8 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Utopia di Padang Beton dalam Fantasy Is a Concrete Jungle

JaswantobyJaswanto
September 22, 2024
inUlas Film
Utopia di Padang Beton dalam Fantasy Is a Concrete Jungle

Cuplikan film Fantasy Is a Concrete Jungle | Foto: tatkala.co/Jaswanto

“Apa yang dibutuhkan manusia bukanlah utopia (tidak ada tempat); tetapi entopia (ada tempat)—kota nyata yang dapat mereka bangun.”

DHAKA, ibu kota Bangladesh itu, merupakan pusat perindustrian, perniagaan, dan administrasi di negara yang terletak di Asia Selatan itu. Wilayah bekas ibu kota Kekaisaran Mughal ini seperti tak pernah sepi. Ia seperti Jakarta, atau kota-kota urban lainnya, yang sibuk, panas, riuh, cepat, segalanya seperti terburu-buru, dengan bangunan-bangunan beton yang dingin, angkuh, dan penuh tekanan. Sedangkan debu dan polusi seperti selimut abadi.

Klakson-klakson menyalak di setiap sudut Kota Dhaka. Jalanan sesak kendaraan. Sedang pembangunan seperti tak ada henti-hentinya. Beton-beton baru tumbuh lebih cepat daripada pohonan di pinggir jalan atau di hutan kota. Dan semua pemandangan khas Dunia Ketiga itu terekam dengan sangat baik dalam Fantasy Is a Concrete Jungle (2023), film dokumenter pendek karya Mehedi Mostafa.

Saya menikmati film ini digelaran Minikino Film Week 10 Bali International Short Film Festival di MASH-Living Room, Denpasar, Sabtu (14/9/2024). Jujur saja, saya menyukai film dokumenter semacam ini—film dokumenter yang, katakanlah, berbentuk lanskap meditatif dengan narasi esai yang dalam, kontemplatif, dan puitis. Menonton Fantasy Is a Concrete Jungle mengingatkan saya pada In the Forest One Thing Can Look Like Another (2023) garapan Priyanka Chhabra.

“Fantasy Is a Concrete Jungle” adalah sebuah film esai filosofis yang menggabungkan gambar dan narasi untuk membahas isu modern yang sangat mendesak, yaitu penemuan kembali kondisi kehidupan kita di tengah pembangunan kota-urban yang tak henti-henti.

Cuplikan film Fantasy Is a Concrete Jungle | Foto: tatkala.co/Jaswanto

Dalam sebuah wawancara, Mehedi Mostafa mengaku menyukai film Before My Eyes (1989) karya Mani Kaul. Dan ia terinspirasi dari film tersebut. Maka jadilah Fantasy Is a Concrete Jungle sebagai dokumenter dengan mozaik gambar statis dan berubah-ubah yang mengeksplor panorama semrawut wilayah Dhaka.

Mehedi Mostofa juga menggunakan elemen suara luar kamera yang membawa kita ke dunia berbeda sambil merenungkan lanskap Dhaka. Dan penonton juga jarang melihat siapa pun di film itu. Saya pikir, Fantasy Is a Concrete Jungle adalah gugatan Mehedi Mostofa terhadap pembangunan—atau sebut saja tata ruang—Dhaka yang banal—bahkan nyaris anarkis.

Namun, itu merupakan salah satu dari sekian banyak konsekuensi perkembangan abad lalu. Inovasi kota adalah “anak kandung” revolusi industri, yang melahirkan kota metropolitan modern seperti London, New York, atau Berlin yang menjadi tempat-tempat yang memiliki banyak sisi seperti sekarang. Kota-kota itu menggabungkan ruang-ruang tempat tinggal, tempat-tempat kerja, dan juga berbagai aspek hiburan dalam satu kuali.

Akan tetapi, seiring meluasnya ruang perkotaan yang melahirkan, katakanlah, “bencana” seperti gentrifikasi, pengangguran massal, dan masyarakat kelas yang semakin jelas terlihat, hasrat regresif tertentu telah terbangun dalam diri banyak orang. Dari sinilah sepertinya Mehedi Mostafa merenungkan apakah hal ini benar-benar definisi baru atas kota (baca: tempat) yang kita butuhkan?

