BELAKANGAN ini banyak warganet yang membuat video untuk merespons kelakuan Agus. Banyak respons yang keterlaluan, bahkan sampai mencederai rasa kemanusiaan. Namun, kita tidak hendak berbicara tentang hal itu, kita berbicara tentang bahasa.
Kata-kata fisik bisa dirubah yang dilontarkan oleh Agus secara spontan menjadi sorotan warganet. Kata-kata ini banyak ditiru, dibuatkan video parodi, bahkan dijadikan bahan meme. Namun, di balik popularitas kata-kata itu, ada kesalahan mendasar dalam pembentukan dan penggunaan kata yang perlu kita cermati.
Artikel seperti ini sudah banyak ditulis orang. Salah seorang teman saya pernah menulis artikel kecil dengan judul “Mengubah yang Sulit Berubah”. Isinya berkaitan dengan yang seharusnya: mengubah dan diubah, bukan merubah dan dirubah.
Secara tata bahasa, penggunaan kata dirubah pada kata-kata Agus tersebut tidak tepat. Dalam kaidah bahasa Indonesia yang baku, bentuk yang benar adalah diubah. Diubah, kata dasarnya ubah, mendapatkan imbuhan di- sehingga menjadi kata kerja pasif. Bentuk aktifnya adalah mengubah, bukan merubah. Kata dasar rubah (jenis binatang) bisa saja diturunkan menjadi merubah. Kata turunan merubah bisa saja bermakna berubah menjadi rubah. Sementara itu, kata dirubah bisa bermakna dijadikan rubah.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana kesalahan berbahasa dapat menjadi viral dan diterima oleh masyarakat. Hal ini sering disebut dengan salah kaprah. Salah kaprah merupakan kesalahan yang terjadi karena kebiasaan dengan sesuatu yang salah dan dibiarkan terus berjalan tanpa usaha perbaikan pemakainya.
Sebagai sebuah istilah, salah kaprah adalah istilah yang merujuk pada suatu pemahaman, penggunaan, atau kebiasaan yang keliru, tetapi sudah dianggap benar oleh banyak orang karena terus-menerus dilakukan atau disebarkan. Biasanya, salah kaprah terjadi dalam konteks bahasa, tradisi, atau informasi umum yang salah namun tidak disadari. Salah kaprah sering menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan membutuhkan pembetulan melalui edukasi atau penjelasan yang tepat.
Banyak warganet yang memandang hal ini lebih sebagai hiburan ketimbang kekeliruan serius. Namun, sebagai pengguna bahasa, kita tetap perlu bijak dalam menyikapi tren semacam ini. Penting untuk terus menjaga penggunaan bahasa yang benar, tanpa mengurangi ruang untuk kreativitas dan humor.
Ungkapan atau kata-kata Agus mungkin hanya sebuah spontanitas karena diminta secara spontan juga, tetapi efeknya cukup besar dalam memperkaya perbincangan di dunia maya. Dari sini kita bisa belajar bahwa ungkapan atau kata-kata, baik yang salah maupun yang benar, memiliki kekuatan untuk menciptakan fenomena. Sebagai orang yang bergelut di bidang bahasa, saya selalu mengajak kita semua untuk tetap mengutamakan ketepatan berbahasa, baik lisan maupun tulis, tanpa melupakan esensi dari pesan yang ingin disampaikan. [T]
BACA artikel lain tentang BAHASA atau artikel lain dari penulis MADE SUDIANA