14 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

AI dan Seni, Karya Dialogis yang Sarat Ancaman?

Petrus Imam Prawoto JatibyPetrus Imam Prawoto Jati
May 25, 2025
inEsai
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

Petrus Imam Prawoto Jati

“Seni bukanlah cermin bagi kenyataan, tapi palu untuk membentuknya.” — Bertolt Brecht

PARA pembaca yang budiman, kemarin anak saya, yang SMP, mencoba main-main membikin puisi dan naskah drama memakai bantuan AI. Sebagai bukan pelaku seni, saya pikir sungguh menyenangkan ketika anak saya jadi mendadak nyeni dalam hitungan menit tanpa saya repot ngajarin. Di luar sana, bahkan anak-anak muda pun piawai membuat ilustrasi grafis, bikin musik, sampai bikin poster  dengan AI.

Tak pelak, dunia seni sekarang seolah berubah wajah. Bayangkan ada sebuah lukisan surealis, penuh warna, emosi, dan bahkan mungkin mengandung kedalaman simbolik. Tapi ketika kita menengok ke balik kanvas, ke prosesnya,  tidak ada pelukis yang menggenggam kuas. Tidak ada studio, tidak ada clepretan tinta di lantai, tidak ada malam panjang yang penuh kegelisahan artistik. Hanya baris-baris perintah, alur algoritma, dan pemrosesan citra oleh entitas tak bernyawa yang disebut  Artificial Intelligence.

Kini kita hidup di masa di mana karya-karya visual, puisi, musik, bahkan naskah drama bisa diciptakan oleh mesin. Tidak melalui inspirasi ilahi atau pengalaman hidup yang manis getir, tetapi melalui prompt yang diketik cepat: “lukisan bergaya Van Gogh tentang kerinduan.” Enter, klik. Jadi.

Karena saya memang bukan ahli di bidang seni dan filsafat, maka terlintas di benak saya suatu pertanyaan naif. Apakah seni yang dibuat oleh AI masih bisa disebut seni? Dan jika ya, siapa yang menjadi senimannya? Jika bukan, mengapa terlihat indah dan menggugah? Sebenarnya apa yang ingin saya sampaikan di sini lebih berupa sharing uneg-uneg, jadi bukan sebuah telaah akademis apalagi filosofis.

Kreativitas Masihkah Monopoli Manusia?

Selama berabad-abad, kreativitas dianggap sebagai anugerah ilahiah, hadiah bagi manusia untuk mampu menyelami keindahan, menggugat realitas, atau sekadar menumpahkan kecamuk gejolak batin. Namun kini, kecerdasan buatan telah memasuki ranah yang paling intim dalam eksistensi kemanusiaan, yaitu daya cipta. AI, seperti Midjourney, DALL·E, atau ChatGPT, dapat men-generate, menciptakan karya visual dan tekstual yang menggugah, memukau, dan kadang mengejutkan. Dan semuanya dilakukan dalam hitungan detik, tergantung pesanannya, tanpa “merasakan” apa pun.

Filsuf Immanuel Kant dalam Critique of Judgment menyebut bahwa seni sejati  lahir dari niat bebas dan tujuan tanpa tujuan, sebuah aktivitas yang tidak berorientasi pada fungsi, tapi pada ekspresi. Apakah AI memiliki kehendak bebas? Tidak. Apakah ia memiliki niat bebas? Tidak juga. Tapi apakah hasilnya menyentuh kita, manusia, seperti karya seni sejati yang konvensional? Kadang, iya.

Ini membuat kita masuk ke wilayah abu-abu. Mungkin selama ini kita terlalu terobsesi pada proses penciptaan, dan lupa bahwa seni juga adalah tentang apa yang dihadirkan, bukan hanya bagaimana ia hadir. Hal ini tentu menggugat konsep yang kuat yang selama ini kita pegang teguh,  untuk selalu percaya pada proses. Tapi bukankah melatih AI men-generate sesuai keinginan juga juga butuh suatu proses yang spesifik?

