DALAM era modern ini, di tengah tantangan perubahan iklim dan penurunan sumber daya alam, konsep keterampilan hijau (green skills) telah menjadi sorotan utama di berbagai sektor. Keterampilan ini tidak hanya penting untuk mempromosikan keberlanjutan, tetapi juga menjadi kunci untuk menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing ekonomi. Banyak industri global memprioritaskan akuisisi keterampilan hijau dalam bisnis mereka, mencerminkan komitmen yang lebih luas terhadap keberlanjutan dan tanggung jawab sosial (Adjei-Bamfo et al., 2020).
Keterampilan hijau mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk mendukung praktik berkelanjutan (Fleacă et al., 2024). Ini meliputi pemahaman tentang teknologi ramah lingkungan, manajemen sumber daya, dan kebijakan keberlanjutan. Dalam konteks ini, Institusi Pendidikan dan Pelatihan Teknik dan Vokasi (TVET) memainkan peran yang sangat penting. TVET tidak hanya berfungsi sebagai jembatan antara pendidikan dan industri, tetapi juga sebagai pusat inovasi dalam pengembangan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar. Dengan menjalin kemitraan yang kuat dengan berbagai industri, institusi ini memastikan bahwa lulusan mereka siap menghadapi tantangan yang ada di dunia kerja.
Kolaborasi antara TVET dan industri sangat penting untuk memenuhi permintaan tenaga kerja terampil dalam ekonomi hijau. Misalnya, beberapa perusahaan Indonesia di sektor energi terbarukan mencari individu yang memiliki keterampilan khusus dalam teknologi solar, angin, dan efisiensi energi. Dalam hal ini, TVET berperan dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri, sehingga lulusan tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis, tetapi juga keterampilan praktis yang dapat langsung diterapkan di lapangan.
Sebagai contoh, program pelatihan yang diselenggarakan oleh TVET di Indonesia telah berhasil menciptakan lulusan yang siap kerja di sektor energi terbarukan. Dengan pelatihan yang berfokus pada teknologi terbaru dan praktik terbaik, lulusan ini tidak hanya mendapatkan pekerjaan, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan solusi energi yang lebih berkelanjutan.
Secara konsep, keterampilan hijau dapat dibagi menjadi beberapa kategori yang saling melengkapi, yaitu (Wegenberger & Ponocny, 2025):
Keterampilan Hijau Transversal: Keterampilan ini bersifat umum dan dapat diterapkan di berbagai sektor. Contohnya termasuk berpikir kritis, pemecahan masalah, dan adaptabilitas. Keterampilan ini sangat penting karena memungkinkan individu untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan kerja. Misalnya, seorang manajer proyek yang memiliki keterampilan berpikir kritis dapat mengevaluasi dampak lingkungan dari proyek yang sedang dijalankan dan membuat keputusan yang lebih baik.
Keterampilan Hijau Spesifik Sektor: Keterampilan ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan industri tertentu. Misalnya, dalam sektor pertanian, keterampilan seperti teknik pertanian berkelanjutan dan manajemen sumber daya air sangat dibutuhkan. Di sektor konstruksi, keterampilan dalam penggunaan material ramah lingkungan dan teknik bangunan berkelanjutan juga semakin dicari.
Keterampilan Hijau Lintas Sektor: Keterampilan ini memfasilitasi kolaborasi dan transfer pengetahuan antara berbagai sektor. Misalnya, seorang profesional di bidang energi terbarukan mungkin perlu bekerja sama dengan ahli lingkungan untuk mengembangkan solusi yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Keterampilan ini sangat penting dalam menciptakan sinergi antara berbagai disiplin ilmu, seperti teknik, lingkungan, dan manajemen.
Meskipun banyak program berdampak—seperti seminar, boot camp, dan lokakarya—telah diselenggarakan untuk mempromosikan praktik hijau, penting untuk diingat bahwa memiliki keterampilan hijau memerlukan lebih dari sekadar pengetahuan tentang praktik berkelanjutan. Kesadaran akan pentingnya keberlanjutan harus ditanamkan sejak dini, baik di sekolah maupun di tempat kerja. Pendidikan tentang kebijakan lingkungan dan keberlanjutan harus menjadi bagian integral dari kurikulum di semua tingkat pendidikan. Dengan cara ini, generasi mendatang akan lebih siap untuk menghadapi tantangan lingkungan dan berkontribusi pada solusi yang berkelanjutan.
Penting untuk melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil, dalam upaya ini. Kebijakan yang mendukung pengembangan keterampilan hijau, seperti insentif untuk perusahaan yang berinvestasi dalam pelatihan karyawan, dapat mempercepat transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Saat kita melangkah ke depan, sangat penting bahwa institusi pendidikan, industri, dan pembuat kebijakan berkolaborasi untuk memastikan bahwa keterampilan hijau bukan hanya pilihan, tetapi menjadi persyaratan dasar bagi semua profesional di pasar kerja yang terus berkembang. Dengan kolaborasi yang kuat dan komitmen yang tulus, kita dapat membuka jalan menuju masa depan yang berkelanjutan, di mana keterampilan hijau berada di garis depan kemajuan ekonomi dan lingkungan. Dengan demikian, keterampilan hijau bukan hanya sekadar tren, tetapi merupakan kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa kita dapat menghadapi tantangan lingkungan yang semakin kompleks dan menciptakan dunia yang lebih baik untuk generasi mendatang. [T]
Referensi
Adjei-Bamfo, P., Bempong, B., Osei, J., & Kusi-Sarpong, S. (2020). Green candidate selection for organizational environmental management. International Journal of Manpower, 41(7), 1081–1096. https://doi.org/10.1108/IJM-10-2019-0480
Fleacă, B., Militaru, G., & Fleacă, E. (2024). Reinforcement of Workforce Training Programs—Insights from Pilot Testing Process to Enhance Greening Practices in Enterprises. Sustainability (Switzerland), 16(23). https://doi.org/10.3390/su162310377
Wegenberger, O., & Ponocny, I. (2025). Green Skills Are Not Enough: Three Levels of Competences from an Applied Perspective. Sustainability (Switzerland), 17(1), 1–22. https://doi.org/10.3390/su17010327
Penulis: Ni Putu Maha Lina
Editor: Adnyana Ole