31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kelecung ”Eco Village” Tabanan: Menjawab Keresahan Gempuran Investor

Ahmad SihabudinbyAhmad Sihabudin
December 7, 2024
inEsai
Kelecung ”Eco Village” Tabanan: Menjawab Keresahan Gempuran Investor

Ahmad Sihabudin

TIGA hari dua malam saya merasakan kehangatan, keramahtamahan masyarakat Kelecung, Tabanan, Bali. Kunjungan ke desa tersebut mungkin bisa disebut Study Tour, karena memang kami banyak belajar, dan juga sedikit melakukan verifikasi atas naskah disertasi ”Pemaknaan Perempuan Dalam Pengembangan Kelecung Eco Village di Desa Tegal Mengkeb, Tabanan, Bali” yang ditulis ibu Ni Wayan Giri Adnyani.

Sebenarnya disertasi sudah dipertahankan pada sidang terbuka promosi Doktor Ilmu Komunikasi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta, pada tanggal 4 Oktober 2024.

Jadi mungkin ini salah satu cara mendapatkan pengalaman fenomenologi merasakan apa yang dirasakan penulis disertasi menyaksikan Kelecung mulai dirambah oleh para investor membeli lahan secara masif.

Naskah disertasi dilatarbelakangi utamanya oleh, kegelisahan ibu Ni Putu Ayu Puspawardani, atau yang akrab disapa Aniek, aktor dalam penelitian ini. Keresahan  Aktor akan penguasaan lahan oleh investor yang berpotensi meminggirkan peran masyarakat lokal. Aktor merupakan seorang perempuan Bali yang memiliki semangat dan dedikasi dalam membangun dan mengembangkan desanya.

Pengalaman Aktor sesudah bekerja dan menetap selama 10 tahun di Kota Surabaya, juga di Kota Malang saat kuliah di program studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Malang  menyelesaikan sarjana pendidikan kurang dari 4 tahun.

Ketika berlibur di kampung halaman untuk bernostalgia dengan suasana pantai di kampung halamannya, yang letaknya agak jauh dari desanya kurang lebih 2 km, nostalgianya terganggu, sebab deretan pantai yang dikunjunginya tersebut sudah berubah. Pantai yang dulunya lapang sejauh mata memandang, kini sudah penuh dengan bangunan vila atau resor wisata.

Meski nostalgianya terganggu karena pantai telah dipenuhi dengan bagunan vila dan resor, Aktor tetap saja berusaha menikmati deburan suara ombak Samudera Hindia sambil mendengar suara bocah-bocah yang sedang asyik bermain di pantai. Melihat anak-anak yang sedang asyik bermain di pantai mendapat teguran dari security karena mereka bermain-main di area resor.

Tanpa berpikir panjang, anak-anak itu lekas beranjak pergi dan mencari tempat baru untuk bermain. Meskipun terjadi hanya sepintas, peristiwa itu menghentak batinnya dan seakan ia sedang berdiri di antara dua batas makna yang samar-samar; satu sisi, apa yang dilakukan security tentu merupakan hal wajar (menjalankan tugas sebagai penjaga resor), sementara di sisi lain, anak-anak itu juga memiliki “hak” untuk bermain dan bersenang-senang di pantai. (seperti ditulis Ni Wayan Giri Adnyani)

Kejadian tersebut membuat Aniek gelisah, mulai terusik dengan realitas yang baru dialaminya (lived experienced). Kegelisahan itu, yang terbawa ke rumahnya, makin bertambah ketika ia mengetahui dari kerabatnya (yang kebetulan menjabat kepala dusun) bahwa sebagian besar dari area sepanjang pantai itu sudah tak lagi dimiliki masyarakat lokal, melainkan sudah beralih ke tangan para investor. Bahkan, di kampung halamannya (Dusun Kelecung), Aktor juga menemukan beberapa papan tanda yang menegaskan kepemilikan lahan sebagian pantai di desanya.

Konon kebanyakan pemilik lahan itu warga negara Rusia, atau perusahaan-perusahan dari Rusia.  Saya menyaksikan sendiri patok-patok lahan, pagar pembatas yang menghalangi aktivitas warga lokal. ”Dilarang masuk ini Property Pribadi” ini menjadi ”pengumuman” biasa di Kelecung.

Itulah realitas yang dihadapi Aktor ketika berlibur di kampung halaman, yang memunculkan keprihatinan, ketika; (1) berinteraksi dengan anak-anak yang terusir ketika sedang bermain di tepi pantai, dan (2) mengetahui bahwa sebagian dari pantai dan sawah di desanya sudah tak lagi menjadi milik masyarakat. Apa yang muncul dalam benak Aktor adalah rasa kecewa; rasa kecewa itu tetap terbawa hingga ia kembali ke kota Surabaya untuk melanjutkan kehidupannya.

Berangkat dari Keresahan

Kegelisahan akan realitas sosial di kampung halamannya, yang dirasakan Aktor dan terbawa hingga ke Surabaya, membawanya kepada upaya untuk memaknai kembali realitas terpinggirnya hak anak-anak desa untuk bermain di alam bebas di wilayah kampung halamannya seperti pantai sebagai area publik di desanya.

