14 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Gendewa | Cerpen Dian Havivia

Dian HaviviabyDian Havivia
January 26, 2025
inCerpen
Gendewa | Cerpen Dian Havivia

Ilustrasi tatkala.co | Rusdy

KALAU mau mendengar suara tiupan sangkakala, buatlah Gendewa marah, demikian orang-orang berkata. Namun, selama berteman dengannya, aku belum pernah mendengarnya bicara apalagi sampai marah-marah. Hanya suara desis-desis aneh yang keluar dari lubang mulut dan hidungnya.

Aku dan Gendewa lahir pada tahun yang sama, pada hari ketika alam semesta sedang buruk perangainya. Ombak tiba-tiba mengamuk, menghambur ke rumah-rumah lalu menyeretnya ke tengah laut. Banyak orang mati tanpa dikuburkan. Sedangkan pada waktu bersamaan, ibuku dan ibu Gendewa sedang mati-matian mengeluarkan kami dari rahim mereka masing-masing. Akan tetapi, setelah kami lahir, hanya Gendewa yang disangkut-pautkan dengan perangai alam semesta itu. Bukan apa-apa, saat itu memang tersiar kabar bahwa Gendewa adalah anak haram. Ibunya melakukan hubungan terlarang dengan seorang laki-laki bernama Imam Hasan yang bekerja di proyek tambang pasir. Orang-orang tahu, Imam Hasan adalah pemimpin proyek tambang pasir itu. Seringkali orang-orang mencuri kesempatan untuk menggebuk Imam Hasan saat mereka melakukan perlawanan menolak pengerukan pasir di dekat permukiman mereka. Meski demikian, Imam Hasan bukan orang bodoh. Ia menggunakan jabatannya dengan sewenang-wenang untuk balas menggebuk orang-orang itu. Pengerukan pasir yang semula dilakukan dengan takaran yang legal sekali dalam beberapa hari berubah menjadi dilakukan setiap hari. Itulah sebabnya bencana alam kerap terjadi dan memaksa orang-orang mengungsi.

Tak hanya itu, Imam Hasan juga gemar merendam anak-anak di pembuangan tinja dan mengencingi mereka. Ia juga mencampakkan Ibu Gendewa begitu saja.

Mungkin karena Gendewa tak lain adalah anak Imam Hasan, orang-orang jadi turut membencinya.

Kebenciaan itu semakin menjadi-jadi saat orang-orang melihat tumbuh kembang Gendewa yang tidak seperti bayi pada umumnya. Pada saat berusia satu bulan, tubuh Gendewa membengkak seperti bayi gajah yang berusia sebelas bulan. Pun, ketika ia memasuki usia remaja, tubuhnya semakin membengkak seperti tubuh sebelas gajah dewasa yang disatukan. Meski demikian banyak perempuan yang punya bayi tergerak untuk menyusuinya. Namun, dalam sekali teguk air susu perempuan-perempuan itu langsung terkuras habis, termasuk air susu ibuku yang akhirnya membuatnya berhenti menyusuiku.

Pada tiap tengah bulan sebelas, orang-orang sudah siap mengungsi. Tidak semua, memang. Ada juga yang tak mau mengungsi. Bukan karena mereka pemberani, melainkan karena mereka tidak punya sanak saudara untuk ditumpangi atau tidak punya uang untuk membayar lahan pengungsian. Sebagai gantinya mereka memaki-maki Gendewa sambil mengumpulkan potongan-potongan kayu atau bambu untuk melindungi rumah mereka dari amukan ombak.

Bapakku sendiri akan mengikat sampannya di samping rumah, kemudian membantu aku dan ibuku membawa barang-barang. Sebelum meninggalkan pesisir, sejenak ibuku akan menatap sampan itu, dan berkata kepada bapakku:

‘’Semoga sampan itu tetap di sana sampai bencana lewat, ya, Pak. Agar kita tidak membeli lagi.’’

Suatu waktu, pada situasi seperti itu, aku sengaja menghampiri Gendewa yang sedang berbaring di pasir pantai. Tubuh raksasanya teronggok bagai batu karang. Aku berjinjit naik ke pergelangan tangannya, kemudian memanjat tubuhnya, dan bergelantungan di batang hidungnya yang kembang-kempis. Dari atas tubuhnya seolah-olah aku bisa melihat luasnya dunia.

