KETIKA maestro pendongeng Bali, Made Taro, masuk pada usianya yang makin senja, banyak orang berharap muncul sosok baru—tentu saja, untuk membantu Made Taro dalam melestarikan dongeng dan cerita rakyat Bali. Dengan munculnya sosok baru sebagai penerus, maka semangat pelestraian dongeng di Bali tak akan pernah padam.
Syahdan, sejak beberapa tahun lalu, harapan orang-orang itu sepertinya dikabulkan. Muncul sosok baru yang diharapkan sebagai penerus dan penjaga dongeng Bali. Namanya, I Gede Tarmada.
Sosok ini tak lain adalah putra dari Made Taro sendiri, yang belakangan selalu bersemangat menemani sang ayah dalam kegiatan-kegiatan mendongeng. Tarmada bahkan sudah diserahi tugas oleh sang ayah untuk mengelola sepenuhnya Sanggar Kukuruyuk, sebuah sanggar anak-anak yang didirikan Made Taro sejak puluhan tahun lalu.
Tapi, apa daya. Harapan orang-orang Bali pun pupus, setelah mereka mendengar Tarmada berpulang, meninggalkan istri dan anak-anaknya, juga meninggalkan sang ayah.
“I Gede Tarmada telah berpulang,” kata Ni Luh Putu Dwipayanti, istri mendiang Tarmada.
Tarmada meninggal pada 27 November 2024 karena sakit. Upacara ngaben dan ngelanus dilaksanakan, Selasa, 3 Desember 2024 pukul 12.00 Wita, di Krematorium Santha Yana Cekomaria Denpasar.
Tarmada meninggalkan istri dan dua anak, Gede Tarmanda Aditya Pratama dan Made Tarayana Amada Putra.
Anak pertama Gede Tarmada Aditya Pratama tak kuasa menahan kesedihanya. ”Mohon doa agar bapak mendapat tempat yang baik, serta dukungan semua pihak semoga apa yang ditinggalkan dapat saya lanjutkan, dan tidak lupa semua pihak memberikan suport kepada kami, terutama Kakek Taro dalam mengembangkan permainan dan mendongeng tetap lestari,” harap cucu pertama dari Made Taro itu.
Orang-orang Bali pecinta dongeng, juga orang-orang Indonesia di luar Bali, menyampaikan duka yang mendalam lewat media sosial. Mereka merasa kehilangan sang penerus, yang diharapkan menjaga iklim mendongeng dan cerita rakyat sampai kapan pun.
Budayawan Prof. I Wayan Dibia merasa sedih kehilangan seorang sosok yang gigih memperkenalkan budaya permainan tradisional.
“Sosok I Gede Tarmada adalah penerus dari sang maestro Made Taro ini memang memiliki kegigihan dalam meneladani dan menyuarakan permainan tradisional melalui kegiatan- kegiatan seni, lomba bahkan aktif dalam berbagai diskusi,” ucap Prof. Dibia yang juga mantan Rektor ISI Denpasar itu.
Kadek Wahyudita selaku sahabat sekaligus Klian Penggak Men Mersi mengungkapkan, I Gede Tarmada merupakan sosok tutor yang sangat baik dan tak pernah mengenal lelah.
Ketika masih muda, Tarmada sempat tak punya niat untuk melanjutkan profesi ayahnya sebagai pendongeng. Ia justru mencoba memperjuangkan hidup di bidang pariwisata, sebagai guide. Profesi itu pun tak lama, karena ia kemudian menjadi kontributor di media pariwisata Bali Travel News, kelompok Media Bali Post.
Namun, barangkali karena panggilan jiwanya tak bisa ditampik, Tarmada kemudian hadir perlahan membantu beberapa peran ayahnya saat pentas Sanggar Kukuruyuk atau saat mendongeng dalam sejumlah festival.
Memang baginya hal itu bukanlah hal yang mudah. “Namun, tekadnya begitu kuat. Ia tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelami dunia permainan anak-anak dan mendongeng,” kata Wahyudita.
Wahyudita mengaku, ia mengenal Tarmada sejak tahun 2014, saat Rare Bali Festival (RBF) yang pertama. Hubungan secara intens kembali terjalin satu tahun terakhir ini.
“Satu hal yang tidak pernah saya lupakan dari sosok Tarmada, adalah setiap apa yang dia lakukan tidak pernah memikirkan honor. Dia melakukan dengan tulus iklas,” kenangnya.
Sebut saja, ketika bersama-sama dalam mensukseskan RBF 2024. Wahyudita benar-benar merasakan kegigihan Tarmada bersama ayahnya memperjuangkan kehidupan dunia permainan anak. Pada saat RBF itu, Tarmada menjadi garda terdepan untuk menyukseskan kegiatan ini.
Termasuk pada saat shooting pembuatan video tutorial bermain permainan tradisional, menjadi juri, hingga mengurusi anak-anak sebagai peserta festival. Satu karya yang dia berhasil wujudkan atas dukungan ayahnya, yaitu karya ‘pompongan’ sebuah plalianan untuk anak-anak disabilitas.
“Saya cukup lega dengan hadirnya Tarmada sebagai pewaris yang mau melanjutkan Sanggar Kukuruyuk itu, namun kenyataan seperti ini,” katanya.
Tarmada dengan kreativitasnya, mampu bahkan berhasil menjaga dan mengembangkan Sanggar Kukuruyuk, termasuk permainan rakyat dan dongeng. Sanggar itu sebagai wadah dalam upaya melestarikan kebudayaan permainan rakyat Bali.
“Sayang, Tuhan berkehendak lain. Justru yang saya harapkan melanjutkan tongkat estafet I Made Taro berpulang mendahului ayahnya,” ujar Wahyudita bersedih.
Tarmada adalah seorang yang ramah, bersahabat yang bergerak sebagai mentor dan motivator yang tidak pernah lelah memberikan sumbangsih demi pelestarian plalianan atau permainan rakyat, salah satu budaya untuk mendidik karakter anak itu.
“Semoga anaknya Tarmada dan cucu Pekak Taro yang mau melanjutkan estafet ini,” harap pria yang kerap menjadi Tim Kreatif PKB ini.
Selamat jalan, pahlawan dongeng, tetapkan rawat dongeng itu dari surga. [T][Ado/*]