Cuplikan film Fantasy Is a Concrete Jungle | Foto: tatkala.co/Jaswanto

“Fantasy Is a Concrete Jungle” didukung oleh pengisi suara, narasi, yang ditulis berdasarkan “Silence and Chaos” karya arsitek Kashef Mahboob Chowdhury. Selain mengajak penonton untuk merenungi tata ruang kota urban, film pendek ini juga merekam akan kerinduan penduduk Kota Dhaka terhadap tempat asal leluhur mereka—atau tempat yang sekiranya lebih baik daripada kota yang rakus dan individual.

Berbagai gambar kehidupan kota yang sibuk, serta kehidupan sehari-hari di desa yang tenang, dengan narasi yang membuat pengamatan tentang konsep desa kini lebih berbau magis atau mistis—mungkin sebagai indikator kerinduan tertentu terhadap jenis kehidupan yang berbeda, pada saat yang sama, dalam Fantasy Is a Concrete Jungle, kita diajak untuk mengamati orang-orang yang mencari ruang pribadi mereka di dalam kota yang luas.

Kerinduan akan kampung halaman, tempat yang nyaman atau menenangkan, seperti Shangri-La dalam Lost Horizon karangan James Hilton, saya pikir tidak hanya dirasakan oleh penduduk Dhaka saja. Semua orang di dunia ini, yang tinggal dan hidup di kota urban lainnya, yang kondisinya mirip dengan Dhaka, juga merasakan hal yang sama. Dalam kondisi seperti ini, utopia akan tempat seperti Shangri-La sangat didambakan.

Shangri-La berisi semua unsur klasik surga. Pertama, seperti yang dituliskan Eric Weiner dalam The Geography of Bliss, tempat itu sulit dijangkau. Yang benar saja, bagaimanapun, surga bukanlah surga jika Anda dapat naik taksi ke sana. Kedua, terdapat pemisah antara surga dan kehidupan biasa—dipisahkan oleh dunia rahasia yang hanya dapat ditempuh oleh sedikit orang yang beruntung.

Cuplikan film Fantasy Is a Concrete Jungle | Foto: tatkala.co/Jaswanto

Dengan kata lain, surga adalah, barangkali seperti kelas bisnis, yang kesenangannya didapat dari keberadaan pelancong lain yang lebih kurang beruntung daripada Anda sendiri. Dengan begitu, tak semua orang Dhaka dapat menjamahnya.

Secara instingtif, banyak orang kota-urban merasa seperti telah kehilangan sesuatu—dan itu membuat mereka merasa tidak bahagia. Mereka ingin menemukannya kembali, di antara mobil-mobil mewah, komputer-komputer yang menakjubkan, gedung-gedung pencakar langit, dan jaminan-jaminan sosial yang baik. Maka wajar jika mereka, orang-orang kota itu, senang sekali liburan ke desa, atau tempat-tempat yang menawarkan ketenangan lainnya.

Kota seperti kantong semar yang menawarkan air kepada serangga yang kemudian akan dimangsanya. Orang-orang, seperti kumbang, berbondong-bondong pergi dari desa ke kota dengan harapan dapat menyesap mata air (fatamorgana) yang ditawarkan kota. Urbanisasi menjadi hal yang populer. Kota penuh sesak, menampung orang-orang desa dengan berbagai latar belakang.

Cuplikan film Fantasy Is a Concrete Jungle | Foto: tatkala.co/Jaswanto

Padahal, desa-desa memiliki kehijauan yang tak ternilai harganya jika dibandingkan dengan keburukan kota dengan pembangunannya yang anarkis. Tapi orang-orang berpikir bahwa mereka berada di sana untuk sementara waktu sambil menunggu kembali ke desanya. Itu adalah fantasi yang mencoba direkam Mehedi Mostafa.

“Membangun rumah adalah sesuatu yang penting untuk keberadaan di bumi. Kami membutuhkan area tertutup untuk ditinggali. Hewan-hewan juga akan membuat tempat berlindung sendiri. Mungkin kita hanya perlu menemukan keseimbangan antara kehidupan di alam liar dan kebutuhan domestik,” kata Mehedi Mostafa dalam sebuah wawancara.

