Mungkin lebih sering aula Soka Indah Restaurant & Bungalow digunakan untuk acara-acara penting, seperti pernikahan, syukuran, kelulusan, atau acara-acara perayaan lain, yang biasa dihiasi dengan puluhan kursi berderet, dekorasi yang wah dan indah, panggung minimalis lengkap dengan alat musik dan backdrop berlatarkan nama acara yang sedang diadakan. Atau mungkin juga ada beberapa kursi-kursi dan meja tambahan jika rombongan yang datang untuk sarapan, makan siang atau makan malam lebih banyak dari biasanya.
Tak begitu adanya pada Kamis, 06 Juni 2019, saat siang hari, sekitar pukul 10.30 WITA. Suasananya nampak berbeda dibanding hari-hari biasa. Lho, ada apa sih?
Nah, di sana ternyata ada 8 meja panjang berbaris di tengah-tengah aula, 4 di kiri dan 4 di kanan saling berhadap-hadapan. Di atasnya ada kompor gas kecil, beberapa sayur mayur yang terlihat segar dan baru dibeli di pasar, beberapa potong daging ayam segar (bukan ayam tiren), tepung, minyak goreng, tahu tempe, telur, beberapa peralatan masak seperti penggorengan, panci, sendok dan lain-lain, ada juga bahan-bahan lain seperti bawang, bawang putih, cabai, lada, kaldu jamur, dan sebagainya.
Masing-masing akan dibagikan ke 8 kelompok peserta pemuda-pemudi Buddhis se-Bali yang mengikuti Dhamma Camp 2019 hari ke-2 yang diinisiasi DPD Patria Bali. Mereka bersama-sama akan mengikuti Camping Chef, salah satu rangkaian kegiatan Dhamma Camp 2019 yang mengajak seluruh peserta untuk memasak sebuah hidangan bersama kelompok mereka masing-masing. Hidangan yang dimasak haruslah dari bahan-bahan yang disediakan panitia dalam rentang waktu tertentu, tidak boleh menambah bahan di luar bahan yang disediakan. Camping Chef ini bisa dikatakan mirip dengan Master Chef Indonesia, sebuah kompetisi memasak terkenal yang selalu tayang di layar kaca.
66 orang peserta yang dibagi menjadi 8 kelompok pun terlihat sangat antusias dengan kegiatan yang akan mereka ikuti. Nama-nama kelompok yang mereka dapatkan sejak awal kegiatan Dhamma Camp 2019 pun masih berhubungan erat dengan kegiatan tersebut. Kelompok-kelompok mereka bernama Pala,Cabai, Kencur, Lada, Kunyit, Bawang, Cengkeh, Jahe, rempah-rempah yang biasa digunakan sebagai penyedap dan penguat rasa. Karena nama-nama kelompok mereka diambil dari nama-nama rempah, ada panitia iseng yang bergurau. “Ini para peserta bisa dibuat Sambal Matah,” katanya.
Sama seperti Master Chef Indonesia, Camping Chef ala Dhamma Camp 2019 juga tak kalah seru. Para peserta di kelompoknya masing-masing berkreasi untuk membuat hidangan sekreatif dan seenak mungkin untuk membuat dewan juri terkagum nantinya. Barangkali di antara para peserta ada yang memang sudah bisa memasak, ada pula yang tak pernah memasak sama sekali.
Namun mereka semua tetap bereksperimen, karena mereka semua harus memanfaatkan seluruh bahan yang disediakan panitia. Jika di Master Chef Indonesia ada jam besar yang selalu bergerak mundur untuk mengingatkan para pesertanya batas waktu yang masih tersisa, maka di Camping Chef ada juga hitung mundur yang ditayangkan melalui proyektor.
Sejak panitia memberi instruksi untuk memulai memasak, para peserta terlihat sudah tahu apa yang harus mereka kerjakan. Mereka sudah membagi tugas masing-masing. ada yang memotong sayur, ada yang mengupas bawang, ada yang mencuci daging, membuat adonan tepung, ada juga yang menyiapkan segala peralatan dan bahan, seperti memanaskan minyak goreng, mengambil sendok atau kain lap, dan lain-lain.
Kerja sama mereka tentu akan dinilai di sini. Camping Chef ala Dhamma Camp 2019 nantinya tidak hanya mengutamakan cita rasa, tapi juga kerja sama kelompok mereka. Semakin mantap kerja sama yang mereka miliki, semakin mantap pula penilaian yang diberikan oleh panitia yang mendampingi mereka.
Sesekali jika panitia pendamping menemukan beberapa kekeliruan dari para peserta, entah cara memasak, atau cara mengolah bahan-bahan makanan yang mereka miliki. Panitia pendamping seperti menjadi dewa penasehat bagi para peserta. Hal yang sama bisa disaksikan di serial Master Chef Indonesia saat para dewan juri berkeliling melihat-lihat masakan para peserta dan memberi beberapa masukan dan saran. Syukurnya, para peserta tidak ada yang sok-sokan freestyle, seperti membalik telur agar tak gosong sampai harus dilempar ke atas, atau menabur garam dengan gaya salt bae.
