Pulau Bali adalah pulau yang memiliki destinasi pariwisata terbaik di dunia. Pariwisata di Bali kental dengan budaya, adat istiadat dan tradisi. Namun akhir-akhir ini sudah semakin berkembang ke wisata alam atau berbasis lingkungan.
Banyak perkembangan banyak pula dampak yang diakibatkan, dampaknya pun ada positif dan negatif. Dampak positif perkembangan pariwisata Bali memang sangat banyak, salah satunya terciptanya banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Bali, membangun ekonomi Bali dengan perkembangan yang sangat pesat, dan yang paling terlihat instan adalah membuat Bali semakin terkenal di mata dunia.
Perkembangan secara positif tersebut sudah banyak dirasakan oleh masyarakat Bali, terutama diwilayah sekitaran Ubud, Canggu, Kuta, Jimbaran, Nusa Dua dan beberapa daerah di Bali Utara seperti Lovina dan Pemuteran. Memang tidak bisa dipungkiri lagi Bali diberikan semboyan bagaikan Pulau Surga. Wisatawan asing maupun domestik silih berganti datang ke Bali untuk menikmati budaya, dan alam Bali.
Nah, tiba saatnya mulai memilah, jika ada hal positif yang dihasilkan sudah barang tentu ada hal negatif yang mengiringi. Hal negatif seringkali tertutupi oleh dampak-dampak positif yang disebabkan oleh perkembanagan pariwisata Bali. Sering terlupakan dan dianggap remeh, padahal dampak yang disebabkan sangatlah berpengaruh bagi kelangsungan hidup masyarakat Bali ke depannya. Salah satu contoh hal negatif yang disebabkan oleh perkembangan pariwisata Bali adalah kemacetan dan sampah.
Kali ini khusus dibahas terkait dengan sampah, suatu hal yang sering luput dari perhatian dan bahkan sudah hampir menjadi budaya sebagian orang Bali. Itu pun termasuk saya sendiri, contohnya setiap membeli makanan, minuman atau berupa barang yang menggunakan plastik sebagai pembungkusnya sering kali dibuang sembarangan. Hal tersebut seperti di bawah alam sadar, istilah Balinya“dija ja suwud madaar ditu entungang lulune”. Semakin lama semakin menumpuklah sampah-sampah plastik yang bisa menyebabkan got mampet, banjir dan lingkungan terlihat kumuh.
Masalahnya sekarang kebanyakan para wisatawan asinglah yang bergerak untuk melakukan penanggulangan sampah plastik. Mereka khusus datang ke Bali untuk berlibur, akan tetapi melihat banyak samplah plastik berserakan di lingkungan sekitar tempat mereka menginap, dijalan atau ditempat umum seakan mengharuskan mereka membangunkan orang-orang lokal Bali yang kurang memperhatikan sampah-sampah plastik tersebut.
Hal tersebut memicu kebanyakan generasi muda Bali bergerak untuk membersihkan sampah plastik. Tergabung dalam beberapa kelompok-kelompok, seperti kelompok sadar wisata dan Trash Hero. Trash Hero adalah relawan peduli sampah Plastick, memiliki 32 cabang di seluruh dunia pimpinannya adalah Roman dari Swiss . Yang tergabung dalam trash hero adalah semua orang yg peduli dg sampah Plastick & dampak negatifnya.
Digagas mulai Senin, 5 November 2018 beberapa orang yang peduli dengan kebersihan sampah di Banjar Yehtengah (Yehtengah Clean Community) di bawah trash Hero mengadakan kerjasama dengan Pemerintah Desa Kelusa dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar. Kerjasama yang dilaksanakan berupa kegiatan bersih-bersih sampah plastik di lingkungan sekitar Br. Yehtengah, Kelusa, Payangan yang dilaksanakan berkelanjutan setiap minggunya.
Kegiatan yang bertujuan menyadari masyarakat tentang dampak buruk sampah plastik (we educate , we action & we change) berkembang baik di lingkungan sekitar Desa Kelusa. Seperti virus yang menyebar secara perlahan berkembang, Br. Keliki Kawan terhimbas sebagai salah satu yang berkembang dibidang pariwisata secara pesat menyambut baik dengan ikut membentuk relawan yang bergerak dibidang kebersihan.
Sambutan baik juga diberikan oleh pihan Pemerintah Desa Kelusa atas gagasan yang diprakarsai oleh generasi muda yang sadar akan lingkungan. Prebekel Desa Kelusa, I Dewa Putu Suantara menyampaikan kegiatan bersih-bersih lingkungan merupakan kegiatan yang sangat positif, semoga kedepannya kegiatan seperti ini bisa dijadikan contoh oleh warga disekitar Desa Kelusa untuk menjaga keasrian dan kebersihan lingkungan. Begitu pula semoga kegiatan ini menjadi awal dari pergerakan yang sangat baik untuk menanggulangi sampah plastik dan bisa terus berlanjutan.
Ketua Yehtengah Clean Community I Made Lama mengatakan pihaknya jengah terhadap keberadaan sampah, yang telah memberikan beragam dampak negatif di banjarnya. Mulai dari masalah kesehatan dan stigma di dunia pariwisata. Dia tak menampik, sampah yang mencemari lingkungannya disebabkan kurang pedulinya masyarakat terhadap bahaya lingkungan.
“Sampah dibuang ke sungai, selokan, bahkan, dimana dia usai makan, di situlah dibuang”. Kini usaha kami perlahan menunjukan hasil positif, dengan perkembangan masyarakat yang sudah sadar dengan bahaya sampah plastik dan teman-teman relawan kami semakin bertambah, begitu ujarnya.
Virus kebersihan semakin berkembang hingga ke desa Bresela, masyarakat mulai sadar akan bahaya sampah plastik yang menyebabkan pencemaran lingkungan dengan skala yang tidak terbatas, banjir, dan bisa menyebabkan kanker apabila sampah plastik tersebut dibakar.
Ketua Yayasan Trash Hero Indonesia, I Wayan Aksara mengaku bersyukur, saat ini banyak generasi muda di setiap banjar, yang mulai peduli terhadap lingkungan. Pihaknya berharap, komunitas-komunitas kebersihan yang terbentuk, fokus pada aksi kebersihan, dan jangan sampai ditumpangi kepentingan politik ataupun finansial. Sebab hal rentan memecah komunitas.
“Pemuda harus bangkit, kita harus memerangi permasalahan lingkungan. Jangan bangga jadi nak Bali, jika kita justru merusak Bali dengan tidak menjaga kelestarian lingkungannya,” tandasnya dengan jelas. [T]