Kadang-kadang diskusi itu membuat aku bahagia dan merasa bangga menjadi mahasiswa. Tapi kenapa yaa? Kok sekarang ini aku merasakan diskusi mahasiswa di sekitarku malah kayak debat politik begitu jadinya… Kenapa sih? Apa gara-gara musim politik kalik yaa?
Mahasiswa memang sudah identik dengan diskusi. Aku rasa tidak ada satu mahasiswa pun yang tidak pernah berdiskusi. Entah itu berdiskusi tentang politik panas seperti politik tempur saat sekarang, entah itu berdiskusi tentang materi kuliah yang maha-berat dan diajarkan oleh dosen yang maha-kaku, atau bisa juga berdiskusi tentang seberapa banyaknya sabun mandi dihabiskan untuk “nganu-nganu” selama musim horny. (Nah, hayoo… siapa yang keseringan hornyy???).
Begitulah kira-kira pemahaman sementara dari aku, seorang mahasiswa yang sedang berpura-pura candu diskusi dengan tema berat-berat, padahal kalau dalam bahasa Ingrisnya: ora ngerti opo-opo… AH, SIAALAN!
Begini sajalah rekan-rekanku sekalian: aku kira diskusi di kalangan mahasiswa itu sudah lama menjadi gaya hidup untuk eksis di antara mahasiswa-mahasiswi yang lainnya. TERUSS???Artinya begini, gaya hidup seperti itu efektif untuk meningkatkan kualitas otak dan mental mahasiswa, apalagi diskusinya sambilan ngopi dan ngerokok kretek yang ada cengkihnya gitu. Aduuh… 100% dijamin mantap di mata yang punya warung kopi.
Sebuah analogi terbaruku mengatakan begini: kalau mahasiswa tanpa diskusi itu sama dengan nasi bungkus tanpa pelanggan, lama-kelamaan nasi bungkus itu bisa basi. Begitu pun mahasiswa, kalau tidak ada diskusinya, lama-kelamaan bisa kayak nasi basi itu. Hehehee…Artinya gimana tuh? Ya, cari tahu sajalah sendiri yaa…
Aku sendiri orangnya tidak tahan berlama-lama di suatu tempat kalau tidak ada kegiatan diskusinya. Misalnya begini, yang lumayan sering kualami, aku sedang kumpul-kumpul sama teman-teman seperkuliahan, dan teman-temanku itu malah sibuk sendiri dengan hapemereka masing-masing, aku ajak untuk berdiskusi tapi mereka malah balas, “Ooh,” “Yaa,” “Hmm,” “Tunggu dulu,” kalau begitu-begitu aku hanya bisa langsung berdiri, ambil kunci motor, cuzz, langsung pergi tanpa basa-basi. Dalam hati ini berkata,
“Makan tuh hape sekalian!”
Setelah lama-kelamaan bergaul serta membiasakan diri, aku kemudian bisa untuk mengamati teman-teman mahasiswa saat berdiskusi, TERNYATA OH TERNYATA, diskusi mahasiswa itu tak seindah apa yang selama ini aku pikirkan. Perlahan-lahan aku mulai mengerti tentang model-model berdiskusi. Ada yang berdiskusi dengan baik dan benar sehingga aku dibikinnya tersipu malu-malu. Ada juga yang berdiskusi secara tidak benar sehingga… Ya, mirip-mirip gitulah kayak debat-debat politik di Indonesia sekarang.
Memang sih ada mahasiswa yang berdiskusi dengan santai dan pembicaraannya juga berisi. Tapi, yang menjadi masalah bagiku saat sekarang ini bukanlah itu melainkan mahasiswa yang diskusinya seperti orang dikejar-kejar kuntilanak berkepala kambing.
Ciri-cirinya gimana tuh?
Yang itu lho, yang berdiskusi dengan suhu emosi tingkat tinggi serta urat lehernya tidak terkendali gitu, yang apabila temannya berpendapat, dia katain salah terus, yang apabila ada temannya berteori, dia bilang keliru keliru keliru. Tapi, apabila sampeyan yang ngatain dia salah, waduuh, seminggu lebih dia kagak bakalan nyapa-nyapa sampeyan. Seriuus! Ngesalin banget, kan?
