25 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Biji Kuning yang Hilang Menjelma Kunyit – Renungan Hari Raya Kuningan

Abdi Jaya PrawirabyAbdi Jaya Prawira
May 3, 2025
inEsai
Biji Kuning yang Hilang Menjelma Kunyit – Renungan Hari Raya Kuningan

Ilustrasi tatkala.co | Arix

MENJELANG Hari Suci Kuningan, nasi kuning menjadi bagian sajen yang wajib ada. Secara tradisional, nasi kuning untuk sajen dapat dibuat dari kunyit yang dilumatkan, dicampur minyak dan diaduk bersama nasi. Berbeda lagi dengan nasi kuning untuk nasi yasa atau nasi pradnyan yang biasanya juga dicampur bumbu-bumbu khusus agar lebih gurih dan sedap di lidah.

Perkembangannya, dua per tiga masyarakat belakangan ini mungkin lebih praktis menggunakan pewarna makanan guna membuat nasi kuning untuk sajen, selain juga ada yang lebih praktis lagi dengan membeli tumpeng dan penek kuning yang dijual di pasaran.

Cara membuat nasi kuning dengan bahan kunyit, asal-muasalnya secara tersirat saya simak dalam segmen cerita di lontar berjudul Tantu Panggelaran. Jika dipikir-pikir, mitos sederhana ini punya kupasan makna yang berelasi dengan dinamika hidup kita saat ini.

Alkisah, dalam narasi mistikal ini ada empat jenis burung yang merupakan wahana Bhatari Sri. Bhatari Sri kita kenal sebagai dewi padi, dewi sawah dan dewi kemakmuran. Empat burung itu adalah titiran ‘perkutut’, puter ‘puter’, wuru-wuru sepang ‘dara merah’, dan dara wulung ‘dara hitam’. Masing-masing burung membawa empat jenis biji (lebih tepatnya benih), perkutut membawa biji putih, puter membawa biji kuning, wuru-wuru membawa biji merah dan dara hitam membawa biji hitam.

Suatu ketika, ada lima orang anak kecil yang memburu burung-burung itu. Para burung ditembak jatuh. Keempat tembolok burung itu dilukai dan ternyata berisi empat jenis biji. Biji berwarna kuning yang dibawa puter ternyata yang paling menggiurkan. Biji itu berbau harum semerbak. Aromanya menggoda anak kecil ini untuk memakan habis biji kuning, hingga yang tersisa hanya kulit bijinya. Ketiga biji yang masih tersisa lalu ditanam sehingga tumbuh menjadi padi. Oleh sebab itu ada beras berwarna putih, merah dan hitam. Tidak ada beras berwarna kuning.

Dalam teks disebutkan: kang wija kuning kulitnya pineṇḍemnira matĕmahan kunir ‘biji kuning itu kulitnya mereka tanam sehingga menjadi kunyit’. Kulit dari biji yang hanya tinggal kenangan, setelah ditanam ternyata menjelma menjadi kunyit. Semenjak itu, orang yang ingin membuat beras maupun nasi berwarna kuning menggunakan ekstrak kunyit sebagai pewarnanya.

Kita yang Kehilangan Biji Kuning

Biji kuning yang harum semerbak, mewujud bukan hanya sekadar warna, tetapi makna. Kuning diamini sebagai warna yang mewakili kemakmuran, kesejahteraan dan kekayaan. Secara tak langsung kuning adalah simbol kenikmatan hidup. Kenikmatan ini, oleh lima anak kecil tadi sebatas dimaknai sebagai kenikmatan rasa. Kelimanya bisa saja mewakili lima indra, lima unsur diri manusia yang paling rakus pada yang paling menggiurkan. Mungkin karena itu, biji kuning tak tersisa untuk ditanam. Apa yang terlalu dinikmati, seringkali justru gagal diwariskan.

Sebuah sindiran filosofis tersirat dalam fragmen ini, bahwa kekayaan yang hanya dikonsumsi akan musnah dan berubah dengan substitusi yang lain. Biji kuning sebagai simbol kekayaan tak bisa diabadikan jika hanya dikejar untuk dinikmati. Biji putih, merah, dan hitam yang bisa dimaknai sebagai kesucian, darah semangat, dan wibawa masih tersisa untuk ditanam, justru biji kuning yang mewakili nilai tertinggi yang berusaha kita capai selagi hidup tak sempat tumbuh.

Biji kuning tersubstitusi sebagai kunyit, yang juga bertindak sebagai rempah penyembuh dan zat pewarna. Kunyit tak hadir sebagai tanaman pokok, melainkan sebagai esensi pengingat bahwa sesuatu yang pernah ada, kini dijaga dalam wujud lain. Kunyit bukan makanan utama, melainkan pemberi warna dalam makanan. Mungkin inilah petunjuk bahwa biji kuning harus ditemukan dalam pengalaman batin, bukan ladang duniawi belaka.

