaha keras menolak secara batin untuk tidak bercita-cita jadi kuli, perjuangan hidupnya di jalur pendidikan tak mendapat dukungan dari warga yang kala itu semakin gencar terobsesi menjadi TKI.

Dukungan bersekolah hanya datang dari ibunya sendiri yang tegas mengatakan:  “Kamu harus terus sekolah, Nak. Hanya dengan sekolah kamu bisa menjadi orang”, “Sekolahlah kamu setinggi-tingginya. Hanya dengan sekolah orang akan menghormatimu.” (Hal:56)

Sebaliknya yang terjadi kemudian, fenomena warga jadi TKI berdampak pada situasi tak terpikirkan sebelumnya di Desa Muara. Situasi itu bahkan menghantui kehidupan sosial di desa itu. Seperti hilangnya separuh kaum laki-laki karena semuanya ke Malaysia. Dunia modernitas kian disambut warga sebagai gaya hidup yang baru. Aktivitas yang berbau religius perlahan-lahan ditinggal pelakunya, tak terkecuali seorang tokoh santri bernama Hasan yang menjadi tumpuan harapan pengganti Kiai. Hasan pada akhirnya “kalah” dan turut serta terbang jadi TKI ke Malaysia.

Selanjutnya, situasi tak menggembirakan pun mulai berdatangan. Citra tentang kebahagiaan mulai dinodai kabar-kabar buruk yang menyedihkan. Misalnya sejumlah di antara warga mendapatkan musibah ketika bekerja. Rustam, Juri, dan Sukri, adalah beberapa nama yang meninggal secara menyedihkan saat bekerja di Malaysia.

Pada akhirnya, lambat laun kejadian demi kejadian memilukan itu sering didengar warga. Dari sisi kehidupan para kuli itu sendiri, juga banyak yang sadar. Kesadaran pemikiran mereka mulai tumbuh bahwa menjadi kuli di Malaysia tak selalu enak. Bahkan  Kak Ene sendiri yang semula mempelopori obsesi jadi TKI, menyarankan anak-anaknya untuk tidak mengikuti jejak hidupnya jadi kuli. “Aku ingin anak-anakku yang terakhir bisa sekolah yang tinggi, setinggi-tingginya. Biar bisa seperti kamu. Biar bisa jadi “orang”. “ (hal:209)

Pada intinya, alur kisah yang dialirkan Yahya Umar memberi perenungan atas arus dua sisi yang sebetulnya sama-sama punya kepentingan sendiri-sendiri. Antara sikap Yahya Umar dan obsesi warga Desa Muara sendiri yang mayoritas jadi TKI.

Dan kehadiran sosok Mas Nur di penutup cerita, seakan menjadi jawaban penentu sekaligus pemberi kebijakan. Bahwa pada situasi tertentu, manusia butuh kepekaan tentang tolak ukur harga diri dalam memposisikan diri terhadap pilihan hidup dan pekerjaan yang dicintainya.

Novel ini memang layak dibaca dan dimiliki. Selain menampilkan semacam “sejarah” TKI di sebuah desa di Madura, ia bisa memberi pelajaran kepada desa-desa lain, tentang bagaimana memandang pekerjaan, pendidikan, dan sukses atau nasib buruk yang diperoleh kemudian. (T)

Tags: BukuMaduraMalaysianovelresensiTKI
Muzammil Frasdia

Muzammil Frasdia

Anak muda Bangkalan ini menjadi guru di SDN Ra’as Kecamatan Klampis Kabupaten Bangkalan. Aktif mengelola Komunitas Masyarakat Lumpur. Sedang giat-giatnya bersastra dan berteater. Pernah pentas di dua tempat dalam selang waktu sehari di Mataram dan Bandung, tahun 2012. Dia bisa ditemui di frasdia@gmail.com

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi diolah dari gambar Google
Cerpen

Bagaimana Surat Pertama Ditulis | Cerpen Rudyard Kipling

by Juli Sastrawan
March 3, 2021
Peristiwa

Perkenalan Uang Baru di Buleleng: “Mana Palu-Arit? Ah, Ngae-ngae Den…”

RIBUT-ribut soal logo palu-arit (logo PKI) di Jakarta tampaknya membuat warga di Buleleng, Bali utara, penasaran. Ketika Bank Indonesia (BI) ...

February 2, 2018
Buku BAHAJA MINOEMAN KERAS serta DAJA OEPAJA MENDJAOEHINJA oleh J. KATS. Dikeloewarkan oléh BALAI POESTAKA Weltevreden - 1920.
Esai

Arak & Boemi Poetra

--- Catatan Harian Sugi Lanus 17 Maret 2019 Kadang ada yang bertanya: Apakah arak bagian dari budaya Bali? Jawaban singkat ...

March 2, 2021
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

Umumnya masyarakat Bali sangat samar-samar dalam memahami Wariga atau kalender Bali. Wariga semata-mata diikuti lebih sebagai warisan leluhur yang memang ...

June 7, 2020
Anak-anak menikamti makanan gratis dari Warung MJ dalam masjid di Singaraja
Khas

Warung Masjid dan 12.000 Porsi Makan Gratis | Catatan dari Kampung di Singaraja

Mungkin saat ini membicarakan soal tempat ibadah memang terlihat sangat menyeramkan. Lebih-lebih membicarakan soal masjid. Masjid sebagai tempat ibadah umat ...

February 23, 2021
Pementasan Jayaprana Layonsari oleh Komunitas Mahima di Pesta Kesenian Bali, Taman Budaya Denpasar, 21 Juli 2017./ Foto-foto: Dea Chessa LS
Ulasan

Jayaprana Layonsari Rasa Rujak Campur – Sebuah Catatan Kecil

DI tengah sajian kesenian bernuansa konservasi budaya konvensional Pesta Kesenian Bali ke-39 di Art Centre Denpasar. pementasan Jayaprana Layonsari oleh ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Ketua Tim Literasi SMAK Harapan, Ni Putu Nuratni, M.Pd. dan Kepala Sekolah SMAK Harapan, Drs. I Gusti Putu Karibawa, M.Pd.
Kilas

Kupetik Puisi di Langit | Buku Puisi dari SMAK Harapan

by tatkala
March 5, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Saṃpradāya Kuno Sampaikah ke Nusantara?*

by Sugi Lanus
March 4, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (157) Dongeng (11) Esai (1422) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (198) Opini (480) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (103) Ulasan (337)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In