11 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Keluarga Kaya ODGJ, Dua Cerita Tentangnya

Angga WijayabyAngga Wijaya
December 17, 2024
inEsai
Keluarga Kaya ODGJ, Dua Cerita Tentangnya

Kegiatan orang dengan skizofrenia (ODS) di Rumah Berdaya Denpasar. (Dokumentasi Rumah Berdaya Denpasar)

“Siapakah dia?”, “Darimana dia berasal?” Mengapa keluarganya tidak mencarinya?” Pertanyaan itu muncul di pikiran kita saat melihat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang ada di jalanan, sering disebut gelandangan psikotik. Berpakaian kumal, rambut acak-acakan, bau, karena tidak atau jarang mandi. Bahkan mungkin, tidak ingat lagi siapa diri mereka apalagi keluarga asalnya.

Pengalaman pertama tentang ODGJ biasanya ada ketika kita kanak-kanak saat duduk di bangku TK atau SD. Melihatnya di pasar, lapangan dekat rumah, atau juga depan balai desa. Kita pun sering mengolok-olok ODGJ yang membuat mereka marah dan berusaha mengejar kita; kemudian kita merasa senang, dan terus mengulanginya. Hingga ibu atau ayah mengingatkan kita, bahwa kebiasaan tersebut tidak baik. ODGJ adalah manusia biasa yang bisa terluka hatinya.

Ketika saya mahasiswa dan tinggal di rumah kos dekat dengan sebuah fakultas universitas negeri di wilayah Sanglah, Denpasar Selatan, Bali, terdapat  ODGJ yang “menetap” di pinggir sungai kecil, di bawah pohon kamboja dekat dengan palinggih atau pura kecil di sana. Namanya S. Orang-orang menyebut dia sebenarnya berasal dari keluarga kaya. Sejak S mengalami gangguan mental, keluarganya tidak mengurusnya sehingga S “berkelana”. Dia hidup dari belas kasihan warga sekitar yang memberinya nasi bungkus, air minum, kopi dan rokok hampir setiap hari.

S tidak membahayakan; dia terlihat sering berbicara sendiri, juga menyanyikan potongan-potongan lagu sesuai suasana hatinya. Ada lagu sedih, ada pula lagu gembira. Seusai bernyanyi, dia lalu tertawa, lalu kembali berbicara sendiri—seperti ada lawan bicara mengajaknya bercakap-cakap. Begitulah seterusnya hingga malam datang, dia tertidur beratapkan langit. Atau, tidak tidur sama sekali dan asyik dengan pikiran serta halusinasi yang menyertai gangguan mentalnya.

ODGJ lainnya yang saya temui, saat saya bekerja pada sebuah yayasan sosial di sebuah desa di kabupaten Buleleng, Bali bagian utara. Desa itu terletak di pinggir pantai. Suasananya sepi. Disanalah saya melihat sosok lelaki berambut gondrong sering tersenyum kepada orang-orang yang bermain ke pantai, melalui jalanan kecil di pinggir jalan besar yang kerap dilalui kendaraan.

Namanya D. Dia hampir setiap hari berada di sekitar rumah seorang guru yayasan tempat saya bekerja. Kebetulan juga rumahnya menjadi titik kumpul kami para pengajar yayasan. Guru tersebut ditunjuk yayasan sebagai semacam “induk semang” tempat kami makan sehari-hari. D juga biasa terlihat saat kami bersantai seuasai makan siang atau malam.

Sama seperti S, D juga dikenal berasal dari keluarga dengan ekonomi berkecukupan. Entah bagaimana dia bisa jauh “terdampar” dari desa asalnya. Rekan guru sekaligus “induk semang” kami juga sering memberi D makanan, kopi dan juga rokok. Saat merokok, D duduk di bawah pohon di halaman rumah. Dia terlihat sangat menikmati setiap isapan juga hembusan rokok.

S dan D menjadi buah pikir saya saat itu. Mengapa keluarganya tidak mengurus mereka dengan baik, mengajaknya berobat di poli psikiatri rumah sakit daerah atau ke rumah sakit jiwa? Soal biaya tentu tidak ada masalah karena mereka berkecukupan. Ataukah ada sebab lain mengapa keluarga seperti lepas tanggung jawab? Apakah ada hubungannya dengan rasa malu dan stigma?

Untuk mendapatkan jawaban pertanyaan-pertanyaan itu, saat saya sendiri oleh banyak sebab mengalami gangguan mental yakni skizofrenia, saya banyak mendapatkan pengetahuan dari psikiater yang merawat saya. Dia mengatakan, bahkan, karena saking lelahnya merawat ODGJ, ada keluarga yang menganggap jika ODGJ mati itu lebih baik.

“Ini bukti bahwa gangguan jiwa meruntuhkan sendi-sendi keluarga. Padahal, sekarang obat-obatan gangguan jiwa sudah sangat mudah didapatkan, termasuk di Puskesmas sebagai unit pelayanan medis terkecil,” katanya.

Dari jawaban ini, saya mendapat kesimpulan bahwa keluarga ODGJ tidak serta merta “membuang” atau menelantarkan ODGJ. Mereka biasanya telah merawat ODGJ semaksimal mungkin. Hanya saja, akibat dari pengetahuan tentang kesehatan mental yang minim, keluarga tidak melakukan pengobatan lanjutan setelah ODGJ sempat diajak berobat ke puskesmas, rumah sakit daerah, atau bahkan ke rumah sakit jiwa. Padahal, ODGJ musti rutin mengkonsumsi obat.