Aku melirik ke arah bola matanya yang besar seperti planet. Gendewa melepas pandangannya jauh ke laut yang keruh. Sorot matanya ikut keruh. Seperti biasa aku berbicara banyak hal kepadanya. Gendewa sama sekali tidak menanggapi. Ia hanya mengeluarkan suara berdesis. Akan tetapi, aku yakin, ia sungguh-sungguh mendengarkan apa yang kukatakan dan mengerti apa yang kubicarakan.

Namun, hari itu, Gendewa membuka mulutnya, mengeluarkan suara, dan menjawab pertanyaanku. Aku terkejut sehingga membuatku terperosot dari hidungnya.

‘’Itu tulang-tulang manusia,’’ ucapnya. Aku terduduk di atas pahanya.

Gendewa mengangkat tangannya dan menunjuk ke kiri. Ia berkata: ‘’Kuburan di sana terbawa arus. Mungkin salah satu tulang itu adalah tulang ibuku.’’

‘’Sungguh?’’ tanyaku tercengang. ‘’Bagaimana bisa laut yang bersih dalam sekejap jadi keruh dan ombak yang lembut dalam sekejap jadi ganas sampai-sampai kuburan juga ikut terbawa arus? Apakah kau heran seperti aku juga heran?’’

Gendewa diam. Hampir saja aku berpikir bahwa aku tak akan lagi mendengar suaranya, tiba-tiba tangan kanannya mencapit tubuhku kemudian diletakkan di pundaknya. ‘’Kau tahu Imam Hasan?’’ tanyanya. Pertanyaan yang membuatku sedikit kikuk.

Aku membalas: ‘’Iya. Tapi aku cuma tahu namanya. Aku tidak tahu orangnya.’’

‘’Iya, itu. Aku juga cuma tahu namanya, juga perbuatan sewenang-wenangnya yang kudengar dari cerita orang.’’ Gendewa mengembuskan napas berat, membuat pasir-pasir basah bertebaran. ‘’Imam Hasan ke sini karena mengetahui kondisi pesisir yang dangkal. Kemudian dia coba keruk.’’

Aku hendak mengatakan bahwa Imam Hasan adalah bapaknya, tapi cepat-cepat kuurungkan.

‘’Lalu apa hubungannya dengan laut yang keruh dan ombak yang ganas?’’

‘’Yang jelas tidak ada sangkut-pautnya dengan kelahiranku.’’

Aku diam. Sedikit kaget mendengar balasannya. Aku tidak berani bertanya apa-apa lagi. Aku hanya mendengarkannya bicara mengenai orangtuaku yang mau merawatnya dan menanggung makan dan minumnya. Dari pundak Gendewa, aku melihat orang-orang yang tidak mengungsi memungut batu-batu dan melempar batu-batu itu ke arah Gendewa. Mereka mencaci maki Gendewa. Aku tahu, mereka melakukannya tidak lain dan tidak bukan untuk membuat Gendewa marah. Kalau alam semesta mengamuk, amarah Gendewa dapat menahan ombak ganas yang akan menghancurkan rumah-rumah mereka.

‘’Perbuatan sewenang-wenang Imam Hasan telah membuat laut jadi lebih dalam sehingga kemampuannya menyerap energi gelombang jadi berkurang,’’ ucap Gendewa.

‘’Laut keruh karena energi gelombang itu juga?’’

‘’Tidak. Tidak. Itu, karena tidak ada lagi tumbuhan laut yang hidup di dalam sana.’’

‘’Dari mana kau tahu?’’

‘’Aku tidak tahu. Aku asal bicara, yang jelas aku tidak mau bicara mengenai hal yang sama seperti orang-orang.’’

Orang-orang terus menerus melempar batu dan mencaci maki Gendewa. Mereka seperti tidak memedulikanku. Orangtuaku yang sedari tadi tampaknya mencari-cariku, berteriak menyuruhku turun dari tubuh Gendewa.

‘’Ke mana kau akan mengungsi?’’

