AMFLITEATER Mall Living World, Denpasar, ramai dipenuhi pengunjung. Sabtu, 10 Mei 2025 pukul 17.40, Tempat duduk amfliteater yang bertingkat itu ramai dipenuhi oleh pengunjung. Ada yang baru datang dan langsung mencari tempat duduk.
Ada banyak juga yang sudah duduk duduk disana ketika saya baru datang. Di sore hari yang cerah itu, ruang terbuka yang ukurannya kurang lebih seperempat lapangan sepak bola itu nyaris penuh orang.
Dari tempat saya duduk yang jaraknya 15 meter dari panggung amfliteater yang berisi layar monitor besar dengan hiasan semacam tiuran gapura di kanan dan kirinya, dapat saya lihat sekumpulan anak kecil dengan riangnya berlarian kesana sini dengan riangnya di atas panggung.
Teriakan gembira mereka dapat saya dengar jelas dari sini. Tidak seluruhnya anak-anak yang ada di tempat itu berlarian di atas panggung, ada juga yang duduk manis bersama orangtuanya. Sebagian besar pengunjung di amfliteater itu datang bersama keluarganya. karena tepat di jam 18.00 Program Publik – Literasi Film Pendek Untuk Keluarga yang dadakan oleh Minikino akan dimulai.
Ini adalah acara yang ketiga kalinya. Pertama pada 5 April, setelah itu 26 April, dan yang terakhir pada 10 Mei. Beberapa film yang ditampilkan pada 10 Mei dirancang untuk mempererat hubungan keluarga melalui menonton dan berdiskusi bersama.

Keluarga menonton film di Living World | Foto: Hizkia
Tepat pada pukul 18.00 pembawa acara naik ke atas panggung dan menyapa pengunjung. Melihat kedua orang dewasa berpakaian adat yang tingginya 2 sampai 3 kali tubuh mungilnya anak-anak itu, anak-anak itu pun lekas beranjak turun dari panggung namun kedua pembawa acara yang ramah itu memanggil anak-anak itu untuk kembali ke areal panggung untuk bermain seakan tingkah anak-anak itu tidak mengganggu acara sama sekali.
Dan memang begitu. Meskipun di antara mereka ada yang berteriak kegirangan dan lari kesana kemari, suara kedua pembawa acara itu tetap dapat terdengar dengan jelas oleh pengunjung secara umum, khususnya saya sendiri.
Selain suasana yang ramah anak, rangkaian film pendek yang diputar sore itu memang ditujukan untuk anak – anak. Tujuh film pendek yang diputar sore itu dalam Program KUKI Short for Kids ditujukan untuk anak-anak usia 4 tahun ke atas. Ketujuh film pendek tersebut bernuansa penuh warna menarik dan tokoh-tokoh yang memikat.
Dari keetujuh film pendek tersebut anak-anak dapat belajar tentang persahabatan, kepemimpinan, sampai biologi yang dikemas secara padat dan menarik. Semua film pendek yang diputar hari itu tanpa dialog. Film-film itu hanya menampilkan expresi dan perilaku para tokoh sehingga menurut saya dapat memberi stimulus kepada anak-anak itu untuk memikirkan makna dari film-film pendek itu.
Film pendek yang pertama diputar hari itu berjudul CATERPILLAR AND HEN (IL BRUCO E LA GALINA). Disutradarai Michela Donini dan Katya Rinaldi, diproduksi di tahun 2013 di Italia, berdurasi 10:12 menit.
Dari tampilannya saya bisa menebak film ini merupakan film animasi yang dibuat dengan teknik stopmotion setelah melihat tampilan tokoh serta objek dalam frame itu bertekstur seperti boneka dari kain flanel.

Keluarga menonton film di Living World | Foto: Hizkia
Film pendek ini menceritakan kisah persahabatan seekor ayam betina dengan ulat. Momen yang mengesankan saya pada acara ini adalah ketika pembawa acara mengajak anak-anak yang berada diatas panggung itu untuk menghitung mundur diputarnya film. Dari posisi saya saat itu terdengar teriakan nyaring anak-anak itu dengan semangat “Sepuluh! sembilan! delapan! tujuh! enam! lima! empat! tiga! dua! satu!”.
Setiap film selesai, pembawa acara memancing anak-anak dengan pertanyaan mengenai film yang telah diputar. Anak-anak itu menjawab pertanyaan-pertanyaan pembawa acara itu dengan suara nyaring yang bersemangat dan bersahut-sahutan. Menunjukkan betapa antusiasnya dengan program ini.
Film kedua yang diputar berjudul HEE HEE HATY (CZAPU, CZIPU) yang disutradarai oleh Tomaz Glodek, Bogna Sroka-Mucha. Diproduksi di Polandia tahun 2014 berdurasi 5 menit.
Film animasi dua dimensi ini berceerita tentang petualangan seorang anak dan topi ajaibnya. Sama seperti pemutaran film pertama. Pembawa acara mengajak anak-anak diatas panggung menghitung mundur. Kali ini menggunakan bahasa inggris. Dengan kompak mereka menghitung mundur dengan teriakan nyaring dan semangat yang sama sekali tak berkurang. Saat itu langit senja sudah berubah menjadi gelap.
Ketika saya melihat sekeliling ternyata makin ramai pengunjung yang menonton beserta anaknya.

Keluarga menonton film di Living World | Foto: Hizkia
Film pendek ketiga berjudul ILLUSTRATION: COMPOSTAGE. Disutradarai Élise Auffray, diproduksi di Prancis tahun 2014 dengan durasi dua setengah menit. Film animasi experimental ini menunjukkan bagaimana transformasi sampah organik menjadi tanah. Sampah organik yang ditampilkan dalam film ini merupakan sampah organik yang sangat dekat dengan anak anak.
Dari film ini anak-anak dapat belajar bagaimana sampah-sampah organik tersebut dapat menyuburkan tanah serta menggambarkan bagaimana proses penguraian berlangsung. Hitung mundur sebelum film diputar kali ini cukup menyita perhatian saya.
Kali ini pembawa acara mengajak anak-anak itu menghitung mundur dalam bahasa Bali. Film pertama dan kedua semua anak-anak itu menghitung mundur dengan semangat. Namun kali ini saya hanya melihat tak lebih dari lima anak yang bisa melafalkan perhitunga mundur tersebut.
Bahkan hanya satu suara anak yang dominan terdengar dari tempat saya duduk. Dengan pikiran positif saya menganggap bahwa barangkali sebagian besar anak – anak itu adalah anak dari perantau-perantau dari luar pulau.
Film pendek keempat berjudul HEDGEHOGS AND THE CITY (EZI UN LIELPILSETA). Disutradarai Evalds Lacis, diproduksi di Latvia tahun 2013. Film berdurasi sepuluh menit ini bercerita tentang sekelompok binatang yang kehilangan hutan tempat mereka tinggal dan dengan cerdik mereka membangun hutan mereka kembali.
Dari film animasi ini anak-anak diberi gambaran sederhana tentang dampak alih fungsi lahan, yaitu kemalangan penghuni hutan yang kehilangan tempat tinggalnya.

Keluarga menonton film di Living World | Foto: Hizkia
Selanjutnya ada film pendek garapan sutradara Markus Kempken berjudul PARAPLÜ. Berdurasi dua setengah menit, diproduksi di jerman pada tahun 2008. Film animasi dua dimensi ini menampilkan tiga orang yang berdiri di tengah hujan. Saya tak tahu apa pesan yang coba disampaikan film ini, namun setelah saya cermati ending-nya, saya menyimpulkan film ini adalah film yang menyuguhkan komedi bagi anak-anak.
Barangkali progamer acara ini menampilkan film ini di urutan ke lima dengan maksud tertentu. Barangkali agar anak-anak dapat mengistirahatkan pikiran sejenak setelah tiga film sebelumnya.
THE SMORTLYBACKS, film animasi garapan sutradara TED SIEGER dan Wouter Dierickx, diproduksi di Cina dan Swiss tahun 2013 dengan durasi lima menit empat puluh lima detik. Bercerita tentang seorang pawang gajah yang memimpin kawanan gajah dalam perjalanan yang menegangkan. Dari film ini anak-anak dapat belajar bagaimana seorang pemimpin mengambil keputusan.
Terakhir ada film pendek berjudul SNOWFLAKE (SNEJINKA). Film berdurasi enam menit ini diproduksi di Rusia (2012) dan disutradarai oleh NATALIA CHERNYSHEVA.
Film ini menceritakan kisah seorang nak dari pedalaman afrika yang dikirimi surat berbentuk kepingan salju oleh sahabat penanya yang jauh. Film ini memberikan gambaran kepada anak-anak itu bagaimana musim salju itu begitu indah sekaligus menyulitkan di satu sisi.
Saya rasa film ini cocok untuk anak-anak di acara itu yang saya yakini sebagian besar tak pernah merasakan salju dan barangkali bertanya-tanya dan berimajinasi liar bagamaina rasanya musim salju.
Secara umum saya berpendapat bahwa acara ini sangat positif bagi anak-anak dimana mereka diberi kesempatan untuk bersosialisasi dengan sebayanya dan diberi pengalaman menonton film -film yang penuh makna dan menarik.
Terlebih lagi mereka juga diberi kesempatan dan kebebasan untuk berbicara didepan umum dalam sesi diskusi disetiap akhir film di putar. Dengan demikian mereka dapat menumbuhkan kepercaan dirinya untuk berbicara di depan umum dan saya yakin jika hal ini dibiasakan maka akan sangat berdampak baik dimasa mendatang.
Saya harap program seperti ini tak berhenti dapat secara rutin diadakan. Dan saya juga berharap program ini dapat diselenggarakan di daerah daerah Bali yang lian supaya anak-anak di pedesaan khususnya dapat merasakan pengalaman yang sama seperti hari ini.[T]
Reporter/Penulis: Hizkia Adi Wicaksono
Editor: Adnyana Ole