3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kudapan dan Kesungguhan: “Jaja” dan Bagaimana Kita Menjadi “Saja” – Renungan Hari Panyajan

Abdi Jaya PrawirabyAbdi Jaya Prawira
April 21, 2025
inEsai
Kudapan dan Kesungguhan: “Jaja” dan Bagaimana Kita Menjadi “Saja” – Renungan Hari Panyajan

Ilustrasi tatkala.co | Arix

MENJELANG Hari Raya Galungan, ada satu hari yang jatuh pada Senin Pon wuku Dungulan, disebut sebagai Panyajan. Secara harfiah, Panyajan dari kata jaja dapat dimaknai sebagai hari membuat jajan, aneka kudapan tradisional yang akan dijadikan persembahan.

Namun di balik makna harfiah itu, tersembunyi lapisan makna kias ketika panyajahan dimaknai dengan bersumber dari kata saja, yang berarti ‘sungguh-sungguh’.

Maka, Panyajan bukan sekadar momentum membuat jajan, melainkan ajakan untuk menseriuskan diri, niat dan batin sebagai bentuk persiapan rohani menuju puncak Galungan. Hari ini menjadi semacam penanda yang mengingatkan bahwa menyambut kemenangan dharma tak cukup dengan tangan yang sibuk, tetapi juga hati yang sungguh-sungguh serius dan reflektif.

***

Ketika saya masih kecil, setiap kali hari Panyajan mendekat, nenek akan menyuruh saya menumbuk ketan. Ketan putih yang harum itu akan menjadi bahan dasar jaja uli, salah satu jenis jajan bali yang paling sering hadir dalam sesajen. Prosesnya tidak sebentar: mengukus, menumbuk, membentuk, sampai mungkin membungkus.

Proses ini menumbuhkan sebuah refleksi bahwa sebuah jaja bukan sekadar kudapan. Jaja bisa jadi adalah doa yang dipadatkan menjadi bentuk dan rasa.

Kini, waktu telah berubah. Saya tidak lagi disuruh menumbuk ketan. Saya mengunjungi toko-toko kue modern, memilih kue modern dan jajanan pabrikan dalam plastik transparan. Lebih cepat, lebih bersih,  lebih awet dan jujur saja akan lebih cepat habis dimakan ketika menjadi lungsuran, dibandingkan jaja uli, gina atau jaja satuh yang cenderung diabaikan, bahkan dianggap jadul.

Dikotomi antara jaja bali atau jajan pasar dengan jajan toko bukanlah fenomena baru. Ruang-ruang upacara hari ini sering memperlihatkan hal tersebut. Banten yang didominasi snack dan kue modern bermerk seharga puluhan ribu dalam plastik, tetap menyelipkan sebungkus jaja uli begina seharga 500-2000 rupiah sebagai penanda tradisi. Kehadiran satu bungkusan kecil itu dianggap sudah cukup untuk melambangkan seluruh warisan kuliner-spiritual dari masa lampau.

Belakangan, jaja bali pun sudah berinovasi dari segi rasa hingga tampilan agar lebih menarik. Sayangnya, ada pula produksi jaja bali yang “sekadar” jaja sebagai simbol tanpa bisa dikonsumsi. Siapa yang mau makan jaja gina dengan warna merah ngejréng yang orang awam akan berpraduga bila jajan ini diwarnai dengan kesumba?

Fenomena ini tidak semata soal praktis atau tidak, melainkan menyimpan refleksi tentang selera dan nilai yang berubah. Sebagian orang beranggapan jajan toko adalah representasi kebersihan, daya tahan, dan “status”.

Bagi sebagian lain, jaja bali adalah lambang keaslian, pakem, spiritualitas, dan keberlanjutan tradisi. Ketika banten menjadi arena percampuran keduanya, kita dihadapkan pada pertanyaan, apakah ini tanda akulturasi? Atau pelan-pelan akan menjadi penggantian?

Ketika Jajan yang Bicara

Kita memang tidak bisa memaksakan semua orang kembali ke dapur, menumbuk ketan atau membuat uli sendiri. Zaman bergerak cepat, waktu pun semakin mahal. Tetapi jelasnya bukan berarti kita harus rela kehilangan kepekaan atas makna simbolik jaja dalam banten. Jaja bali tidak hadir sekadar untuk disantap, melainkan sebagai representasi unsur alam dan kesatuan nilai.

Ketika membaca lontar berjudul Teges ing Sarwa Bebanten, saya menyimak bila jaja-jaja ini diberi interpretasinya tersendiri.

Saya kutipkan terjemahannya sebagai berikut. Jajan gina adalah simbol pengetahuan (guṇa?), satuh atau tempani adalah simbol perhitungan, wajik adalah simbol rasa dari sastra.

Dodol adalah simbol kesetiaan, jaja uli merah dan putih adalah simbol kebahagiaan yang cemerlang dan hubungan yang harmonis. Bantal adalah simbol ada dan tiada. Kira-kira itu adalah segelintir jajan tradisionalyang disebutkan dalam teks. Di luar itu, masih banyak lagi ragam jaja bali yang menemani setiap persembahan kita.

