DI sebuah stand tanaman hias, di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Bung Karno, Singaraja, di antara deretan bonsai, ada sebuah spanduk kecil bertuliskan “MBAH YO BLITAR”—dengan nomor hape di bawahnya.
Di situ ada Hendrik Zumario, atau biasa dipanggil Rio. Ia duduk dikelilingi tanaman-tanaman yang kerdil itu, yang tumbuh di pot-pot.
Kepalanya sedikit merunduk di hadapan api kecil, alias korek api, yang dilindunginya dari gibasan angin sore. Jari-jarinya rapat menutup, tak diberi celah angin masuk. Lantas rokok terbakar. Asap mengepul di antara langit mendung. Sambil merokok, Rio menatap tanaman-tanamannya yang dipajang apik itu dengan setting tempat sangat baik.
“Harganya macam-macam, bukan tergantung dari ukuran, tapi dari bentuk pohon dan umurnya,” kata Rio, si penjual bonsai itu, Jumat, 7 Maret 2025.
Rio mengisap rokoknya.
“Semakin pohon meliuk, bercabang-cabang, dan semakin tua umur si pohon, harganya bisa mahal.” lanjut lelaki itu.

Rio di antara tanaman bonsai hasil rancangannya | Foto: tatkala.co/Son
Dalam acara pameran bonsai skala nasional yang digelar oleh Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) Buleleng di Taman Bung Karno. Singaraja, Rio dan beserta crew-nya sudah ada sejak hari pertama dibukanya pameran itu pada tanggal 5 Maret dan akan selesai pada 8 Maret.
Tanaman bonsai itu dibawanya langsung dari Blitar, Jawa Timur. Lebih dari dua puluh tanaman bonsai berukuran besar dan kecil, dengan harga jual yang beragam. Mulai dari seratus ribu hingga dua puluh juta juga ada.
Di sana, ada beberapa pohon yang memang diunggulkan sebagai tanaman hias atau bonsai, antara lain pohon sacang dari Cina, since simbor dari Vietnam, Boxus dari Cina, waru India dan waru Jepang.
Rio yang lahir di Blitar Tahun 1979. Lelaki itu mengaku sejak tahun 2000-an sudah menyukai tanaman bonsai, karena suka sekali dengan alam, terutaman pohon-pohon. “Mungkin karena terpengaruh oleh lingkungan saya di Blitar, karena teman-teman saya juga menyukai bonsai, saya jadi terpengaruh mereka,” kata Rio.
Lantas Rio belajar dengan abang-abangannya, tentang bagaimana membuat bonsai sebelum akhirnya ia jatuh cinta betul pada tanaman ini. “Yang itu harganya dua puluh juta,” tunjuk lelaki itu pada bonsai pohon sacang hasil rancangannya.
Rio memandang sejenak pada bonsai pohon sacang itu.
“Itu masih mentah. Tapi umurnya sekitar dua puluh tahunan,” lanjut lelaki itu.
Dalam membuat bonsai, tidak semudah orang-orang menanam cabe atau tomat dua biji di sebuah pot kecil. Tamanan hias bonsai, atau yang lebih dulu berkembang di Jepang ini merupakan sebuah seni dalam mengkerdilkan pohon lebih kecil untuk diindahkan. Pupuknya adalah kesabaran dan keuletan.
“Menanam bonsai harus ekstra sabar, kalau tidak sabar, jangan harap punya pohon ini,” kata Rio.
Dan yang membuat mahal, lanjut lelaki itu. Karena itu tadi, merawatnya harus seperti merawat anak sendiri. Bahkan bisa melebihi dari anak sendiri, bahkan diri sendiri. “Namanya juga hobi, cinta. ya, susah,” kata Rio humor.

Beberapa orang sedang melihat-lihat tanaman bonsai yang dilombakan di RTH Taman Bung Karno, Singaraja, Bali | Foto: tatkala.co/Son
Sementara di arena lomba, pada pameran di Taman Bung Karno Singaraja itu, tercatat sekitar 550 tanaman bonsai saling bersaing dengan masing-masing kelasnya. Ada kelas prospek, semi pratama, pratama, madya, dan utama.
Kontes ini diikuti oleh peserta dari Sulawesi Selatan, Kalimantan, Jakarta, Bandung dan tentunya Bali itu sendiri sebagai tuan rumah.
Kata ketua pameran Ketut Windu Saputra, pameran bonsai ini telah menjadi agenda tetap jika menjelang HUT Kota Singaraja. Pameran ini bahkan sudah dinanti oleh para pecinta bonsai di seluruh Indonesia jauh-jauh hari.

Bonsai milik Rio | Foto: tatkala.co/Son
Dan setiap kali ada pameran semacam ini, Rio pasti datang. Membawa banyak-banyak bonsai untuk dijualnya di beranda pameran walaupun lokasinya jauh. Mulai dari yang terkecil bentuknya dan harganya, hingga yang terbesar secara bentuk dan harganya. Setelah dari Buleleng, ia akan ke selatan lanjut ke pameran lainnya sampai satu minggu ke depan.
“Pernah dulu di Tangerang, Banten. Waktu saya lagi jualan, terus tak tinggal tidur, hilang tiga bonsai saya. Ruginya itu sekitar 15 belas jutaan,” lanjut Rio cerita hari apes menjual bonsai beberapa tahun silam.
Rio tak hanya membuat sendiri bonsai, tetapi juga membeli dari orang lain, yang kemudian ia rawat dan jual kembali setelah cantik di tangannya. Setelah ia bercerita hari apes tiga bonsai digondol maling itu, ia juga mengenalkan sedikit tentang dirinya. Kata dia, dulu, ia pernah menyabet juara satu di pameran bonsai.
“Sekarang fokus jualan aja kayanya,” kata lelaki itu. “Dulu pernah saya menjual bonsai seharga kisaran 150 juta,” lanjut lelaki itu meyakinan saya bahwa jualan bonsai sangat menguntungkan, dan mengapa orang mencuri bonsai miliknya.
Tetapi, kata dia menambahkan, “Sekarang mulai sepi pembeli. Barangkali karena banyaknya pameran dilakukan nyaris di semua kota, dan semua orang mulai bikin sendiri-sendiri bonsai sebagai hobi!” [T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole