15 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Biji Kuning yang Hilang Menjelma Kunyit – Renungan Hari Raya Kuningan

Abdi Jaya PrawirabyAbdi Jaya Prawira
May 3, 2025
inEsai
Biji Kuning yang Hilang Menjelma Kunyit – Renungan Hari Raya Kuningan

Ilustrasi tatkala.co | Arix

MENJELANG Hari Suci Kuningan, nasi kuning menjadi bagian sajen yang wajib ada. Secara tradisional, nasi kuning untuk sajen dapat dibuat dari kunyit yang dilumatkan, dicampur minyak dan diaduk bersama nasi. Berbeda lagi dengan nasi kuning untuk nasi yasa atau nasi pradnyan yang biasanya juga dicampur bumbu-bumbu khusus agar lebih gurih dan sedap di lidah.

Perkembangannya, dua per tiga masyarakat belakangan ini mungkin lebih praktis menggunakan pewarna makanan guna membuat nasi kuning untuk sajen, selain juga ada yang lebih praktis lagi dengan membeli tumpeng dan penek kuning yang dijual di pasaran.

Cara membuat nasi kuning dengan bahan kunyit, asal-muasalnya secara tersirat saya simak dalam segmen cerita di lontar berjudul Tantu Panggelaran. Jika dipikir-pikir, mitos sederhana ini punya kupasan makna yang berelasi dengan dinamika hidup kita saat ini.

Alkisah, dalam narasi mistikal ini ada empat jenis burung yang merupakan wahana Bhatari Sri. Bhatari Sri kita kenal sebagai dewi padi, dewi sawah dan dewi kemakmuran. Empat burung itu adalah titiran ‘perkutut’, puter ‘puter’, wuru-wuru sepang ‘dara merah’, dan dara wulung ‘dara hitam’. Masing-masing burung membawa empat jenis biji (lebih tepatnya benih), perkutut membawa biji putih, puter membawa biji kuning, wuru-wuru membawa biji merah dan dara hitam membawa biji hitam.

Suatu ketika, ada lima orang anak kecil yang memburu burung-burung itu. Para burung ditembak jatuh. Keempat tembolok burung itu dilukai dan ternyata berisi empat jenis biji. Biji berwarna kuning yang dibawa puter ternyata yang paling menggiurkan. Biji itu berbau harum semerbak. Aromanya menggoda anak kecil ini untuk memakan habis biji kuning, hingga yang tersisa hanya kulit bijinya. Ketiga biji yang masih tersisa lalu ditanam sehingga tumbuh menjadi padi. Oleh sebab itu ada beras berwarna putih, merah dan hitam. Tidak ada beras berwarna kuning.

Dalam teks disebutkan: kang wija kuning kulitnya pineṇḍemnira matĕmahan kunir ‘biji kuning itu kulitnya mereka tanam sehingga menjadi kunyit’. Kulit dari biji yang hanya tinggal kenangan, setelah ditanam ternyata menjelma menjadi kunyit. Semenjak itu, orang yang ingin membuat beras maupun nasi berwarna kuning menggunakan ekstrak kunyit sebagai pewarnanya.

Kita yang Kehilangan Biji Kuning

Biji kuning yang harum semerbak, mewujud bukan hanya sekadar warna, tetapi makna. Kuning diamini sebagai warna yang mewakili kemakmuran, kesejahteraan dan kekayaan. Secara tak langsung kuning adalah simbol kenikmatan hidup. Kenikmatan ini, oleh lima anak kecil tadi sebatas dimaknai sebagai kenikmatan rasa. Kelimanya bisa saja mewakili lima indra, lima unsur diri manusia yang paling rakus pada yang paling menggiurkan. Mungkin karena itu, biji kuning tak tersisa untuk ditanam. Apa yang terlalu dinikmati, seringkali justru gagal diwariskan.

Sebuah sindiran filosofis tersirat dalam fragmen ini, bahwa kekayaan yang hanya dikonsumsi akan musnah dan berubah dengan substitusi yang lain. Biji kuning sebagai simbol kekayaan tak bisa diabadikan jika hanya dikejar untuk dinikmati. Biji putih, merah, dan hitam yang bisa dimaknai sebagai kesucian, darah semangat, dan wibawa masih tersisa untuk ditanam, justru biji kuning yang mewakili nilai tertinggi yang berusaha kita capai selagi hidup tak sempat tumbuh.

Biji kuning tersubstitusi sebagai kunyit, yang juga bertindak sebagai rempah penyembuh dan zat pewarna. Kunyit tak hadir sebagai tanaman pokok, melainkan sebagai esensi pengingat bahwa sesuatu yang pernah ada, kini dijaga dalam wujud lain. Kunyit bukan makanan utama, melainkan pemberi warna dalam makanan. Mungkin inilah petunjuk bahwa biji kuning harus ditemukan dalam pengalaman batin, bukan ladang duniawi belaka.

Narasi ini seakan mengajak kita merenungi ulang apa yang kita buru dan telan habis dalam hidup. Apakah kita terlalu tergoda dengan aroma biji kuning tanpa berpikir bahwa yang harum itu bisa musnah jika tidak diwariskan? Di era konsumsi cepat dan pencarian kenikmatan instan, cerita ini memberi jeda maknawi bahwa yang seolah paling nikmat tidak selalu bijak untuk dihabiskan sekaligus.

