24 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto diambil dari Google

Foto diambil dari Google

Bonsai: Seni, Botani, dan Boleh Sekadar Ikut-Ikutan – [1]

I Putu Agus Phebi Rosadi by I Putu Agus Phebi Rosadi
July 7, 2020
in Esai
14
SHARES

Belakangan, seni pohon miniatur atau bonsai kembali melejit. Seni bonsai yang semula hanya dinikmati kalangan elite dan pecinta saja, kini sedang digandrungi masyarakat luas. Banyak orang yang ramai-ramai ke hutan semak untuk mendongkel bakalan bonsai. Di Indonesia sendiri penggemar bonsai begitu diuntungkan dengan dukungan kesuburan alam dan kekayaan flora tropis sehingga dengan mudah memilah dan memilih bentuk pohon yang akan dikerdilkan. Di antara mereka, ada kaum yang benar-benar menyukai bonsai, ada juga yang sekadar ikut-ikutan karena semua tetangganya menanam bonsai di rumah. Nah tipe orang yang kedua itu barangkali adalah orang yang akan menentang filsafat bonsai dari Robert Steven yang begitu melarang keras setiap manusia yang berlaku seenaknya kepada bonsai.

Seni Bonsai ini, hemat saya adalah sebuah tata ruang pohon agar ia bisa hidup di dalam ruang yang lebih kecil. Bonsai sebenarnya menggabungkan ilmu botani dan seni. Ilmu botani untuk mengatur tumbuh kembang pohonan, dan seni kemudian memberinya bentuk. Boleh juga ia dipandang lebih menditatif dengan teori keseimbangan Leonardo Da Vinci bahwa anatomi bonsai harus memiliki keseimbangan dari akar hingga pucuk ranting. Dengan demikian, bonsai akan menunjukkan sifat si empunya yang bekerja penuh ketenangan, kesabaran dari proses merawat bentuknya selama bertahun-tahun.

Di balik bonsai itu sendiri ada filsafat dan sejarah yang panjang. Di India, tradisi menanam pohon tulsi (kemangi) dalam pot atau dikenal dengan Vaman Tanu Vrikshadi Vidya yang secara tidak sengaja mengambil pucuk daun tulsi setiap hari, maka dengan tanpa sadar mereka memberikan perlakuan fisik  berupa Trimming (memotong batang/pucuk) yang menyebabkan pohon itu sendiri mengerdil. Sejak saat itulah orang-orang sadar sepenuhnya bahwa setiap tanaman bisa dikerdilkan tanpa mengubah fungsi dan sifat-sifat kealamiannya.

Sementara di Tiongkok, bonsai berkembang pada zaman Dinasti Han, sekitar tahun 200 SM. Saat itu para tabib di tiongkok saling bertukar tanaman obat dalam pot yang menyerupai bentuk aslinya di hutan liar. Sejak itulah orang-orang mulai meneruskan membentuk tanaman kerdil agar lebih mudah dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Saya pikir, bonsai di setiap negara memiliki sejarah panjangnya masing-masing.

Tapi apakah setiap orang yang memelihara bonsai harus mengetahui filsafat dan sejarah panjangnya? Saya pikir tidak. Setiap orang yang ingin memelihara bonsai di rumahnya boleh jadi hanya untuk sekadar merasa gembira dan tak perlu berkaca dari bonsai yang dipajang Museum Bonsai Shunkaen atau juga mengidolakan sang maestro bonsai Kunio Kobayashi, misalnya . Namun tak salah juga jika ia ingin mengetahui sejarah panjangnya untuk sekadar menjelaskan kepada setiap orang yang ingin bertanya perihal pohon apa yang ditanam dan bagaimana habitat tumbuh di halaman rumahnya. Dan saya pikir semua tipe itu sah saja. Maka menyatukan semua tipe orang dalam dunia bonsai itu sangat sederhana ; Mereka yang menanam dan merawat bonsai adalah pecinta bonsai, meskipun tak bisa menjelaskan dan tak mengetahui sejarah sedikitpun. [T]

Tags: bonsaibotanilingkungan
I Putu Agus Phebi Rosadi

I Putu Agus Phebi Rosadi

Setelah menempuh pendidikan di Singaraja, ia kembali ke kampung halamannya di Jembrana untuk menjadi petani sembari nyambi jadi guru. Selain menulis puisi, ia juga menulis esai dan cerpen.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Foto: Ari Antoni
Opini

“Homo Ludens”: Permainan adalah Pendidikan Itu Sendiri

DI dalam kehidupan manusia bermain adalah hal yang menyenangkan. Manusia dari kecil sampai dewasa selalu terlibat dalam perkara permainan, tak ...

February 2, 2018
Kurnia Effendi #Lukisan: IB Pandit Parastu
Esai

Proses Kreatif Kurnia Effendi 1# Koleksi Judul

SAMPAI saat ini, sampai saat menulis esai ini, saya masih membuat cerita pendek atau cerita panjang yang dimulai dengan judul. ...

February 2, 2018
Esai

Tongklek, Sebuah Nostalgia

Dulu, sewaktu saya masih MI (setingkat SD), saya masih ingat betul, setiap pukul satu dini hari di bulan Puasa, pintu ...

May 1, 2020
Esai

Liburan Sekolah Tanpa Musim Kopi

Keceriaan semasa musim kopi pernah mengisi hari-hari indah anak-anak di kaki Gunung Batukaru. Pada saat liburan sekolah misalnya, selama satu ...

July 10, 2019
Pantai Broken Beach di Nusa Penida (Foto: Google/novanusapenida.com)
Opini

Broken Beach, Legenda Ular Raksasa dan Lemahnya Nilai Integritas serta Nilai Religius

Masa Lalu yang Menjadi Materi Penting Hari Ini Menyajikan keindahan yang berbeda dan original menjadikan pantai ini sebuah magnet bagi ...

July 19, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Ni Nyoman Sri Supadmi
Esai

Teknologi Berkembang, Budaya Bali Tetap Lestari

by Suara Perubahan
January 23, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1355) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In