MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Dr. Abdul Mu’ti meluncurkan Program Bulan Guru Nasional (BGN) pada 1 November 2024 di SD Negeri 59 Kota Palembang Sumatera Selatan. Pencanangan BGN mengingatkan saya pada gebrakan Anies Baswedan ketika menjabat Mendikbud pada awal periode pertama Pemerintahan Jokowi.
Kala itu Anies Baswedan mencanangkan Bulan Mei sebagai Bulan Pendidikan dengan tema berganti setiap minggu selama 4 pekan. Kelak Bulan Pendidikan bermetamorfosis menjadi Bulan Merdeka Belajar saat Mendikbudristek dijabat Nadiem Makarim. Begitulah pemimpin berubah lalu bertansformasi. Ibarat koki, lain koki lain selera makanan dan memasaknya pun berbeda seiring dengan cita rasanya.
Dalam pidato peluncuran Program BGN, Mendikdasmen Prof. Dr. Abdul Mu’ti menjelaskan alasan memilih Palembang sebagai tempat peluncuran BGN karena kejayaan Indonesia, pernah mulai dari Kerajaan Sriwijaya.
Sementara itu, peluncuran dilaksanakan di SD melibatkan PAUD karena PAUD/SD ibarat pohon dengan akarnya harus kuat”, kata Abdul Mu’ti. Dua alasan itu, mencerminkan Prof. Dr. Abdul Mu’ti adalah tokoh yang memiliki kesadaran sejarah yang tinggi dan mengingatkan generasi muda kini agar rajin dan bersungguh-sungguh belajar untuk menciptakan sejarah peradaban yang setara dengan kemajuan zaman Sriwijaya.
Selanjutnya, Abdul Mu’ti menginginkan pondasi Pendidikan Dasar harus kuat dan kokoh dimulai dari SD dan PAUD/TK. Ibarat pohon, PAUD/TK dan SD adalah akar yang akan menopang pertumbuhan pohon menjadi besar dan rindang sehingga kelak bisa menjadi tempat berteduh yang sejuk dan nyaman. Akar dari sebuah pohon ada di tanah dan membumi. Begitulah Pendidikan dasar seyogyanya dikembangkan tanpa tercerabut dari akar lingkungan terdekatnya. Ini sesuai dengan prinsif belajar dari hal-hal dekat (konkret) ke jauh (abstrak). Hal ini sejalan dengan pemerolehan belajar bahasa, dengan prinsif : “here and now”.
Oleh karena itu, Mendikdasmen merancang Program Wajib Belajar 13 Tahun dan segera diluncurkan dengan penguatan pada PAUD/TK. Saat ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2023),anak-anak yang ber-TK/PAUD masih rendah dengan angka partisipasi kasar 36,36 % dari sekitar 32 Juta Anak Indonesia. Untuk mengatasi kesenjangan itu, dalam waktu dekat, ada baiknya pemerintah membangun PAUD/TK Inpres sebagaimana zaman Orde Baru ketika mencanangkan Wajib Belajar SD dan secara umum telah berhasil.
Guru-guru SMAN 2 Kuta dan SMAN 2 Kuta Selatan mengikuti Workshop untuk meningkatkan kompetensi demi mencerdaskan anak bangsa | Foto: Dok. Nyoman Tingkat
Jika Proyek Inpres itu dilaksanakan harus pula dibarengi dengan penyediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sehingga layanan prima bisa diwujudkan. Pemenuhan fasilitas Pendidikan dan SDM guru bermutu untuk semua, sesuai dengan tagline yang diusung Mendikdasmen yaitu Pendidikan Bermutu untuk Semua.
Tagline itu akan menjadi slogan kosong kalau ketersediaan guru dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang memadai tidak tersedia. Walaupun kini zaman teknologi makin canggih, kehadiran guru tidak akan pernah tergantikan oleh teknologi informasi. Hal ini sejalan dengantemaperingatan Hari Guru Nasional 2024 : Guru Hebat, Indonesia Kuat.
Dalam konteks itu, Pencanangan BGN 2024 kita maknai.
