BANYAK pertimbangan wisatawan berkunjung ke satu destinasi wisata. Selain potensi alam dan budayanya, daya tarik destinasi wisata terletak pada kelengkapan informasi yang diperoleh wisatawan. Meski objek wisata memiliki potensi menarik, namun tidak diinformasikan secara baik, akan kurang dikenal wisatawan.
Beragam cara digunakan wisatawan untuk mendapatkan informasi tentang destinasi wisata. Kekinian, wisatawan lebih memilih mencari sumber informasi wisata dari media sosial. Apalagi media sosial saat ini banyak digunakan untuk promosi pariwisata.
Kalangan industri pariwisata sendiri berupaya menyajikan informasi selengkap, semenarik, dan sejelas mungkin. Salah satu cara yang sering digunakan oleh industri pariwisata adalah dengan menarasikan objek dan daya tarik wisata di satu destinasi. Cara seperti ini biasa disebut dengan storynomic tourism atau tutur cerita dalam wisata.
Storynomics tourism adalah konsep yang menggabungkan penuturan cerita dengan ekonomi pariwisata untuk menciptakan pengalaman yang lebih mendalam dan menarik bagi wisatawan. Istilah ini mengacu pada cara-cara di mana industri pariwisata menggunakan narasi atau cerita untuk meningkatkan daya tarik destinasi wisata, memperkaya pengalaman pengunjung, dan memberikan nilai lebih dalam perjalanan mereka.
Dalam storynomics tourism, destinasi atau atraksi wisata tidak hanya menawarkan tempat atau pemandangan, tetapi juga cerita yang menghubungkan tempat tersebut dengan sejarah, budaya, atau mitos lokal. Cerita-cerita ini menciptakan hubungan emosional yang lebih kuat antara wisatawan dan destinasi, membuat pengalaman mereka lebih berkesan dan memikat.
Storynomics tourism seringkali melibatkan pengenalan lebih mendalam terhadap budaya lokal melalui cerita-cerita tradisional, legenda, atau pengalaman sejarah. Ini tidak hanya membuat perjalanan lebih menarik, tetapi juga mendidik wisatawan tentang nilai-nilai dan tradisi masyarakat setempat.
Potensi
Indonesia memiliki banyak potensi alam dan budaya yang dapat dinarasikan dalam tutur cerita wisata. Semua potensi itu jika dituturkan dengan baik akan membuat wisatawan bukan hanya kagum, namun juga merasa menjadi bagian dari alam dan budaya itu.
Semua gunung di Indonesia memiliki cerita yang menarik. Ketinggian gunung, kandungan mineral, keragaman flora dan fauna, serta sejarah erupsinya merupakan sebagian dari materi yang dapat dituturkan dalam storynomics tourism. Begitu pula dengan beragam mitos yang biasanya menyertai di setiap gunung.
Sungai, pantai, dan danau di Indonesia begitu indah. Jika wisatawan hanya sekadar menikmati keindahannya, perjalanan wisata tidak menimbulkan kesan yang mendalam. Padahal perairan Indonesia banyak menyimpan potensi yang dapat diceritakan kepada wisatawan, mulai dari kedalaman, keragaman satwa, maupun mitos tentang air yang dipercaya masyarakat Indonesia.
Indonesia juga memiliki banyak curug yang luar biasa indah. Namun storynomics tentang curug belum begitu maksimal. Hampir semua postingan di media sosial tentang curug lebih memamerkan keindahan air terjunnya. Sementara tutur cerita tentang curug belum disajikan kepada wisatawan.
Bukan hanya alam, potensi budaya dan sejarah di Indonesia begitu melimpah. Tarian, tradisi, candi, bangunan tua, dan situs bersejarah perlu dibuat storynomics agar wisatawan bukan hanya menyaksikan, tetapi juga merasakan pengalaman kultural. Bali dengan “seribu pura”-nya, Borobudur, dan Prambanan menjadi terkenal di mancanegara karena storynomics yang dituturkan dengan baik.