Antara Instrumen dan Kolaborator

Sepertinya, hal ini hanya mendaur masa di mana sebagian kalangan melihat AI seperti melihat kemunculan kamera pada awal abad ke-20. Kala itu, para pelukis klasik mencibir fotografi sebagai bukan seni, karena tak melibatkan tangan dan sapuan kuas. Tapi sejarah membalikkan anggapan itu. Justru fotografilah yang kemudian membuka cakrawala baru dalam estetika visual. 

Mungkin AI hanyalah “kamera” baru bagi zaman kita sekarang ini. Jadi AI dianggap sebagai alat. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa AI bukan sekadar alat, tapi kolaborator yang aktif. AI mampu menyintesis ide, memadukan gaya, bereksperimen bebas melampaui batas imajinasi manusia, bukan karena ia jenius, tapi karena ia dibanjiri data dan kemungkinan.

Dalam konteks ini, manusialah yang menjadi sutradara konseptual. Kitalah yang menentukan arah, niat, emosi, dan konteks. Maka karya seni AI sebetulnya adalah hasil dari kehendak manusia, hanya saja diperluas oleh kekuatan mesin. Seperti yang dikatakan Martin Heidegger, teknologi bukan hanya alat, tapi juga cara mengungkap kebenaran. Dalam pandangannya, teknologi modern memiliki sifat yang lebih dari sekadar instrumen, teknologi membentuk cara manusia memahami dan berinteraksi dengan dunia.  Heidegger menggunakan konsep Gestell (Enframing), yang berarti bahwa teknologi membingkai segala sesuatu, sebagai sumber daya yang siap dieksploitasi. Dan apa yang dikatakannya bisa kita pahami dalam hal ini.

Apakah “Menyuruh” Itu Seni?

Kritik paling umum terhadap seni AI adalah, “Ah, itu mah tinggal nyuruh. Tinggal ketik doang.” Jadi, apakah seni hanya soal tangan yang bekerja? Apakah tidak mungkin jika seni lahir dari ide yang kuat dan perintah yang tepat?

Logikanya begini, seorang koreografer tidak menari, seorang arsitek tidak membangun, dan seorang sutradara tidak memegang kamera. Tapi mereka semua adalah seniman, karena mereka mengarahkan dunia dan perwujudan seni yang akan tercipta. Dengan sudut pandang ini, pada hemat saya, menyuruh AI bisa menjadi bagian dari proses kreatif yang sah, selama ada kehendak artistik, refleksi, dan pengolahan makna yang terlibat.

Yang membuat AI menarik dan menggelisahkan, bukan karena ia bisa sekadar meniru manusia, tapi karena ia bisa melampaui batas manusiawi dalam hal jumlah referensi, kombinasi gaya, dan kecepatan eksplorasi. Tapi ada juga juga kelemahannya. AI tidak punya luka. Tidak punya cinta. Tidak punya kesadaran tentang kefanaan.

Oleh karena itu, justru kolaborasi antara manusia dan AI, bisa melahirkan sesuatu yang belum pernah ada, yaitu karya yang lahir dari intuisi manusia, tapi diperkuat oleh kekuatan sintesis superhuman. Kita sepertinya butuh istilah baru di sini. Ini bukan “seni manusia” atau “seni mesin”, tapi barangkali, Seni Sintesis. Suatu seni dari hasil perjumpaan antara niat dan nalar, antara emosi dan kalkulasi algoritma.

Menjadi Bebas atau Kehilangan Keistimewaan?

Pada akhirnya, kegelisahan tentang seni AI bukan hanya soal estetika. Ini kemungkinan kegelisahan yang sudah mengintai semenjak AI lahir, yaitu soal identitas manusia. Entah dalam pekerjaan, pendidikan, industri, AI dikhawatirkan akan mengancam eksistensi manusia.

Apakah kita masih istimewa jika mesin bisa mencipta? Apakah kita siap menerima bahwa proses kreatif bukan milik kita sendiri?  Jean-Paul Sartre menyatakan dalam bukunya, Being and Nothingness, “Manusia dikutuk untuk bebas.” Tapi barangkali kini kita menghadapi paradoks baru. Manusia dibebastugaskan oleh mesin, tapi bukannya menjadi  rileks, justru membuat kita merasa terancam.