Aku menaikkan bahu. ‘’Entah. Kata Ibu, kawasan pengungsian yang lama sudah penuh. Jadi, bapak menyewa kawasan baru, ‘’ kataku. ‘’Cukup mahal,’’ lanjutku setengah berbisik di telinga Gendewa.

Setelah musim badai berlalu, aku dan orangtuaku kembali ke permukiman di pesisir itu. Kami melihat banyak rumah setengah hancur meski ada pula yang masih utuh. Sampan kami sudah lenyap. Bersama Bapak, aku langsung mencari Gendewa. Kami membawa banyak makanan untuknya. Seperti biasa, kami menemukan Gendewa sedang terlentang di pasir pantai. Selama di pengungsian kami banyak membicarakan Gendewa. Entah mengapa, aku merasa kagum padanya. Bapak dan ibuku juga kagum padanya.

‘’Setelah marah-marah kamu butuh makan yang banyak. Habiskan semua, ’’ kata bapakku sambil mengelus-elus pundak Gendewa.

Aku berjinjit dan memanjat tubuh Gendewa. Aku mendaki ke daun telinganya. Dari sana aku memandang hamparan laut. Tak jauh dari pantai, aku melihat orang-orang berkerumunan, menghadang sekelompok orang berseragam. Di antaranya aku melihat Imam Hasan. Sebetulnya, aku tahu siapa Imam Hasan. Aku pernah melihatnya merendam anak-anak di pembuangan tinja dan mengencingi mereka. Beberapa orang dari kerumunan yang menghadang itu, berlari ke arah Gendewa. Mereka memungut apa saja dan melemparkannya ke tubuh dan muka Gendewa. Mereka mencaci maki Gendewa dengan lebih kejam dari biasanya.

‘’Ayo, marahlah! Tolong, marahlah, Gendewa! Marah dan usir mereka semua, dasar anak haram jadah!’’ Seru orang-orang itu.

Gendewa bangkit, membuat tubuhku terpelanting. Bapak ikut terpelanting terkena tubuhku. Aku menyaksikan Gendewa berdiri, dari mulut dan hidungnya terdengar bunyi gemuruh. Gendewa sedang mengumpulkan amarahnya. Sungguh, aku tidak sabar menyaksikan kemarahan Gendewa, tidak sabar menunggu suara tiupan sangkakala. [T]

Penulis: Dian Havivia
Editor: Adnyana Ole

KLIK untuk BACA cerpen lain

Malam Ini | Cerpen Lanang Taji
Tonyan Kayu | Cerpen Ni Wayan Wijayanti
Kami Hidup di Sepanjang Sungai Kalimalang | Cerpen Pry S.
Mors Vincit Omnia | Cerpen Kiki Sulistyo
Bercakap-Cakap dengan Pencuri
Tukang Sulap dan Bocah Pemain Biola | Cerpen Hasan Aspahani
Sedihku Berakhir di Verona | Cerpen Putu Arya Nugraha
Tags: Cerpen
Previous Post

Gery dan Sangkarnya | Dongeng dari Papua

Next Post

Makna Siwaratri [Mencari Terang dalam Kegelapan]: Menuju Peleburan Papa Klesa

Dian Havivia

Dian Havivia

Lahir di Ampenan, 11 Juli 2002. Selain menulis cerita pendek, ia juga sedang menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri (UIN), Mataram, serta turut bergiat di Komunitas Akarpohon.

Next Post
Makna Siwaratri [Mencari Terang dalam Kegelapan]: Menuju Peleburan Papa Klesa

Makna Siwaratri [Mencari Terang dalam Kegelapan]: Menuju Peleburan Papa Klesa

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Menakar Kemelekan Informasi Suku Baduy

by Asep Kurnia
May 14, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

“Di era teknologi digital, siapa pun manusia yang lebih awal memiliki informasi maka dia akan jadi Raja dan siapa yang ...

Read more

Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 13, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

Read more

Refleksi Visual Made Sudana

by Hartanto
May 12, 2025
0
Refleksi Visual Made Sudana

JUDUL Segara Gunung karya Made Sudana ini memadukan dua elemen alam yang sangat ikonikal: lautan dan gunung. Dalam tradisi Bali,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co