Narasi ini seakan mengajak kita merenungi ulang apa yang kita buru dan telan habis dalam hidup. Apakah kita terlalu tergoda dengan aroma biji kuning tanpa berpikir bahwa yang harum itu bisa musnah jika tidak diwariskan? Di era konsumsi cepat dan pencarian kenikmatan instan, cerita ini memberi jeda maknawi bahwa yang seolah paling nikmat tidak selalu bijak untuk dihabiskan sekaligus.

Jika tembolok burung menjadi lambang alam, maka biji yang tersimpan di dalamnya ialah benih-benih makna yang hendak dititipkan alam pada manusia. Warna-warni dalam biji itu bukan sekadar visual, tetapi mengandung resonansi kosmologis dan psikologis. Putih untuk kesucian dan permulaan (purwa), hitam untuk gelap dan kedalaman batin, merah untuk semangat dan keberanian, dan kuning yang paling harum dan paling cepat habis ialah lambang kekayaan yang menggoda dan yang paling sulit dijaga karena disukai semua.

Mengapa biji kuning dimakan sampai habis, sementara yang lain mampu ditanam ulang? Anak-anak dalam cerita itu tidak menanam apa yang mereka sukai, justru menanam apa yang tersisa. Kunyit, sebagai jelmaan kulit biji kuning, hanyalah sisa dari esensi biji itu. Maka tak heran jika dalam kehidupan sehari-hari, kunyit juga identik dengan obat penawar luka. Ia pernah terluka dan menyembuhkan dirinya sendiri.

Biji kuning menjadi perumpamaan untuk segala hal yang kita habiskan tanpa berpikir panjang. Tanah subur yang kita jadikan akomodasi pariwisata, hutan yang kita bakar, air tanah yang kita sedot nyaris habis, tanaman upakara yang kita pakai besar-besaran tanpa budidaya atau bahkan investasi yang dihabiskan di generasi ini tanpa benih untuk masa depan. Cerita ini mengingatkan bahwa kebahagiaan yang tidak disemai takkan bisa dituai. Kegembiraan kelima anak itu seperti pesta panen tanpa menabur benih. Gairah sesaat itu kemudian melahirkan kekosongan panjang karena aroma semerbak yang dinikmati satu lahapan itu tidak ada lagi saat ini.

Tafsir maknawi yang lebih luas, membuat cerita ini menyuguhkan renungan tentang kebijaksanaan dalam memilih keseimbangan antara memakan dan menanam, antara menikmati dan menyisakan, antara hasrat dan warisan, antara konsumsi dan produksi. Apakah kita tengah menjadi anak-anak yang gembira memakan biji kuning, atau kita tengah berusaha menanam makna dari sisa yang tertinggal? [T]

Penulis: Abdi Jaya Prawira
Editor: Adnyana Ole

  • BACA JUGA:
Kuningan Tradisi Sunda Kuno?
Tren ‘Serba Kuning’ di Hari Suci Kuningan
Sejumlah Resep Membuat “Leburan Cake” di Sekitar Hari Galungan & Kuningan
GALUNGAN BELANDA DI BESAKIH
Pawisik Durga, Galungan, dan Cinta Kasih
Tags: hinduKuningan
Previous Post

Bali Blackout, Romantisme Gelap Bersama Strongking, Lilin dan Lentera

Next Post

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Abdi Jaya Prawira

Abdi Jaya Prawira

Pande Putu Abdi Jaya Prawira, tinggal di Tulikup, Gianyar. Alumnus Sastra Jawa Kuno Udayana.

Next Post
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

AI dan Seni, Karya Dialogis yang Sarat Ancaman?

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 25, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

“Seni bukanlah cermin bagi kenyataan, tapi palu untuk membentuknya.” -- Bertolt Brecht PARA pembaca yang budiman, kemarin anak saya, yang...

Read more

Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

by Gede Maha Putra
May 24, 2025
0
Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

MUSEUM Bali menyimpan lebih dari 200 lontar yang merupakan bagian dari koleksinya. Tanggal 22 Mei 2025, diadakan seminar membahas konten,...

Read more

Saatnya Pertanian Masuk Medsos

by I Wayan Yudana
May 24, 2025
0
Saatnya Pertanian Masuk Medsos

DI balik keindahan pariwisata Bali yang mendunia, tersimpan kegelisahan yang jarang terangkat ke permukaan. Bali krisis kader petani muda. Di...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran
Khas

Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran

JIMBARAN, Bali, 23 Mei 2025,  sejak pagi dilanda mendung dan angin. Kadang dinding air turun sebentar-sebentar, menjelma gerimis dan kabut...

by Hamzah
May 24, 2025
“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja
Panggung

“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja

SIANG, Jumat, 23 Mei 2025, di Berutz Bar and Resto, Singaraja. Ada suara drum sedang dicoba untuk pentas pada malam...

by Sonhaji Abdullah
May 23, 2025
Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno
Panggung

Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno

JIKA saja dicermati secara detail, Pesta Kesenian Bali (PKB) bukan hanya festival seni yang sama setiap tahunnya. Pesta seni ini...

by Nyoman Budarsana
May 22, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co