PERUPA Made Sumadiyasa memiliki karya rupa berjudul Forest I dan Forest II. Karya itu dibuat denganbahan cat air di atas kertas berukuran 55 x 75 cm. Karya itu sarat dengan pesan lingkungan.
Dua karya itu dipamerkan bersama sejumlah seniman di Sika Galery Ubud dan tentu saja menarik perhatian sejumlah pemerhati seni rupa. Pameran itu sendiri dibuka 12 Desember 2023.
Dalam karya itu Sumadiyasa menggugah masyarakat untuk tetap melestarikan hutan, tiada henti-hentinya. Ia pun melukis dengan tema lingkungan, juga tiada henti. Ia seperti punya cara sendiri untuk menyampaikan pesan, bagaimana kita tak bosan-bosan merawat hutan.
Memang, betapa pentingnya kita menjaga alam, juga lewat karya seni seni. Tentu karena kerusakan alam akan berdampak buruk terhadap kehidupan manusia.
Dalam konteks itu masyarakat Hindu mengenal konsep bhuwana agung (makrokosmos) dan bhuwana alit (mikrokosmos), hubungan integral alam dengan manusia.
Makrokosmos adalah alam lingkungan. Sedangkan alam mikro, tiada lain manusia itu sendiri. Jika alam makro rusak, kehidupan manusia akan rusak dengan sendirinya. Karena itu, jangan mencoba-mencoba merusak alam.
Sumadiyasa yang lulusan ISI Jogjakarta tahun 1997 dan anggota Sanggar Dewata ini, mengatakan populasi kehidupan di planet bumi ini semakin meningkat pesat, sehingga eksploitasi alam, terutama hutan, tidak dapat dihindari.
Dalam dua karyanya berjudul “Forest”, sebagai representasi visual paru-paru dan jantung, Sumadiyasa menyampaikan pesa yang sangat mendalam, bertujuan untuk mengingatkan dan membangkitkan kesadaran kita sebagai manusia untuk menjaga keharmonisan dengan alam.
Karya ini menyoroti bahwa manusia tidak bisa terlepas dari hubungannya dengan alam, karena sebenarnya manusia adalah bagian integral dari ekosistem alam itu sendiri.
Dalam konteks menjaga alam, Sumadiyasa, pelukis kelahiran Lalang Linggah, 8 Februari 1971 Tabanan ini sesungguhnya dari sejak lama sudah menggaungkannya lewat karya seni rupa.
Sebut misalnya saat dalam rangkaian acara konferensi internasional Global Healing I, 2004, Sumadiyasa berpameran tunggal yang bertajuk One World, One Heart, di ARMA Museum Ubud, Bali. Karya-karyanya menyoroti tentang perdamaian hidup bersama di bumi dan menjaga keharmonisan dengan alam.
Di studio lukisnya sekaligus tempat tinggalnya di Batuan Gianyar, berbagai jenis tanaman tumbuh subur, menyejukkan lingkungan sekitar.
Memang, Sumadiyasa dan keluarga kecinya belajar mencintai alam. Kemudian lewat karya senirupa, Sumadiyasa ingin selalu belajar menebarkan cinta-kasih untuk merawat lingkungan.
Sang istri, Nyoman Henni Kesari dan putri putrinya, sangat mendukung upaya Sumadiyasa menggaungkan kecintaan terhadap alam. [T][Ado/Rls]