KARYA seni yang dipamerkan nyaris satu tema, yakni pohon beringin tua yang bertuah. Namun, masing-masng karya tidaklah sama. Pohon, ranting, daun dan setiap lekukan akar selalu berbeda, namuan selalu unik dan menarik. Objek penyerta juga beda. Artinya, ada pohon beringin berdampingan dengan pura, gapura, bale kulkul, tembok dan lainnya.
Itulah keunikan karya seni Woodblock Print yang dipajang di ARMA Art Veranda, ARMA Museum & Resort Ubud. Pameran tunggal bertajuk “Bala Aswattha” itu memajang karya-karya seniman asal Jepang, Comeon Komatsu. Pameran dibuka oleh Pendiri ARMA Museum, Anak Agung Gde Rai ditandai dengan pemukulan gong, Sabtu 15 Maret 2025.

Karya Seni Woodblock Print dari Comeon Komatsu di ARMA Art Veranda | Foto: Bud
Sebanyak 29 karya seni yang dipamerkan itu mulai disuguhkan kepada masyarakat mulai 10 – 31 Maret 2025. Wisatawan yang sedang berwisata di Ubud, terpesona dengan karya seni Woodblock Print itu. Mereka terpikat dengan karya seni yang disajikan itu. Karya seninya, memang beda dari pemeran biasanya yang menyajikan karya seni lukis di dalam kanvas.
Bukan sekadar mengabadikan keindahan visual, Comeon Komatsu mampu menerjemahkan jiwa Bali ke dalam kayu dan cetakan, dan menghadirkan perspektif yang segar dan mistis. Sebanyak 29 karya ini merupakan bentuk meditasi visual, mengajak kita untuk kembali terhubung dengan alam dan kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya.
“Saya menampilkan 29 karya woodblock print yang mengeksplorasi Aswattha (pohon beringin) sebagai simbol Bala (kekuatan) serta hubungannya dengan manusia dan alam,” kata seniman asal Jepang, Comeon Komatsu.


Comeon Komatsu di ARMA Art Veranda | Foto: Bud
Pameran tunggal bertajuk “Bala Aswattha” itu menyajikan karya dengan berbagai ukuran. Dari 29 karya Woodblock Print itu, ada sekitar 6 karya dengan ukuran 180 Cm X 100 Cm. Sementara sisanya berukuran karya 35 X 45 Cm yang idenya sama, yakni pohon beringin.
Sebanyak 29 karya woodblock print itu, semuanya mengeksplorasi pohon beringin (Aswattha) sebagai simbol kekuatan (Bala) serta hubungannya dengan manusia dan alam. Karya cukilan itu, sungguh indah, dan menawarkan spirit yang begitu kuat dan memikat.
“Ketika tinggal di Bali, saya selalu berjalan. Ketika menemukan pohon beringan yang tua dan bentuknya bagus, saya langsung membuatnya dalam bentuk sket. Setelah sampai di rumah baru menuangkan ke dalam media lalu membuatnya dalam bentuk seni cukil,” kata Comeon Komatsu.
Bagi Comeon Komatsu, pohon beringin bukan sekadar elemen lanskap, tetapi entitas yang memiliki kekuatan spiritual. Akar-akar kokohnya yang menjulur ke bumi mencerminkan keteguhan dan daya tahan.
Sementara ranting-rantingnya yang membentang ke langit menjadi penghubung antara dunia fana dan dimensi yang lebih dalam. Dalam tradisi Bali, pohon beringin dianggap sakral, tempat bersemayamnya kekuatan alam dan perlindungan bagi kehidupan di sekitarnya.
Comeon Komatsu menangkap energi yang memancar dari setiap batang, akar, dan daun, lalu menghadirkan visualisasi yang lebih dari sekadar bentuk, melainkan esensi dan spirit pohon beringin itu sendiri. Semua itu tentu melalui teknik woodblock print sebagai keahliannya.
Karyanya yang berjudul Batananca itu merupakan karya seni dengan objek pohon beringain besar di tengah pura. Dalam seni cukilnya itu, tampak dipagari tembok lengkap dengan apit lawang (pintu masuk tradisional Bali) yang didepannya ada patung binatang penjaga pura.


Karya- karya Comeon Komatsu di ARMA Art Veranda | Foto: Bud
Karya berjudul Bangunan Rumah Kaja 2 itu, menggambarkan pohon beringin besar dengan akar yang tampak behitu kuat dan indah. Di sela-selanya, terdapat pohon local yang yampak menyatu. Pohon beringin ini tampaknya ada di dalam puri (rumah), sehingga terdapat bangunan tua.
Berbeda dengan karyanya yang berjudul “Mengantuk” yang menampilkan pohon beringin yang lebih banyak terlihat rantingnya. “Karya seni ini, saya buat disaat siang hari yang udaranya terasa begitu panas, dan hampir mengantuk, sehingga karya ini diberi judul “mengantuk”,” paparnya.
Pendiri ARMA Museum, Anak Agung Gde Rai menyampaikan apresiasinya terhadap dedikasi Comeon Komatsu terhadap Bali dan perjalanan seninya itu. “Setiap tahun, ARMA menjadi ruang bagi karya Comeon Komatsu, memperkuat hubungan budaya antara Bali dan Jepang melalui seni,” ucapnya.
Pameran ini bukan hanya selebrasi atas pencapaiannya, tetapi juga sebuah pengingat tentang bagaimana seni bisa menjadi jembatan menghubungkan lintas budaya, waktu, dan emosi. “Bali dan Jepang memiliki spirit yang sama, sehingga orang Jepang betah tinggal di Bali,” lanjutnya.

Karya Seni Woodblock Print dari Comeon Komatsu di ARMA Art Veranda | Foto: Bud
Comeon Komatsu adalah generasi yang mampu mengembalikan roh seni cukil di Jepang yang sangat populer itu. Ia, mampu menginspirasi para seniman muda Prancis untuk mengandrungi karya cukil gaya Jepang. “Setelah di ARMA, karya seni ini akan dibawa ke luar negeri,” ujarnya.
Sementara itu, Anak Agung Gede Yudi Sadona, Direktur ARMA Museum, menekankan bagaimana karya Comeon Komatsu selaras dengan misi ARMA dalam mempererat hubungan budaya melalui seni.
“Comeon seorang seniman berbakat, tetapi juga seorang pencinta Bali yang mendalam. Lewat woodblock print, ia menangkap roh dan spirit Bali dengan cara yang begitu khas, melalui detail yang halus, komposisi yang peka, dan energi yang terasa dalam setiap goresannya,” paparnya. Melalui “Bala Aswattha”, Comeon Komatsu mengajak kita untuk merenungkan ketangguhan pohon beringin, kehadirannya yang sakral dalam budaya Bali, serta keterkaitannya dengan jiwa manusia. “Kami mengundang para pecinta seni, kolektor, dan masyarakat luas untuk bergabung dan merasakan kekuatan woodblock print sebagai medium yang menyuarakan keteguhan alam,” ajak Anak Agung Gede Yudi Sadona mengakhiri pembicaraannya. [T]
Reporter/Penulis: Nyoman Budarsana
Editor: Adnyana Ole