TAK peduli di sampingnya berjoget atau tidak, tersenyum atau cemberut, Mas Udin (49)—atau biasa di panggil Mas Daeng itu, tetap berjoget. Sangat asyik goyang pinggulnya, ke kanan, ke kiri. Poko’e, Oke gass… saat Delvia Colky (24) dan Dea Amanda (19) dari grup Risky Music membawakan lagu Bojo Biduan, Selendang Biru, Lamunan, Sayang, dan Jaran Goyang pada kampanye Pilkada, Rabu, 2 Oktober 2024, sore itu.
Acara itu dilakukan di Desa Tegalinggah, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, dan Mas Daeng sudah ada sejak pukul 16.00 Wita di sana. Di tengah kerumunan massa-rakyat yang berkaos sama dengannya, berwarna biru muda, biru ceria—dengan nama “MULIA PAS 2024” di bagian punggung.
Mas Daeng mengenakan pakaian itu sebagai bentuk dukungan setia pada Putu Agus Suradnyana (PAS), katanya, pasangan dari I Made Muliawan (MULIA). Mereka adalah calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali dengan nomor urut 01. Tapi pada hari ini, I Made Muliawan—atau biasa dikenal dengan nama De Gadjah itu—kebetulan tidak hadir, berbagi tugas—kampanye di tempat lain dengan sang wakil.
Delvia Colky (kiri) dan Dea Amanda (kanan) | Foto: tatkala.co/Son
Di sana, di Tegalinggah, Putu Agus Suradnyana didampingi oleh calon Bupati dan Wakil Bupati Buleleng, Sugawa Korry dan Gde Suardana, nomor urut 01. Dan ketika suara gendang ketukan 4/4 terdengar pada lagu Bojo Biduan—yang dinyanyikan oleh Delvia dan Dea, sesekali mereka berjoget ria—bersama masyarakat yang hadir. Semuanya asyik-asyikan.
Suradnyana sekilas menyentil saingannya perihal “Sopir dan Kernet”—yang barangkali menyenggol dirinya secara tipis-tipis, terkait posisi. “Kalo Sekarang orang tersebut mendeskriditkan posisi keduanya dan ingin menonjolkan diri sendiri, berarti itu orang yang tidak punya akhlak, tidak punya keinginan bersama, tidak mampu membangun komunikasi bersama..” sentil Suradnyana (PAS) pada kampanye Koster saat kampanye di Pantai Krobokan, Sawan, pada Selasa (1/10/2024) kemarin—yang menyebut “Sudah ada sopir, ngapain cari kernet?” kata Koster yang barangkali, tendensius, setipis tisu dibelah lima menyentil Suradnyana.
Tapi dangdut koplo menyamarkan senggol-senggolan yang dibangkitkan Suradnyana itu. Mereka yang hadir terlelap pada musik dangdut koplo. Musik tersebut benar-benar membangunkan hormon kebahagiaan mereka yang hadir, dan konon, dahulu juga begitu.
Genre Dangdut Koplo—yang awalnya banyak merebak di Jawa Timur sekitar tahun 2000-an itu, pasca Orde Baru—tentunya. Genre ini memang untuk asyik-asyikan sebagaimana sosial-politik pada masa Orba membuat orang-orang tak enjoy. Gawat.
Calon Wakil Gubernur Bali Agus Suradnyana diapit Calon Bupati Buleleng Sugawa Korry dan Calon Wakil Bupati Buleleng Gde Suardana | Foto: tatkala.co/Son
Dan penamaan terhadap koplo sendiri, memang, dihadirkan dengan karakter genre seperti itu, yaitu membuat nge-fly para pendengarnya, seperti sudah minum pil koplo. Sehingga kemudian banyak disukai oleh berbagai macam lapisan sosial dan berbagai macam umur kala itu.
Karena memiliki khasiat sangat baik, mengeluarkan siapa saja yang mendengarnya dari kegilaan sosial (Pasca Orba). Walaupun itu lagunya sedih. Gendang membuat orang menjadi koplo. Gembira, dan tak hanya dulu, tapi juga sekarang, di Tegalinggah.