Setelah satu jam berlalu, hidangan yang dibuat para peserta sudah hampir jadi. Ada yang membuat ayam goreng tepung, tumis tahu, capcay spesial, capcay campur tahu, omelet, tahu tempe goreng tepung, ayam kecap bumbu kaldu, juga tahu bulat goreng. Tinggal 30 menit waktu yang tersisa, para peserta mulai memoles hidangan mereka agar terlihat lebih menarik, seperti hidangan-hidangan terkenal di restoran ternama.
Di sini para peserta mulai berpikir idealis, tidak cukup dengan menyediakan yang hanya bisa dimakan, tapi semua harus paripurna. Menempatkan saus di piring harus artsy, harus artistik. Memotong timun, wortel, dan tomat sebagai hiasan pun harus melihat nilai estetika. Hraus rapi, harus cantic, ketebalan irisan dan potongan harus pas, supaya renyah dan crunchy.Semua harus terlihat sempurna.
Bagi mereka, hidangan bukan hanya soal rasa, tapi soal rupa. Ahsiiiiaappp. Nah, saat waktu tinggal 10 detik tersisa, para panitia dan peserta yang sudah selesai memasak bersama-sama menghitung mundur, kemudian sama-sama mengangkat tangan mereka ke atas, persis sama dengan yang dilakukan peserta Master Chef Indonesia saat waktu habis.
Beberapa menit setelah waktu usai, tibalah saatnya dewan juri menilai hindangan yang mereka buat. Dewan juri dalam Camping Chef tahun ini terdiri dari Made Adnyana (Pembina DPD Patria Bali), Dwi Kangge (Ketua DPD Patria Bali), Krishna Satya (Panitia Pengarah DC19), dan Rian Yuliawan (Ketua Panitia Dhamma Camp 2019). Mereka satu per satu mencicipi hidangan yang dibuat oleh masing-masing kelompok.
Seluruh komponen dalam hidangan dinilai oleh dewan juri, mulai dari rasa, kematangan, kerapian, keindahan, tak lupa juga kekompakan para peserta. Sesekali mereka berdiskusi ringan saat mencicipi hidangan para peserta. Beberapa panitia lain sesekali ikut mencicipi setelah dewan juri selesai melakukan penilaian Beberapa di antara ada yang memberikan komentar ala Chef Juna di Master Chef Indonesia yang sesekali bisa mengundang senyum dan tawa kecil bagi yang mendengarnya. Siap Chef!
Akhirnya, para dewan juri bersiap-siap untuk mengumumkan hasil penilaian mereka. Para peserta sudah tentu degdegan, jantung mereka berdegup lebih kencang dari biasanya, sesekali berharap bahwa hidangan mereka adalah yang terbaik dari semuanya. Sebelum benar-benar mengumumkan juara, para dewan juri memberikan sedikit komentar. Bagi mereka, apa yang dihidangkan oleh para peserta sudah melebihi ekspektasi mereka. Semua terasa enak. Semua terasa well-taste.
Semuanya punya kelebihan masing-masing di samping kekurangan yang dimiliki. Para peserta seketika bertepuk tangan dengan meriah mendengar komentar dewan juri. Mereka seolah-olah memberikan apresiasi juga bagi diri mereka sendiri.
Kemudian, dewan juri mengucapkan selamat kepada kelompok Jahe yang dinilai pantas menjadi juara I, disusul kelompok Cabai sebagai juara II, dan kelompok Kunyit sebagai juara III. Semua peserta bertepuk tangan dan bersorak meriah, terutama mereka-mereka yang mendapat juara pada Camping Chef Dhamma Camp 2019. Menjadi juara tentu akan menambah poin kelompok mereka untuk menjadi kelompok terbaik dalam Dhamma Camp 2019.
Setelah pengumuman juara, ada hal menarik yang dilakukan oleh Made Adnyana. Ko Ad, begitu sapaan akrabnya, terlihat menjinjing sesisir pisang, kemudian menuju sebuah meja dengan kompor dan adonan tepung di atasnya. Ia dengan lihai mengupas dan memotong pisang-pisang yang ternyata dibelinya tadi pagi di pasar sembari membeli bahan-bahan masakan untuk para peserta, kemudian mencampurkannya dengan adonan tepung sebelum akhirnya dimasukan ke dalam minyak yang sudah dipanaskan.
Tak selang lama, beberapa pisang goreng sudah tersaji di atas piring dan dinimkati oleh peserta dan panitia. Pisang goreng renyah dan enak ala Ko Ad menjadi penutup kegiatan yang manis. [T]