Proses ini kemudian memunculkan keresahan dalam benaknya. Bagi Aktor, kemunculan keresahan atas kesenjangan antara das sein dan das sollen yang mengganggu batinnya. Dari keresahan tersebut, kemudian ingin mewujudkan desanya, sebagai Kelecung Eco Village. Namun, taruhan untuk menjadikannya nyata adalah kehilangan “karier mapan” yang sudah dibangunnya selama belasan tahun di Surabaya. Inilah yang melatar belakangi naskah disertasi ibu Ni Wayan Giri Adnyani.

Saya menginap di homestay milik ibu Dian salah satu perempuan yang tergabung dengan gerakan konsep Kelecung Eco Village yang digagas sang aktor. Menurutnya, ini salah satu cara kami dengan mba Aniek untuk menjawab dan mempertahan desa kami dari para investor yang ingin membeli lahan lebih banyak lagi dari desa kami.

Di tengah pesatnya pembangunan dan arus investasi yang terus mengalir ke Pulau Bali, muncul sebuah ironi yang mengusik hati masyarakat Bali, salah satu mbak Aniek (Ni Putu Ayu Puspawardani). Lahan-lahan  yang dulunya merupakan warisan leluhur dan sumber penghidupan kini sebagian besar berpindah tangan ke investor besar. Fenomena ini menimbulkan keresahan mendalam, terutama bagi masyarakat lokal yang semakin terpinggirkan dari tanah kelahirannya sendiri.

Hal ini dibuktikan dari riset Arisanjaya & Arimbawa (2021) yang menyoroti fenomena konflik pertanahan yang terjadi akibat pembangunan akomodasi pariwisata di wilayah pesisir di sekitar Tanah Lot. Seperti disampaikan Giri Adnyani, fenomena tersebut muncul sebagai implikasi dari kompleksitas konflik kepentingan yang muncul di antara berbagai kelompok, termasuk dari investor dengan masyarakat setempat.

Aktor pada akhirnya memutuskan untuk meninggalkan kariernya yang mapan, ia ingin  mewujudkan berdirinya Kelecung Eco Village. Sejarah Kelecung Eco Village di Desa Adat  Kelecung, yang secara administratif merupakan bagian dari Desa Tegal Mengkeb, telah mengembangkan sektor pariwisatanya dengan brand Kelecung Eco Village. Inisiatif ini bermula pada September 2015, sebagai upaya kolektif masyarakat Kelecung untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

Upaya pengembangan desa wisata ini dilakukan melalui Kelecung Project, sebuah program kerja sama antara tim dari Kanada dan Bali yang dipimpin oleh Aktor dalam disertasi ini. Program Eco Village diluncurkan dengan tujuan menarik wisatawan untuk merasakan kehidupan Bali yang otentik, sekaligus memberikan dampak positif bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.

Perekonomian Kelecung, yang awalnya bertumpu pada pertanian tanaman pangan dan peternakan, kini mulai merambah ke sektor ekowisata. Penginapan lokal menawarkan akomodasi dan makanan yang nyaman, sementara tur keliling, program pendidikan, dan pengalaman langsung memberikan wawasan mendalam tentang kehidupan dan budaya lokal kepada para wisatawan.

Pesona Kelecung

Keberadaan Kelecung yang strategis, diapit oleh pegunungan dan Samudera Hindia, menjadikannya seperti oasis yang damai dan ramah bagi pengunjung. Sungai Yeh Mataan yang mengalir melintasi dusun, serta pantai berpasir hitam yang eksotis, menambah daya tarik alamiahnya. Hamparan sawah yang luas tidak hanya menjadi sumber penghidupan bagi penduduk desa melalui pertanian, tetapi juga menyuguhkan pemandangan indah yang memanjakan mata.

Kelecung Eco Village merupakan landscape yang begitu indah. Pengunjung bisa bermain di bibir pantai yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia, sekaligus bisa melihat gagahnya Gunung Batukaru yang berdiri tegak perkasa.

Pesona Kelecung Eco Village di Desa Tegal Mengkeb yang terletak di Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, berada pada ketinggian ± 8,533 meter di atas permukaan laut (MDPL). Desa ini memiliki luas wilayah yang cukup besar, yakni 549,363 hektar. Salah satu ciri khas Tegal Mengkeb adalah garis pantainya yang membentang sepanjang 549 hektar linear, berbatasan langsung dengan Samudra Hindia dan berdekatan dengan ikon wisata Bali, Pura Tanah Lot.

Desa Tegal Mengkeb merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) desa yang terdapat di Kecamatan Selemadeg Timur, terletak  5,9 km ke arah selatan dari Jalan Raya Denpasar – Gilimanuk dan termasuk dalam sebaran wisata Pantai Soka. Desa ini memiliki luas wilayah 549.663 Ha, berada pada ketinggian 200-300 m dari permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 34-32℃.

