NEGUHKEUN Agama ka sakabeh Agama, Negaskeun Nagara ka sakabeh Negara ( Menguatkan Agama ke seluruh Agama, Menegaskan/Menegakkan Negara ke seluruh Negara ) adalah tugas dan kewajiban pokok kesukuan Baduy ( Sunda Wiwitan ) yang tidak akan pernah berubah dan dirubah oleh siapa pun, karena tugas itu adalah tugas utama sejak dilahirkannya kesukuan mereka ke muka bumi ini.
Mereka tidak akan berafiliasi dan atau memihak siapa pun. Mereka tidak akan mempengaruhi atau menyebarkan agama Islam Sunda Wiwitan yang diyakini ke siapa pun dan ke pihak mana pun. Mereka tidak akan melibatkan diri dalam pengelolaan pemerintahan dan atau kenegaraan. Mereka juga tidak akan sibuk ikut serta memilih dan memilah siapa yang akan dan harus jadi pemimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mereka tidak punya tugas ikut meramaikan negara. Mereka tetap akan kukuh pengkuh ( berpegang teguh ) patuh dan taat dengan pikukuh karuhunannya (amanat leluhur) : “lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung” yang artinya: panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung.
Tetep tegas dan pengkuh dalam tugas menjaga dan memelihara keseimbangan alam, gunung teu meunang dilebur lembah teu meunang diruksak ((gunung tidak boleh dihancurkan, dan lembah tidak boleh dirusak) serta tugas khusus ngasuh ratu ngayak menak (menjaga, mendoakan, membimbing dan mengayomi Pemimpin/Raja).
Baduy sejak dari dulu tidak ada ceritanya memihak. Mereka selalu berada di tengah-tengah pada semua pihak, termasuk dalam perpolitikan, mereka hanya dan pasti mendoakan kepada siapa pun dan pihak mana pun yang berkompetisi dalam Pemilihan Umum ( Pemilu). Maka hukum adat Baduy pada Pemilu tetap pada konsep Lunang ( milu kanu meunang , ikut yang menang) sebagai penguat dalam menerapkan sekaligus menjamin terlaksananya tugas ngasuh ratu ngayak menak, lain memilih ratu atau menak. ( Menjaga Ratu/Pemimpin dan membimbing Petinggi/ Bangsawan , bukan memilih Pemimpin atau Pejabat) .
Yakin pada Seleksi Alam
Mereka berkeyakinan bahwa roda pemerintahan akan selalu bergulir dan bergiliran sesuai dengan kebutuhan zaman, dan soal siapa yang naik dan turun nya pemimpin negara, mereka meyakini akan lahir sesuai dengan hasil seleksi alam. Mereka hanya akan menunggu siapa yang ditakdirkan untuk jadi pemimpin saat ini dan masa depan dan siap untuk selalu membimbing, mendoakan serta menjaganya sesuai dengan kadar dan kesanggupannya dalam mempimpin negeri ini.
Kalaupun di kekinian bahwa di Baduy Luar mulai membuka diri ikut melaksanakan Pemilu dengan ditandai diperbolehkan / disediakan beberapa TPS dalam setiap pesta demokrasi bernana Pemilu, itu adalah semata -mata menghargai pemerintahan dan sebagai bukti bahwa Baduy sebagai warga negara ikut berpartisipasi dalam kenegaraan. Mereka tidak mau disebut atau dituduh sebagai satu kelompok kesukuan yang membentuk Negara dalam Negara dan dituduh anti pemerintahan. Kondisi ini saya sebut sebagai ciri khusus fleksibilitas dan uniknya suku Baduy
Sejak lama Baduy selalu adil dan terbuka, bahkan menerima serta menghargai siapa pun yang terpilih menjadi presiden NKRI termasuk juga para pemimpin daerah. Mereka tidak pernah ikut menilai apalagi menilai negatif soal kepemimpinan negara. Bagi mereka siapa pun yang jadi presiden dan pemimpin daerah, baik gubernur maupun bupati atau walikota adalah merupakan keputusan pilihan rakyat dan itulah yang harus dihormati, dihargai dan didukung agar ia mampu melaksanakan amanat dan kepercayaan dari rakyat.
Jadi bagi etnis Baduy tidak akan mempermasalahkan soal sosok pemimpin negeri itu berasal dari etnis mana, agama apa dan partai politik mana, yang penting ia sah secara hukum terpilih menjadi pemimpin untuk periode tertentu sesuai perundang undangan yang berlaku. Baduy selalu mempercayai bahwa pemimpin akan lahir sesuai kebutuhan zaman, dan mereka meyakini bahwa setiap pemimpin akan punya tugas tertentu dengan segala kelebihan dan kekurangannya sesuai periodesasinya dan zamannya.
Keberadaan Pemimpin
Baduy bukan suatu pemerintahan yang menerapkan bentuk ketatanegaraan modern yang memenuhi semua aspek dalam penata kelolaan negara yang meliputi Ipoleksosbud Hankam. Mereka tidak memiliki budgeting dan anggaran tertentu, semacam APBN.
Mereka hanya memiliki seperangkat sistem pemerintahan adat yang diperuntukkan hanya untuk menjalankan tugas memelihara dan melestarikan dan menjaga keseimbangan alam. Keberadaan mereka tidak untuk membangun dan merubah, apalagi untuk melakukan ekspansi. Mereka tidak mau mengganggu dan diganggu. Maka merubah kontur alam apalagi mengeksploitasi sumber alam menjadi pantangan ( buyut pamali ) dan sangat dilarang.
Keberadaan pemimpin atau tokoh adat itu betul- betul murni sebagai amanat leluhur yang harus dilaksanakan dengan keikhlasan tanpa pamrih. Jangan bermimpi di Baduy ada tentara atau polisi atau kaum elit politisi dan pejabat yang digaji. Mereka adalah para pendoa dan penjaga alam, bukan perusak alam.
Kini para pemimpin negara sudah berganti, mulai dari presiden sebagai pemimpin tertinggi negara sampai pada bupati/wali kota sudah terbarukan melalui proses Pilpres dan pileg yang dilanjutkan oleh Pilkada. Maka tugas suku Baduy ngasuh ratu ngajayak menak akan tetap dan terus dilakukan tanpa pandang bulu.
Bukti bahwa mereka tetap melaksanakan amanat tugas leluhurnya, maka mereka akan menugaskan tokoh adat untuk menyambangi ( silaturahmi) pemimpin terpilih, sekaligus mendoakannya agar tugas memimpin negara tetap berada pada situasi aman dan amin. Semoga tugas mulia kesukuan mereka Ngasuh Ratu Ngajayak Menak ( membimbing ,menjaga, dan mendoakan para Pemimpin Negara ) tetap ajeg tidak terpolusi oleh kebutuhan sesaat. [T]