Maka dari itu, sebagai mahasiswa yang biasa-biasa saja tapi sangat baik hati, aku telah merangkum 3 konsep dari Paulo Freire untuk menjadikan kamu mahasiswa yang akan sukses ketika berdiskusi. Entah itu berdiskusi di kelas, di kedai-kedai kopi, ataupun berdiskusi di forum-forum tidak resmi. Berikut ini adalah 3 konsep untuk kamu, wahai mahasiswa-mahasiwi yang katanya mencintai budaya berdiskusi:
- Menjadi Mahasiswa Cinta
Ketika sedang berdiskusi, hendaknya mahasiswa bisa menghadirkan cinta ke dalam dirinya. Kehadiran cinta itu akan membuat diri kita merasa damai dan tidak mudah benci kepada lawan bicara. Aku sendiri sering membayangkan begini: kalau berdiskusi tidak adanya perasaan cinta, bisa-bisa semua perkataan orang adalah kutukan yang harus disalahkan. Bayangkan, kutukan lho Mas…
Untuk itu, demi kebaikan bersama, antara sampeyan dan lawan bicara sampeyan, maka cinta itu perlu untuk di hadirkan sehingga rasa benci tidak mudah datang ke hati. Kalau rasa benci sudah datang ke hati, wah, ujung-ujungnya diskusi bisa berganti menjadi forum caci maki.
Sebenarnya, kehadiran cinta ketika berdiskusi itu bisa membangun keharmonisan, ini teruntuk kita lho wahai para mahasiswa. Dengan begitu, apabila ada orang lain yang berpendapat maka kita akan merespon pendapat itu dengan penuh kasih dan penuh sayang, sehingga diskusi kita bisa berlangsung secara demokrasi yang sangat baik. Sekali lagi, tidak kayak debat-debat politik yang itu lho, aduuuh… susah kali aku jelasinnya!
Pokoknya diskusi dengan rasa cinta itu banyak kelebihan positifnya. Salah satunya adalah tidak pilih kasih, termasuk para jomlo sekalipun jangan sungkan-sungkan, karena dalam konsep mahasiswa cinta itu tidak ada aturan yang mengatakan kalau jomlo-jomlo tidak boleh ikut serta dalam bercinta. Percayalah~
- Menjadi Mahasiswa Rendah Hati
Selain disarankan untuk menjadi mahasiswa cinta, di dalam diskusi yang ramah lingkungan dianjurkan pula untuk bersikap redah hati. Kalau ada mahasiswa lain atau siapapun yang mengekpresikan pendapatnya, maka jangan dulu keburu-buru mematahkan pendapat itu. Dengarkan saja baik-baik, siapa tahu pendapat itu lebih penting dan lebih bijak ketimbang pendapat sampeyan sendiri. Biarkan saja dulu, setelah lawan bicara sampeyan itu selesai menyampaikan pendapatnya, barulah saatnya di-skak-mat, eh maaf maaf, maksudnya diladenin dengan pendapat sampeyan yang baik dan tidak menyakitkan hatinya.
Menjadi mahasiswa yang rendah hati bisa dilakukan dengan cara menurunkan perasaan sombong, karena perasaan sombong akan membuat manusia tidak suka terkesan lebih rendah daripada manusia lain di muka bumi ini. Kalau perasaan sombong sudah menguasai diri, ketika berdiskusi ujung-ujungnya akan sering menyalahkan orang lain, merendahkan orang lain, sekan-akan tidak ada yang boleh lebih tinggi daripada orang sombong seperti sampeyan ini. Hehehee.. maaf maaf yaa, aku becanda kok. Begini sajalah, diskusi itu bukanlah ajang untuk menjatuhkan, maka merendahkan hati sejenak sangatlah penting supaya tidak ada yang terjatuh karena terjatuh itu rasanya sakit sekali.
- Menjadi Mahasiswa Punya Harapan
Terakhir adalah menjadi mahasiswa yang punya harapan. Artinya, dalam setiap kegiatan diskusi mesti ada harapan untuk mendapatkan sesuatu sehingga diskusi tidak hanya menjadi omong-kosong-melompong saja. Kalau sudah ada harapan yang dicari, diskusi akan memiliki artinya tersendiri, dan semangatpun tidak akan cepat mati.
Maka dari itu, aku selalu membayangkan tentang keharmonisan mahasiswa yang selalu menyelipkan rasa cinta, rendah hati, dan harapan ke dalam hatinya. Aku membayangkan betapa indahnya kehidupan mahasiswa itu. Kalau bertemu di jalan, aku pasti bertanya,
“Sampeyan mau kemana, Mas? ”
Kemudian kami akan berdiskusi tentang diriku yang belum paripurna untuk menjadi seorang mahasiswa. [T]