Kuliner daerah akan menjadi daya tarik wisata yang menjanjikan bila mampu dikemas dalam storynomics. Korea Selatan, Jepang, dan Thailand menjadi destinasi andalan di Asia lantaran narasi tentang kuliner mereka yang begitu bagus. Sementara Indonesia memiliki beragam kuliner yang akan menambah kuat citra destinasi wisata jika dibumbui dengan tutur cerita kuliner.
Busana daerah sebagai bagian dari budaya dan tradisi di Indonesia juga begitu banyak. Namun storynomics tentang busana daerah masih belum optimal. Barangkali wisatawan hanya mengenal batik. Padahal ragam busana daerah begitu banyak. Korea Selatan berhasil menarasikan Hanbok sebagai pakaian tradisional yang diminati wisatawan, sebagaimana Jepang menarasikan Kimono.
Kendala
Storynomics, tutur cerita, atau menarasikan sebuah objek dan daya tarik wisata tidak semudah menulis caption dalam media sosial. Diperluham pemahaman yang sangat mendalam terkait objek dan daya tarik wisata yang hendak diceritakan. Pemahaman yang tak memadai dapat menghasilkan cerita yang subjektif.
Narasi yang digunakan dalam storynomics akan menjadi bias bila bersifat subjektif, karena dapat diinterpretasikan secara berbeda oleh berbagai individu atau kelompok. Hal ini dapat berakibat pada kebingungan wisatawan untuk mendapatkan kebenaran cerita terhadap suatu destinasi.
Autentikasi cerita menjadi kendala tersendiri dalam storynomics. Bisa saja terjadi, cerita tentang destinasi wisata hanya untuk memenuhi keinginan pasar wisata. Mitologi lokal maupun cerita tentang tradisi dapat disesuaiakn dengan selera wisatawan, sehingga kehilangan keaslian narasinya.
Sensitivitas dalam storynomics melahirkan persoalan etika dalam bercerita tentang alam, budaya, dan tradisi kepada wisatawan. Kontroversi bisa saja terjadi antara masyarakat dan wisatawan berkaitan dengan isu-isu sensitif dalam cerita itu. Maka dari itu perlu pemahaman tentang latar belakang sosial budaya wisatawan.
Upaya
Menjadikan destinasi wisata sebagai bagian dari storynomics tourism perlu upaya mengintegrasikan prinsip-prinsip bertutur dalam strategi pesasaran dan pengalaman wisata. Setiap destinasi memiliki sejarah, budaya, dan keunikan tersendiri. Mengembangkan narasi yang memikat tentang destinasi wisata tertentu dapat menarik perhatian wisatawan. Cerita ini bisa melibatkan mitos lokal, legenda, atau peristiwa sejarah yang berkesan.
Upaya yang berbasis komunitas perlu dilakukan, agar tidak terjadi saling klaim kebenaran narasi cerita tentang destinasi. Setiap daerah perlu membuat kesepakatan secara dialogis di antara tokoh masyarakat tentang asal-usul destinasi dan tokoh-tokoh yang berperan dalam narasi cerita.
Strategi pemasaran destinasi wisata perlu dilengkap dengan pengalaman sejarah dan budaya di satu destinasi. Paket wisata tematik merupakan salah satu upaya membangun storynomics. Wisatawan diajak mengunjungi destinasi wisata dengan tema tertentu, seperti alam, sejarah, budaya, maupun kuliner yang didasarkan pada alur cerita.
Di era digital, media sosial dapat dimanfaatkan sebagai upaya membangun cerita. Beragam platform media sosial sering digunakan untuk berbagi cerita. Narasi autentik tentang destinasi dapat tersebar secara cepat dan masif.
Manusia pada hakikatnya adalah homo narrans, begitu kata Walter Fisher. Manusia adalah makhluk pencerita. Lewat tutur cerita manusia akan menghasilkan makna. Dan, destinasi wisata yang bermakna adalah yang mampu bercerita kepada wisatawan. [T]
Penulis: Chusmeru
Editor: Adnyana Ole
BACA artikel lain dari penulis CHUSMERU