Pertama, Hari Guru Nasional (HGN) yang jatuh setiap 25 November, kini digaungkan sebulan selama November 2024, bersamaan dengan 30 Tahun Perayaan HGN sejak 1994 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Perayaannya menjadikan tonggak kelahiran PGRI setelah 100 Hari Kemerdekaan RI. Jadi, momentum sejarah yang heroik biasanya digaungkan sehari, kini aura dan gemanya sebulan. Waktu sebulan mengapresiasi guru di tengah tantangan yang tidak mudah.
Kedua, momentum refleksi bagi Kemendikdasmen terkait dengan semangat Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) Nomor 14 Tahun 2005 yang disahkan 30 Desember 2005. Dalam UUGD itu ditegaskan setelah 10 tahun sejak diundangkan, semua guru sudah tersertifikasi yang berdampak pada tingkat kesejahteraan guru dan dosen.
Namun, faktanya kini guru yang sudah tersertifikasi sekitar 1,3 juta dan yang belum tersertifikasi mencapai 1,6 juta. Ini Pekerjaan Rumah yang harus segera diselesaikan agar guru makin bermartabat dan semakin mulia karena kerja-kerja Pendidikan yang mencerdaskan dan mencerahkan sesuai dengan makna yang melekat pada kata “guru”, menerangi kegelapan.
Ketiga, menempatkan posisi dan profesi guru secara profesional terbebas dari beban-beban politik praktis dan pelecehan terhadap guru dalam mendidik dan mendisiplinkan para siswa.
Guru diberikan otonomi sesuai dengan profesi dan kewenangannya mendidik siswa di sekolah. Hentikan intervensi berlebihan dari tokoh politik demi pencitraan dan intervensi orang tua demi memanjakan anak. Selain membuat ketakutan bagi guru menegakkan disiplin juga menjerumuskan anak menatap masa depan yang penuh tantangan ketika orang tuanya sudah tiada.
Apa yang dialami Supriyani guru honorer dari Sulawesi Tenggara dan peristiwa guru dipermalukan di depan umum oleh tokoh, sudah saatnya dihentikan. Jangan lupa, mereka yang ditokohkan itu juga pernah berguru. Karena di dunia ini, hanya ada dua profesi, yaitu guru dan lain-lain. Artinya, guru adalah profesi utama dan setelahnya baru ada profesi yang lain. Itu pun berkat guru.
Guru-guru SMAN 2 Kuta dan SMAN 2 Kuta Selatan mengikuti Workshop untuk meningkatkan kompetensi demi mencerdaskan anak bangsa | Foto: Dok. Nyoman Tingkat
Keempat, kesempatan juga bagi Kemendikdasmen untuk menyelesaikan tiga isu penting tentang guru : kesejahteraan, kompetensi, dan sertifikasi. Kini, janji politik tentang tambahan gaji 2 juta perbulan sedang diviralkan oleh grup-grup guru di tengah tugas-tugas yang menumpuk dan berharap janji itu segera dipenuhi.
Selanjutnya, peningkatan kompetensi guru (akademik, pedagogik, sosial, dan moral ) perlu dibuatkan peta jalan yang terarah, terstruktur, dan sistematis sehingga tidak terjadi bongkar pasang kebijakan dalam meningkatkan kualitas guru yang jumlahnya tidak sedikit dan beragam tingkat kompetensinya. Kompetensi mereka perlu distandarkan melalui Pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan melibatkan komunitas di sekolah.
Bagus pula bila diadakan program percepatan (ingat di negeri ini pernah ada Program Guru Kilat) terintegrasi dengan Program Sertifikasi Guru sehingga hak-hak guru terlayani sesuai dengan harapan : guru makin sejahtera lahir batin.
Begitulah BGN kita maknai dengan harapan guru tidak menjadi bulan-bulanan politik atau pinjaman on line atau judi on line. Itu sudah membuat banyak korban di kalangan guru karena kurang literat. Oleh karena itu, guru perlu makin cerdas mengedepankan dharma wiweka agar jaya sadhu dengan melatih kesabaran sebagai mana disindir Chairil Anwar dalam puisinya.
“… Aku hendak berbicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah ! Tidak jadi apa-apa !
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli
…”
BACA artikel lain dari penulis NYOMAN TINGKAT