Seni AI mungkin tidak menggantikan seni manusia, tapi ada masa di mana ia memaksa kita untuk mengubah cara kita melihat seni itu sendiri. Bukan lagi tentang siapa yang membuat, tapi apa yang diungkap. Bukan lagi soal ekspresi pribadi soal seni semata, tapi juga eksplorasi masyarakat tentang apa artinya menjadi manusia berseni di zaman pasca-manusia. Dan tentunya kegelisahan ini tak bisa mereda hanya dengan satu helaan napas panjang.

Jika para pembaca yang budiman merasa juga gelisah, mungkin lebih bijak jika tidak buru-buru menghakimi. Mari kita coba bukan hanya menilai hasilnya, tapi berani juga untuk mencoba satu langkah ke depan dengan mengajukan pertanyaan. Apa yang bisa kita ciptakan, jika kita bersedia berdialog dengan mesin? Karena mungkin, Bertolt Brecht jauh hari sudah paham, masa depan seni bukan tentang mesin yang menggantikan manusia, melainkan tentang manusia yang berani menciptakan sesuatu, yang bahkan lebih besar dari dirinya sendiri. Tabik. [T]

Penulis: Petrus Imam Prawoto Jati
Editor: Adnyana Ole

BACA artikel lain dari penulis PETRUS IMAM PRAWOTO JATI

Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?
Ogah Baca, Nyalakan Bom Waktu
Teater Ditikam, Akal Sehat yang Mati
Tags: AIkecerdasan buatanSeni
Previous Post

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Next Post

Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

Petrus Imam Prawoto Jati

Petrus Imam Prawoto Jati

Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah

Next Post
Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

LELUHUR JAGUNG

by Sugi Lanus
June 13, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

—Catatan Harian Sugi Lanus, 13 Juni 2025 *** Ini adalah sebuah jejak “peradaban jagung”. Tampak seorang ibu berasal dari pulau...

Read more

Apa yang Sedang Disulam Gus Ade? — Sebuah Refleksi Liar Atas Karya Gusti Kade

by Vincent Chandra
June 12, 2025
0
Apa yang Sedang Disulam Gus Ade? — Sebuah Refleksi Liar Atas Karya Gusti Kade

Artikel ini adalah bagian dari tulisan pengantar pameran tunggal perupa Gusti Kade di Dinatah Art House, Singapadu, opening pada tanggal...

Read more

Tanah HGB, Kerjasama dan Jaminan Kredit

by I Made Pria Dharsana
June 10, 2025
0
Perjanjian Pengalihan dan Komersialisasi Paten dalam Teori dan Praktek

Tanah HGB, Kerjasama dan Jaminan Kredit : Pasca Putusan MK Nomot 67/PUU-XI/2013 Penulis: Dr. I Made Pria Dharsana, SH., MHumIndrasari...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Rizki Pratama dan “Perubahan Diri” pada Acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” di Singaraja
Panggung

Rizki Pratama dan “Perubahan Diri” pada Acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” di Singaraja

DI acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” itu, Rizki Pratama tampaknya energik ketika tampil sebagai opening di Café Halaman Belakang...

by Sonhaji Abdullah
June 10, 2025
New Balance Sneakers Store di Indonesia Terpercaya
Gaya

New Balance Sneakers Store di Indonesia Terpercaya

SAAT ini sneakers bukan lagi sekadar kebutuhan untuk melindungi kaki saja melainkan telah berkembang jadi bagian penting dari gaya hidup....

by tatkala
June 9, 2025
I Wayan Suardika dan Sastra: Rumah yang Menghidupi, Bukan Sekadar Puisi
Persona

I Wayan Suardika dan Sastra: Rumah yang Menghidupi, Bukan Sekadar Puisi

ISU apakah sastrawan di Indonesia bisa hidup dari sastra belakangan ini hangat diperbincangkan. Bermula dari laporan sebuah media besar yang...

by Angga Wijaya
June 8, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [19]: Mandi Kembang Malam Selasa Kliwon

June 12, 2025
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co