Jika tembolok burung menjadi lambang alam, maka biji yang tersimpan di dalamnya ialah benih-benih makna yang hendak dititipkan alam pada manusia. Warna-warni dalam biji itu bukan sekadar visual, tetapi mengandung resonansi kosmologis dan psikologis. Putih untuk kesucian dan permulaan (purwa), hitam untuk gelap dan kedalaman batin, merah untuk semangat dan keberanian, dan kuning yang paling harum dan paling cepat habis ialah lambang kekayaan yang menggoda dan yang paling sulit dijaga karena disukai semua.

Mengapa biji kuning dimakan sampai habis, sementara yang lain mampu ditanam ulang? Anak-anak dalam cerita itu tidak menanam apa yang mereka sukai, justru menanam apa yang tersisa. Kunyit, sebagai jelmaan kulit biji kuning, hanyalah sisa dari esensi biji itu. Maka tak heran jika dalam kehidupan sehari-hari, kunyit juga identik dengan obat penawar luka. Ia pernah terluka dan menyembuhkan dirinya sendiri.

Biji kuning menjadi perumpamaan untuk segala hal yang kita habiskan tanpa berpikir panjang. Tanah subur yang kita jadikan akomodasi pariwisata, hutan yang kita bakar, air tanah yang kita sedot nyaris habis, tanaman upakara yang kita pakai besar-besaran tanpa budidaya atau bahkan investasi yang dihabiskan di generasi ini tanpa benih untuk masa depan. Cerita ini mengingatkan bahwa kebahagiaan yang tidak disemai takkan bisa dituai. Kegembiraan kelima anak itu seperti pesta panen tanpa menabur benih. Gairah sesaat itu kemudian melahirkan kekosongan panjang karena aroma semerbak yang dinikmati satu lahapan itu tidak ada lagi saat ini.

Tafsir maknawi yang lebih luas, membuat cerita ini menyuguhkan renungan tentang kebijaksanaan dalam memilih keseimbangan antara memakan dan menanam, antara menikmati dan menyisakan, antara hasrat dan warisan, antara konsumsi dan produksi. Apakah kita tengah menjadi anak-anak yang gembira memakan biji kuning, atau kita tengah berusaha menanam makna dari sisa yang tertinggal? [T]

Penulis: Abdi Jaya Prawira
Editor: Adnyana Ole

  • BACA JUGA:
Kuningan Tradisi Sunda Kuno?
Tren ‘Serba Kuning’ di Hari Suci Kuningan
Sejumlah Resep Membuat “Leburan Cake” di Sekitar Hari Galungan & Kuningan
GALUNGAN BELANDA DI BESAKIH
Pawisik Durga, Galungan, dan Cinta Kasih
Tags: hinduKuningan
Previous Post

Bali Blackout, Romantisme Gelap Bersama Strongking, Lilin dan Lentera

Next Post

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Abdi Jaya Prawira

Abdi Jaya Prawira

Pande Putu Abdi Jaya Prawira, tinggal di Tulikup, Gianyar. Alumnus Sastra Jawa Kuno Udayana.

Next Post
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

LELUHUR JAGUNG

by Sugi Lanus
June 13, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

—Catatan Harian Sugi Lanus, 13 Juni 2025 *** Ini adalah sebuah jejak “peradaban jagung”. Tampak seorang ibu berasal dari pulau...

Read more

Apa yang Sedang Disulam Gus Ade? — Sebuah Refleksi Liar Atas Karya Gusti Kade

by Vincent Chandra
June 12, 2025
0
Apa yang Sedang Disulam Gus Ade? — Sebuah Refleksi Liar Atas Karya Gusti Kade

Artikel ini adalah bagian dari tulisan pengantar pameran tunggal perupa Gusti Kade di Dinatah Art House, Singapadu, opening pada tanggal...

Read more

Tanah HGB, Kerjasama dan Jaminan Kredit

by I Made Pria Dharsana
June 10, 2025
0
Perjanjian Pengalihan dan Komersialisasi Paten dalam Teori dan Praktek

Tanah HGB, Kerjasama dan Jaminan Kredit : Pasca Putusan MK Nomot 67/PUU-XI/2013 Penulis: Dr. I Made Pria Dharsana, SH., MHumIndrasari...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Rizki Pratama dan “Perubahan Diri” pada Acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” di Singaraja
Panggung

Rizki Pratama dan “Perubahan Diri” pada Acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” di Singaraja

DI acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” itu, Rizki Pratama tampaknya energik ketika tampil sebagai opening di Café Halaman Belakang...

by Sonhaji Abdullah
June 10, 2025
New Balance Sneakers Store di Indonesia Terpercaya
Gaya

New Balance Sneakers Store di Indonesia Terpercaya

SAAT ini sneakers bukan lagi sekadar kebutuhan untuk melindungi kaki saja melainkan telah berkembang jadi bagian penting dari gaya hidup....

by tatkala
June 9, 2025
I Wayan Suardika dan Sastra: Rumah yang Menghidupi, Bukan Sekadar Puisi
Persona

I Wayan Suardika dan Sastra: Rumah yang Menghidupi, Bukan Sekadar Puisi

ISU apakah sastrawan di Indonesia bisa hidup dari sastra belakangan ini hangat diperbincangkan. Bermula dari laporan sebuah media besar yang...

by Angga Wijaya
June 8, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [19]: Mandi Kembang Malam Selasa Kliwon

June 12, 2025
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co