Musik menjadi media perjumpaan yang egaliter dan humanis. Sejumlah seniman bertemu, menampilkan kemahiran bermusik, berkolaborasi dan bergembira dalam International Cultural Art Space (ICAS) yang diselenggarakan oleh Pascasarjana Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung di Gedung Kesenian Sunan Ambu, 25-29 November 2019.
Bermusik adalah pengalaman perjumpaan yang menggembirakan. The Spirit of Peace karya Dwiki Dharmawan diaransemen ulang oleh Ismet Ruchimat bernuansa folklor Sunda dengan sentuhan gamelan dan angklung. Dwiki Dharmawan bersua Ismet Ruchimat dan Sambasunda yang dipimpinnya. Lesap dalam kegembiraan.
Mohram musik dari Malaysia mengolah pelbagai tradisi musik dunia dengan cita rasa Melayu. Begitu riang dan bersahaja Muhardiman Ismail yang memainkan seruling bambu dan Ramli Abdul Hamid dengan rebananya menebar kegembiraan bermusik. Ada warna musik Tionghoa, India, Timor Tengah dan Melayu yang kemudian menjadi lebih hidup berkolaborasi dengan grup fusi musik Indonesia Sambasunda.
Karya “Hawa Ledang”dan “Perahu” dari Mohram musik misalnya, merebut hati publik Sunda, membuat girang dan terpesona akan pertemuan mesra musik Melayu dan Sunda. Pertemuan musikal senantiasa menimbulkan kekaguman dan kegembiraan. Mempertautkan pemusik dan audiens dalam pengalaman rasa dan kenikmatan auditif yang membebaskan.
Sajian musik Tohpati pada puncak ICAS menjadi pertemuan hangat jazz progresif dan musik tradisional. Kolaborasi padu gitar Tohpati dengan saron dan suling Rekha serta kendang Endang Rahman menghadirkan nafas musik tradisi Sunda, Jawa dan Bali yang memikat dan menggembirakan.
Penampilan musisi dalam ICAS 2019 menegaskan pengalaman bermusik sebagai pengalaman pertemuan yang menggembirakan. Kegembiran mengalirkan kehangatan, harapan dan optimisme hidup.
Perayaan kebhinekaan
Sajian karya serta kolaborasi musik dari pelbagai latar belakang penciptaan dan pengalaman bermusik menjelaskan perhelatan musik sebagai perayaan kebhinekaan. Keragaman, kontras dan perbedaan bunyi melahirkan keindahan musikal. Memberi kenikmatan bagi yang mendengarnya.
Musik tidak rasial, tidak diskriminatif. Dalam setiap penampilan, setiap pemusik berupaya masuk dan memberi warna, berkontribusi menciptakan keindahan dan harmoni. Yang satu membutuhkan yang lain sebagai kesatuan. Saling mengisi dan melengkapi.
Kegembiraan bermain musik memberi energi kepada khalayak penonton. Membangkitkan perasaan gembira yang lebih besar akan keindahan bersua dengan yang lain. Yang asing dan berbeda sungguh dialami vibrasi, getar, gerak, gelombang dan energinya melalui pencerapan bunyi yang memikat dan menyenangkan.
Melalui karya musik dan pengalaman bermusik keterhubungan umat manusia serta kebutuhan akan liyan, yang berbeda, menjadi kenyataan yang tak terbantahkan. Musik mengapungkan kebenaran dan keindahan kodrati manusia: saling jaga serta saling rawat. Memberi ruang tumbuh bagi yang lain. Hidup dan kemanusiaan manusia mendapat kepenuhan makna dan eksistensinya. Keberagaman dirayakan dengan sukacita.
Pergaulan lintas bangsa
International Cultural Art Space (ICAS) 2019 dimaknai sebagai ruang egalitar seni-budaya lintas bangsa. Di dalamnya terjadi pertemuan kreativitas seniman lintas disiplin yang saling menginspirasi dan memperkaya berdasarkan prinsip kesetaraan. Saling respek, menghormati keunikan dan karakter spesifik masing-masingnya. Semua memiliki kesempatan sekaligus peluang yang sama terutama berkontribusi membangun peradaban dan kemanusiaan.
“Pergaulan kesenian dan kebudayaan lintas bangsa sangat penting terutama dalam melawan radikalisme dan kultur kekerasan”, jelas direktur ICAS Dr. Yanti Heriyawati S.Pd.,M.Hum. Sudah waktunya hidup berdampingan antarbangsa, antarkomunitas digalakkan dalam membangun tatanan dunia yang lebih adil dan manusiawi. Untuk mewujudkannya dibutuhkan pandangan yang sehat serta gairah hidup yang optimistik. Ini hanya dimungkinkan jika hati gembira dan perasaan bahagia. Dan, musik dapat menjadi wahana yang efektif untuk menjangkau khalayak luas, membangkitkan kegembiraan, keindahan dan optimisme hidup.