Semalam kota ini diguyur hujan lebat, suara petir saling bersahutan. Petir adalah kilatan cahaya yang berbunyi keras di langit, datang ketika hujan lebat atau mendung yang gelap. Petir terjadi karena ada perbedaan antara awan dan bumi atau dengan awan lainnya. Aku usap air hujan yang menetes di wajahku. Inginku mengelak meredam gemuruh.
Bagiku tak ada bahagia yang terlalu dan tak ada sedih yang sewajarnya. Entah bagaimana caranya, entah bagaimana menjelaskannya. Siapa yang mau perduli dan siapa yang mau mengerti. Aneh, aku malah merasa dunia ini sepertinya sedang berhenti. Dunia menjadi terlalu sempit dan sederhana, ketika aku hanya menghabiskan waktuku untuk hal-hal yang aku senangi. Biar bagaimanapun mana ada manusia yang ingin hidup sendiri. Meskipun ada, tapi rasanya sungguh mustahil. Dan sulit menemukan jawabannya tidak mustahil.
Akan tetapi mengenai perihal kemustahilan, dunia ini mengajarkan sesuatu pada kita, bahwa kita mesti percaya yang sebaliknya. Kedua hal ini mengajarkan pedoman hidup. Ini tentang bagaimana memilah baik dan buruk, benar dan salah, bahkan bertahan saat senang dan susah. Aku belajar bahwa apa yang sedang aku rencanakan dan apa yang aku cita-citakan, ternyata bisa saja berjalan tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Namun, aku rasa aku harus tetap tenang dan belajar untuk berlega hati.
Kau, aku, rindu dan waktu. Kau dan aku selayaknya dua insan yang sedang terjebak dalam sebuah perjalanan. Rindu adalah wadah untuk belajar kesabaran. Dan waktu adalah tatkala aku dan kamu mampu mebaca arti rindu itu. Tetapi, kali ini aku menyerah pada rindu yang berisik, menikmati malamku yang sepi dengan sebuah lilin yang menyala pada sumbunya. Ia menjadi temanku tatkala aku ingin menghabiskan waktuku sendiri. Bergulat dengan diri sendiri, sembari berpikir dan merenung, mengenai perkataan yang terlontar begitu saja. Atau perbuatan yang tak semestinya dilakukan.
Satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan berjuang. Sudah sulit akan menjadi teramat sulit apabila hanya satu orang yang mau berjuang, atau yang satunya tiba-tiba ingin membalikkan perahu yang sedang berlayar. Memang terasa sulit, akan tetapi jika nanti sudah sampai tujuan. Percayalah bahwa hal yang telah membuat kesal, akan menjadi alasan mengapa dulu pernah bertahan. Untuk itu mari kita berjuang. Dan aku tak akan melepas tanganmu, meninggalkanmu seorang diri dalam kesunyian yang tak bertepi itu. Kesunyian itu layaknya sebuah benda yang tak bisa dibuka. Semakin kau ingin membukanya, maka hanya kesunyian yang lebih besarlah yang akan kau temui.
Padahal, jika kau selami dunia nyata sebenarnya tak seburuk itu. Jika kau menemukan seseorang yang mampu menyentuh henti jantungmu. Maka, mereka yang datang hanyalah menemukan kemungkinan-kemungkinan. Dan sebuah seni untuk menikmatinya adalah dengan dijalani bersama.
Kau dan aku sedang meramu ragu. Kau dan aku adalah sepasang, yang sayangnya sama-sama sedang kehilangan arah. Aku dengan diriku, sedang kau dengan upayamu mencari damai. Banyak pertanyaan yang semestinya dijawab. Namun, karena percuma ditanyakan, dijawab pun tak akan paham. Dan seolah-olah pikiranlah yang bertanya sekaligus menjawabnya sendiri. Hingga timbul menjadi fragmen-fragmen kecil yang tak beraturan.
Mengapa kata dan rasa cukup,diciptakan? Jika memang pada akhirnya kita tidak akan pernah merasa cukup. Setelah penat menyengat seharian, hujan pun turun. Hati manusia sulit untuk diselami. Terlalu banyak menyimpan rahasia, bahkan terlampau sulit jika hanya diungkap dengan kata-kata. Kau tahu bagaimana caranya melepas amarah dan sebaliknya aku hanya bisa diam dengan melupakan amarahku.
Terimakasih sudah membentuk ketahanan untuk melihat kebaikan semua orang. Mengajarkan bagaimana untuk tidak menikmati sesuatu tanpa paham arti sebenarnya. Karena sejatinya manusia senang menerima ketidaktahuan ketika hal yang salah terlampau menyenangkan untuk dimakan mentah-mentah. [T]