Ada baiknya, jajan-jajan seperti disebutkan dalam teks itu tidak dilupakan. Mereka penting untuk menjaga ingatan kolektif kita pada nilai tradisi dan sejarah. Lebih-lebih sejumlah sajen khusus mensyaratkan ada jaja bali yang mutlak hadir di dalamnya. Banten bendu piduka mewajibkan ada jaja bendu di dalamnya. Tak boleh diganti roti kasur. Roti kasur dalam kasus banten seperti ini berperan hanya sebagai pelengkap, bukan substitusi komponen pokok berupa jaja bendu. Demikian juga dalam upacara seperti usabha dodol. Jelaslah dodol adalah si pemeran utama.

Kembali menyimak penjelasan lontar tersebut, ini adalah pembenaran jika dalam banten rupanya jajan bukan sekadar makanan, bukan pula sekadar pengisi belaka. Ia adalah bahasa spiritual.

Ketika jaja uli mulai digantikan, bukan hanya rasa yang berubah, tetapi juga makna persembahan kita. Persembahan yang kita lakukan menjadi lebih efisien, namun pelan-pelan juga kehilangan sisi reflektifnya. Namun ini bukan soal menyalahkan perubahan. Sekarang kita mesti memahami tentang apa yang sedang bergeser. Tradisi tidak pernah benar-benar hilang dalam sekejap, tetapi sering menyusut menjadi simbol kecil, barulah pelan-pelan dilupakan.

Apakah salah menggunakan jajan toko dalam banten? Rasanya tidak. Tetapi menjadi reflektif atas pilihan itu sangat penting. Setiap jajan yang kita letakkan di atas dulang adalah pernyataan nilai. Mungkin saja kita dapat memberi makna baru atas jajan cheesecake? Misalnya dia mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang empuk dan tidak keras hati.

Lalu jajan sus adalah perwujudan diri yang tidak pamer isi, tetapi diam-diam menyimpan makna yang meleleh di lidah orang lain. Kemudian jajan tart adalah simbol yang mengingatkan kita bahwa hidup terdiri dari banyak lapisan dan terkadang penuh krim berlebihan.

Siapa tahu, dapat dimaknai begitu? Ini hanya pikiran random saya. Pikiran random saya lainnya adalah andaikata jajan-jajan ini sudah dikenal leluhur kita di masa lampau, saya yakin pasti ada teks lontar yang menguraikan pemaknaan jajan-jajan modern ini. Hal ini didasari sebuah keniscayaan jika lontar adalah kesaksian zaman. Lontar adalah pengawet memori masa lampau (bagi yang benar-benar berasal dari masa lampau).

Secara umum, kita kembalikan saja makna jajan sebagai: “Ini rasa syukur kami, Ya Tuhan!” Lalu pada akhirnya, bukan seberapa modern atau seberapa klasik jajan kita yang akan menilai kualitas banten itu, tetapi seberapa tulus dan sadar kita menatanya di dalam banten. Seperti itu kiranya jaja dapat bertransformasi makna menjadi saja.

***

Panyajan bukan semata hari membuat jajan, tetapi hari kita menumbuk dengan semangat, menabur cinta ke dalam adonan, mengolah kesejatian itu dengan sang diri sebagai tungkunya dan diam-diam bertanya pada diri sendiri, “Sudahkah kita sungguh-sungguh bersiap menjadi manusia yang layak bagi kemenangan dharma?”

Entah jaja uli dari olahan tangan keriput, atau brownies dalam plastik dari rak toko modern, keduanya akan selalu tergantung pada cara kita memaknainya. Terkadang, bukan bahan atau bentuknya yang paling penting, tetapi sejauh mana kita tulus menaruh rasa dan niat di dalamnya.

Setiap jajan di dalam banten adalah cermin kecil dari hati kita. Apakah hati itu masih sederhana, polos dan sabar seperti ketan yang ditumbuk? Atau sudah menjadi cepat, ringkas, bersaing dan prestisius seperti kue bermerk beken? Tak ada yang salah, selama kita masih bisa menunduk sebentar dan paham, “Untuk apa sebenarnya persembahan ini dibuat? Untuk siapa sebenarnya ia ditujukan?” [T]

Enjung Cengkir, 21-4-2025

Penulis: Abdi Jaya Prawira
Editor: Adnyana Ole

  • BACA JUGA:
Kita Barangkali adalah Sangging Lobangkara, Pelukis yang Terbang ke Surga
GALUNGAN BELANDA DI BESAKIH
Pawisik Durga, Galungan, dan Cinta Kasih
Tags: hari raya galunganhindukue tradisonalkuliner
Previous Post

Warisan Semangat Kartini: Perempuan Indonesia di Era Modern

Next Post

Moshing di Lagu yang Salah, Normalisasi FOMO Melucuti Esensi Musik

Abdi Jaya Prawira

Abdi Jaya Prawira

Pande Putu Abdi Jaya Prawira, tinggal di Tulikup, Gianyar. Alumnus Sastra Jawa Kuno Udayana.

Next Post
Moshing di Lagu yang Salah, Normalisasi FOMO Melucuti Esensi Musik

Moshing di Lagu yang Salah, Normalisasi FOMO Melucuti Esensi Musik

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Senyum Rikha dan Cendol Nangka Pertama: Cerita Manis di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Senyum Rikha dan Cendol Nangka Pertama: Cerita Manis di Ubud Food Festival 2025

LANGIT Ubud pagi itu belum sepenuhnya cerah, tapi semangat Rikha sudah menyala sejak fajar. Di tengah aroma rempah yang menyeruak...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co