Dan barangkali, Suradnyana cukup berhasil dalam menggoyangkan masyarakat dengan menggaet biduan itu, tentu—untuk mencairkan suasana Pilkada ini agar tak ada yang melakukan kegaduhan di masyarakat walaupun beda pilihan, agar tak ricuh—agar tetap pada garis yang menyenangkan walaupun kerap saling sindir-menyindir tadi—siapa yang paling siap? Hehe….
Tapi itu tak apa. Biasa dalam dunia perpolitikan—dan memang harus begitu, semeton. Gak boleh enggak. Pilkada ini harus juga digoyang saling senggol, terutama terkait ide dan gagasan, yaa… bukan sentimentil. Hihi..
Artinya, harus dengan cara yang dibenarkan secara hukum dan HAM.. maksudnya, gak boleh saling sundul, saling cubit, apalagi saling samack down. Tapi—sejauh ini, astungkara belum ada, dan semoga tidak ada!
Suasana keramaian kampanye calon Wakil Gubernur Bali nomor urut 01 | Foto: tatkala.co/Son
Intinya harus pakai program-program kerja yang membawa Bali ini lebih maju untuk lima tahun ke depan, dan yang paling penting, realistis. Tepat sasaran, dan tentu ramah lingkungan.
Tapi, apakah cara Suradnyana ini akan berhasil membawa masyarakat—untuk memilihnya sampai hari pencoblosan tiba, setelah dikoploin dangdut? Hmmm…mari kita tanya Mas Udin..Hehe..
“Saya di sini sejak jam 4. Saya percaya dengan Pak Agus..” kata Mas Udin, dengan penuh mantap akan mencoblos setelah berjoget. “Semoga Pak Agus bisa naik. Soalnya, kan, masih ada hutang jalan dia [Suradnyana saat menjabat Bupati Buleleng]. Nanti mau dilanjutkan aspalnya dari Bukit Sari sampai Asah Gobleg [menanggapi kampanye Suradnyana di atas panggung]..” lanjut Mas Udin.
Di Tegalinggah, Suradnyana (PAS) memang berjanji akan menuntaskan proyek jalan yang sempat tertunda ketika dirinya masih menjabat sebagai bupati Buleleng. “Nanti saya serahkan kepada Bapak Sugawa Korry [koalisinya] jika terpilih sebagai Bupati Buleleng. Dukung kami. Sehingga nanti, dananya bisa kami alokasikan dari pemerintah kabupaten..” kata Suradnyana, calon Wakil Gubernur Bali 2024—dari Buleleng.
Putu Agus Suradnyana juga menyadari, jika jalan ke atas sangat indah sekali. Ada farming tourism juga, katanya, sehingga sangat layak dibangun. “Sambil jalan, sambil lihat sawah-sawah sampai ke Wanagiri. Ini nanti ke depan harus dibangun dengan benar. Sehinggaa pariwisata, tidak merusak apa yang menjadi ciri dari Buleleng,” lanjutnya dengan mantap, yakin, dan siap membangun jika nanti terpilih.
Gde Suardana saat menyapa warga di sela-sela berjoget | Foto: tatkala.co/Son
Tanpa muluk-muluk, jalan tersebut memang layak dibangun. Sekitar 30 persen jalan Tegalinggah-Wanagiri itu mengalami cacat fisik—alias rusak. Apalagi warga sangat sering melewati jalan itu karena berhubungan dengan pekerjaannya—sebagai petani atau pekebun, atau melewati jalan itu menuju Denpasar.
“Memang [jalan] itu dulu pernah digarap sama PUTR [tapi] sampai sekarang belum jadi. Mungkin dananya belum ada. Pesean sudah. Jalan ke sana itu kan untuk pertanian. Ada perkebunan cengkih, kopi di sana, biar jalur itu bisa lancar…” kata Mas Daeng.
Ia juga sempat curhat, sekitar tahun 2017-2018 pernah terjungkal waktu turun dari Wanagiri, ia terjatuh dan luka—walaupun enggak parah. Tapi lumayan sakit. Dan tentang pilihan, siapa pun yang terpilih, semoga rintihan hati, batin—dan pengalaman Mas Daeng dapat dipulihkan oleh Gubernur yang baru.
Dan, untuk pasangan De Gadjah-Suradnyana, selamat berjuang. Selamat mengampanyekan ide dan gagasannya dengan penuh semangat…Oke..gassss… [T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Jaswanto