“Fantasy Is A  Concrete Jungle” seperti menjembatani kesenjangan antara arsitektur dan filsafat. Pemikiran Chowdhury dan gambar-gambar yang disajikan Mostafa tampaknya menekankan gagasan pencarian jenis konsep arsitektur baru, yang mengacu pada kerinduan akan hubungan yang lebih bermakna secara spiritual dalam kehidupan perkotaan (dan sampai batas tertentu bahkan kehidupan perdesaan).

Saat kita menjelajah lebih jauh ke dalam narasi dan visual film dokumenter pendek ini, kita tidak dapat tidak untuk memperhatikan tingkat keterasingan tertentu yang ingin dibahas oleh sutradara, pula diam-diam mencari solusi dalam situasi kehidupan masyarakat saat ini, dan bagaimana sebaiknya kita menghuni lingkungan perkotaan dengan segala kesemerawutannya.

Pemikiran Mostafa tampak abstrak pada awalnya, dan beberapa poin malah sulit dipahami, tetapi hasil akhirnya cukup menarik, setidaknya dapat memantik perenungan yang menggugah pikiran tentang kehidupan modern dan bagaimana kita perlu menemukan kembali tempat-tempat di mana kita tinggal dan bekerja—atau setidaknya untuk menikmati masa tua.[T]

In the Shadow of the Cypress (2023) dan Post-Traumatic Stress Disorder
Film “2 Kumbang (Bugs)”: Menguak Sisi Gelap Media Sosial, Mulai dari Cara Mudah Mendapatkan Uang, hingga Dampak Buruknya bagi Anak
Black Rain in My Eyes (2023): “Kebohongan” Seorang Penyair kepada Putrinya yang Buta
In the Forest One Thing Can Look Like Another (2023): Yang Tampak dan yang Tak Tampak
Tags: film pendekMinikinoMinikino Film Week
Previous Post

Mengenang 13 Tahun “Tragedi Sebelas” [1]: Nusa Penida Kehilangan Seniman Ngaji Bersaudara Asal Sebunibus

Next Post

Sistem Pewarisan Tanah Masyarakat Bali, Suatu Pandangan, Menyongsong Masa Depan

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Menggugat Notaris

Sistem Pewarisan Tanah Masyarakat Bali, Suatu Pandangan, Menyongsong Masa Depan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Sastrawan Harus Miskin: Panduan Praktis Menyalahkan Negara (dan Sedikit Menyindir Masyarakat)

by Pry S.
June 8, 2025
0
Sastrawan Harus Miskin: Panduan Praktis Menyalahkan Negara (dan Sedikit Menyindir Masyarakat)

AKHIR Mei kemarin, Kompas menerbitkan sebuah feature bertajuk ‘Sastrawan Tak Bisa Menggantungkan Hidup pada Sastra.’ Liputan ini dibuka dengan narasi...

Read more

Wayang Kulit Style Bebadungan, Dari Gaya Hingga Gema

by I Gusti Made Darma Putra
June 7, 2025
0
Ketiadaan Wayang Legendaris di Pesta Kesenian Bali: Sebuah Kekosongan dalam Pelestarian Budaya

JIKA kita hendak menelusuri jejak wayang kulit style Bebadungan, maka langkah pertama yang perlu ditempuh bukanlah dengan menanyakan kapan pertama...

Read more

Efek Peran Ganda Pemimpin Adat di Baduy

by Asep Kurnia
June 7, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

PENJELASAN serta uraian yang penulis paparkan di beberapa tulisan terdahulu cukup untuk menarik beberapa kesimpulan bahwa sebenarnya di kesukuan Baduy...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
I Wayan Suardika dan Sastra: Rumah yang Menghidupi, Bukan Sekadar Puisi
Persona

I Wayan Suardika dan Sastra: Rumah yang Menghidupi, Bukan Sekadar Puisi

ISU apakah sastrawan di Indonesia bisa hidup dari sastra belakangan ini hangat diperbincangkan. Bermula dari laporan sebuah media besar yang...

by Angga Wijaya
June 8, 2025
Cerita Keberlanjutan dan Zero Waste dari Bali Sustainable Seafood dan Talasi di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Cerita Keberlanjutan dan Zero Waste dari Bali Sustainable Seafood dan Talasi di Ubud Food Festival 2025

AWALNYA, niat saya datang ke Ubud Food Festival 2025 sederhana saja, yaitu bertemu teman-teman lama yangsaya tahu akan ada di...

by Julio Saputra
June 7, 2025
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co