Atraksi wisata alam yang terdapat di Desa Tegal Mengkeb berupa wisata alam pantai yaitu Pantai Kelecung yang terdapat di Banjar Kelecung Kelod. Pantai Kelecung merupakan pantai berpasir hitam yang terdapat di bagian selatan Desa Tegal Mengkeb. Sepanjang jalan menuju ke arah Pantai Kelecung, terdapat pemandangan alam sawah dan pohon kelapa yang menghiasi pinggir jalan.

 Sesampainya di Pantai Kelecung, para wisatawan akan disuguhi dengan pemandangan laut yang menyegarkan mata dengan gulungan ombak yang saling kejar-mengejar. Batu karang besar yang terdapat di Pantai Kelecung menambah keindahan pantai yang masih sepi pengunjung ini, didukung pula dengan kondisi pantai yang bersih dan asri. Pantai Kelecung ini sangat cocok bagi para wisatawan yang menginginkan suasana santai, tenang, damai, dan privat karena jauh dari hiruk-pikuk perkotaan.

Jawaban Kegelisahan

Gagasan Kelecung Eco Village, sebagai perpaduan dari terbebasnya pantai dan lahan-lahan dari gempuran para investor dan pembangunan pariwisata yang tidak meminggirkan masyarakat Kelecung.

Sebagai sebuah gagasan, Kelecung Eco Village dalam bingkai pariwisata Bali juga menjadi jawaban atas kegelisahan perkembangan pariwisata Bali yang banyak memunculkan dampak negatif menurut Giri Adnyani. Seperti dilaporkan, Suriyani (2023) mengemukakan bahwa perkembangan pariwisata di Bali telah menimbulkan masalah ketidakadilan agraria, budaya, dan sosial; dalam studi ini, ketidakadilan itu bertambah satu, yakni ketidakadilan gender.

Juga dalam laporannya, Colorni (2018) menjelaskan betapa sektor pariwisata kerap kali menggusur para petani dari tanah mereka, mengambil sumber daya air dengan berlebihan dan bahkan mencemarinya, dan termasuk juga mengikis keragaman dan warisan varietas padi lokal. Colorni (2018) menguraikan bagaimana perkembangan pariwisata di Bali membuat Bali harus kehilangan hampir 25% lahan pertaniannya selama 25 tahun terakhir.

Apa yang dilihat Aktor dalam Kelecung Eco Village merupakan suatu bentuk pembangunan pariwisata humanis, tidak melandasi pariwisata semata mata dengan nilai-nilai kapitalistik (mass tourism) atau menggeser peran dari masyarakat lokal terlibat dalam berbagai prosesnya. Itulah visi sang Aktor di balik Kelecung Eco Village yang hendak diwujudkannya, dan sekaligus menjadi simbol bahwa perempuan juga bisa berkarya (dengan pemikiran) dan bergerak (mengambil peran tertentu sehingga dapat mewujudkan pemikiran tersebut).

Semoga gagasan Kelecung Eco Village menjadi gerakan sosial pada masyarakat untuk melindungi daerahnya, memberikan pemahaman mendalam tentang dinamika lokal, menawarkan wawasan baru tentang bagaimana konsep global seperti pariwisata berbasis masyarakat dan pemberdayaan perempuan diterjemahkan dan dinegosiasikan dalam konteks budaya lokal yang spesifik.

Lestari alamku, lestari desaku, lestari Baliku. Naskah ini merupakan cuplikan disertasi Giri Adnyani, yang saya coba tulis ulang, menambahkan sedikit pengalaman selama di Klecung. [T]

Mengintegrasikan Pertanian dan Pariwisata, Kurikulum Agrowisata Berkelanjutan untuk Masa Depan
Menavigasi Keterkaitan antara Pariwisata dan Perdagangan Internasional dalam Era Globalisasi
Pelabuhan Yacht, Strategi Pariwisata Premium Untuk Bali Utara
Harapan Pariwisata Indonesia di Tangan Prabowo-Gibran
Menyatukan Pajak Turis Dunia: Menggagas Standar Baru bagi Pariwisata Global
Beragam Peran Cendikiawan Mengawal Ilmu Pariwisata Indonesia
Tags: Desa TegalmengkebecowisataPantai KelecungPariwisatapariwisata balitabanan
Previous Post

Muhammad Farid, Produser Muda Produktif, dan Gerakan Commoning Kampung Budaya Piji Wetan

Next Post

Puisi-puisi M. Allan Hanafi | Kucing, Dendam, Ibu

Ahmad Sihabudin

Ahmad Sihabudin

Dosen Komunikasi Lintas Budaya, Fisip, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Banten

Next Post
Puisi-puisi M. Allan Hanafi | Kucing, Dendam, Ibu

Puisi-puisi M. Allan Hanafi | Kucing, Dendam, Ibu

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more

PENJARA: Penyempurnaan Jiwa dan Raga

by Dewa Rhadea
May 30, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DALAM percakapan sehari-hari, kata “penjara” seringkali menghadirkan kesan kelam. Bagi sebagian besar masyarakat, penjara identik dengan hukuman, penderitaan, dan keterasingan....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co