Penyakit mental perlu pengobatan dalam waktu lama, bahkan bisa seumur hidup, pada jenis gangguan mental tertentu, seperti skizofrenia dengan faktor genetik. Jika putus obat, ODGJ akan mengalami relapse atau kekambuhan: sulit tidur, pola pikir kacau, gaduh-gelisah atau bahkan melakukan tindakan yang membahayakan seperti berkelahi dan bahkan merusak barang-barang juga mengamuk, tergantung dari stressor atau pemicu kekambuhan. Biasanya masalah keluarga.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terkini, di Bali jumlah pengidap gangguan jiwa seperti skizofrenia yakni 11 per 1.000 penduduk. Jadi, ada sekitar 9.000 orang. Angka ini menjadikan Bali sebagai provinsi dengan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) terbanyak di Indonesia. ODGJ dikategorikan sebagai penyandang disabilitas psikososial/mental. Kalau kawan tuli atau difabel netra bisa dilihat langsung, berbeda misalnya dengan orang dengan skizofrenia (ODS). Dari luar bisa tampak baik-baik saja, tetapi sebenarnya tidak.

Psikiater Bali Mental Health Clinic, dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ mengatakan, edukasi tentang kesehatan mental kepada masyarakat umum perlu terus dilakukan. Terlebih lagi di Bali, jika ada warga yang mengalami gangguan jiwa mereka lebih percaya bahwa itu karena black magic, buah karma atau bahkan salahang bhatara, dikutuk oleh dewa dan leluhur.

“Kami pernah menangani ODS di Denpasar Barat. Dia dipasung selama empat tahun sebelum akhirnya kami lepas rantai yang memasungnya. Keluarga awalnya khawatir ia akan mengamuk lagi. Kami beri pengertian kepada keluarga. Dengan pengobatan media, ia berangsur pulih, punya KTP dan SIM. Kini dia bisa membantu orang tuanya berjualan buah,” tutur pendiri Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) simpul Bali itu.

Pendapat masyarakat awam bahwa ODGJ tidak akan bisa pulih dan selamanya mesti dirawat didi rumah sakit jiwa tentu keliru. Dengan minum obat secara teratur dalam jangka waktu panjang, peluang ODGJ untuk pulih akan makin besar.

“Setelah pulih, kami di KPSI Bali memberi mereka ruang untuk berkarya dan latihan kerja. Seperti di Rumah Berdaya Denpasar. Di sana penyintas gangguan jiwa menjalani terapi kerja seperti membuat dupa, cuci motor, melukis, menulis. Jadi mereka pagi datang dan sore pulang. Mereka juga mendapat insentif dari keuntungan usaha sehingga bisa mandiri secara finansial,” kata Gusti Rai.

Harapannya, dengan menunjukkan bahwa ODGJ bisa berkarya, stigma di masyarakat pada waktu mendatang akan bisa berkurang. “Kebanyakan orang menstigma ODGJ karena kurangnya informasi dan pengetahuan tentang kesehatan mental. Kini isu ini banyak dibicarakan. Masyarakat tidak lagi takut dicap “gila” jika datang ke psikolog atau psikiater,” sebut Gusti Rai.

Dia menambahkan, ODGJ yang kehilangan harkat dan martabat sebagai manusia, menurutnya perlu direhabilitasi, termasuk kehidupan dan nama baik mereka. “Juga soal anggapan kematian lebih baik, ini tentu karena salah kaprah. Keluarga ODGJ banyak yang masih malu dan menganggap gangguan jiwa sebagai aib. Mereka akhirnya diisolasi, dikurung atau dipasung yang justru membuat penyakit mereka makin parah. Kita perlu bahu-membahu membantu ODGJ mendapat pengobatan yang baik, bukan malah menyuburkan stigma,” ujar Gusti Rai. [T]

BACA artikel lain dari penulisANGGA WIJAYA

“The Marginalist”: Pameran Foto dan Diskusi ODGJ, Mental Health, dan Advokasi Kaum Marginal
Dilema Membuka Diri Orang dengan Gangguan Jiwa
Beberapa Menit Bersama Ketut Ariyani: Membicarakan Hak Pemilih Disabilitas di Bali
Tags: Gangguan JiwaODGJOrang Dengan Gangguan Jiwa
Previous Post

Pohon Natal dari Bahan Botol Bekas di Gereja Kristen Protestan Bali-Singaraja : Keindahan dan Kesederhanaan

Next Post

Gending Sanghyang Sampat dan Cerita Lain di Desa Sangketan, Penebel-Tabanan

Angga Wijaya

Angga Wijaya

Bernama lengkap I Ketut Angga Wijaya. Lahir di Negara, Bali, 14 Februari 1984. Belajar menulis puisi sejak bergabung di Komunitas Kertas Budaya asuhan penyair Nanoq da Kansas. Puisi-puisinya pernah dimuat di Warta Bali, Jembrana Post, Independent News, Riau Pos, Bali Post, Jogja Review, Serambi Indonesia dan Antologi Puisi Dian Sastro for President! End of Trilogy (INSIST Press, 2005). Bekerja sebagai wartawan di Denpasar.

Next Post
Gending Sanghyang Sampat dan Cerita Lain di Desa Sangketan, Penebel-Tabanan

Gending Sanghyang Sampat dan Cerita Lain di Desa Sangketan, Penebel-Tabanan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co