WAYAN Koster dan I Nyoman Giri Prasta akhirnya melenggang di Pilgub Bali sebagai Bakal Calon Gubernur (bacagub) dan Bakal Calon Wakil Gubernur (bacawagub) setelah mengantongi rekomendasi dari DPP PDI Perjuangan. Meski santer terdengar terdapat ketegangan di antara dua tokoh tersebut ihwal perebutan kursi Bali 1, Megawati Sukarnoputri tetap mengambil keputusan realistis dengan memasangkan Koster-Giri.
Modal Politik
Partai berlambang banteng bermoncong putih tersebut mendapatkan momentum yang tepat atas terwujudnya paket Koster – Giri ini. Kesempatan ini dapat dijadikan ajang merekonsiliasi dua kekuatan besar yang sebelumnya terlihat berhadapan satu sama lain. Sebagai seorang Ketua DPD PDI Perjuangan, Koster memiliki kekuatan besar di struktur partai yang mengakar hingga tingkat ranting—ditambah dirinya berstatus sebagai petahana dengan torehan yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Giri Prasta yang kini mendapatkan tiket menjadi bacagub memiliki kekuatan kapital dan elektabilitas. Sebagai Bupati Badung, Giri mencanangkan program Angelus Bhuana—program yang diperuntukkan memberi bantuan kepada organisasi atau kelompok yang tersebar di seluruh Bali. Sedang di sisi elektabilitas, Giri memiliki modal yang bisa dikatakan sing main-main. Secara individu, Giri selalu menempati urutan pertama dengan persentase selalu di atas 50 persen, sedang dalam simulasi pasangan, Giri pun selalu menempati urutan pertama meski pasangannya berbeda-beda. Jelas ketokohan Giri Prasta menjadi faktor kuat di tengah masyarakat Bali.
Dalam survei tertutup yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia pada periode 18-25 Juli 2024, Giri Prasta memiliki tingkat keterpilihan publik sebesar 59,7 persen. Jauh meninggalkan figur lainnya, seperti Koster dengan 12,4 persen dan Rai Mantra yang tingkat keterpilihannya hanya sebesar 4,9 persen.
Jika PDI Perjuangan di Bali berhasil merekonsiliasi kekuatan-kekuatan tersebut, maka bukan hal yang mustahil bagi Koster-Giri menjadi pemenang dengan perolehan suara yang sangat meyakinkan. Bayangkan saja, apabila struktur partai bergerak satu irama, kemudian tim kampanye mampu meracik visi, misi dan program dengan baik agar bisa menyublim dengan rakyat Bali. Lantas, dua faktor tadi diperkuat oleh kekuatan kapital dan tingkat popularitas dan elektabilitas, maka kemenangan bukanlah hal mustahil bagi pasangan Koster-Giri.
Melihat probabilitas kemenangan yang dimiliki oleh pasangan Koster-Giri, tentu ada sedikit perasaan masygul bagi pihak-pihak yang akan menjadi lawannya. Apalagi pasangan Koster-Giri berada di rel historis yang tepat dalam rangka mengunci kemenangan. Kriteria historis yang dimaksud adalah: pertama, popularitas dan elektablitas tinggi yang telah dimiliki pasangan ini. Setidaknya berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia, Koster dan Giri adalah dua tokoh yang dipilih oleh sebagian besar sample untuk menjadi pemimpin Bali selanjutnya.
Kedua, keseimbangan antara representasi Bali bagian utara dan selatan. Pasangan Koster-Giri pun sudah memenuhi faktor ini—Koster adalah representasi tokoh dari Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng, sedang Giri Prasta adalah representasi tokoh dari Desa Plaga, Kabupaten Badung. Keseimbangan antara utara dan selatan sangat erat kaitannya dengan konteks jumlah pemilik suara. Merujuk pada daftar pemilih tetap (DPT) saat Pemilu 2024, Buleleng adalah kabupaten dengan pemilih terbanyak, yakni sebesar 611.911 pemilih. Sedangkan Badung menempati posisi ketiga dengan jumlah pemilih sebesar 403.326 pemilih.
Terakhir adalah kebijakan populis. Selama memimpin, Koster dan Giri Prasta memiliki ketertarikan untuk mengambil pelbagai kebijakan populis dalam rangka menarik kesukaan dan meningkatkan popularitasnya di tengah masyarakt. Misal, Koster dengan pelbagai proyek mercusuarnya, sedangkan Giri Prasta dengan kebijakan Angelus Buana sehingga ia dijuluki sebagai “Bupati Bares”. Tiga faktor ini tentu akan menjadi modal politik yang kuat bagi paket Koster-Giri.
Lawan Itu Adalah Mulia – PAS
Alih-alih akan menjadi pasangan calon tunggal dan berhadapan dengan kotak kosong. Nyatanya, setumpuk modal politik yang telah dimiliki oleh Koster-Giri kini akan berhadapan dengan figur yang tak kalah kuat, ia adalah Made Muliawan Arya atau lebih akrab disapa “De Gadjah”. Ketua DPD Gerindra Bali tersebut sudah mengantongi rekomendasi dari DPP Gerindra untuk maju sebagai bacagub di Pilgub Bali.
De Gadjah pun didampingi oleh politisi senior asal Bali Utara, yakni Putu Agus Suradnyana (PAS). Melihat rekam jejaknya yang pernah menjadi Bupati Buleleng dua periode (2012 – 2022) dan pernah pula memimpin DPC PDI Perjuangan Buleleng, PAS tidak diragukan memiliki modal politik yang cukup untuk meraup suara di Bumi Panji Sakti. PAS pun telah memenuhi kriteria historis sebagai faktor penentu kemenangan dalam Pilgub dari masa ke masa, seperti: pertama, memiliki popularitas dan elektabilitas yang dapat memperbesar probabilitas kemenangan. Kedua, mampu merepresentasikan diri sebagai perwakilan Bali bagian utara dalam upaya mewujudkan keseimbangan sekaligus memperluas potensi perolehan ceruk suara. Terakhir, pernah mencanangkan dan merealisasikan pelbagai kebijakan populis.
Sebagai sosok yang pernah memimpin daerah selama 10 tahun, PAS memiliki popularitas dan elektabilitas, setidaknya di Buleleng, ia juga menjadi figur pemimpin yang kuat dalam merepresentasikan Bali bagian utara. Terakhir, dalam satu dekade kepemimpinannya, Agus Suradnyana telah banyak melahirkan kebijakan populis. Salah satunya adalah Buleleng Festival yang berhasil mendatangkan banyak artis nasional ke ujung utara Pulau Bali tersebut.
Oleh karena itu, De Gadjah bersama Gerindra sudah berada di rel yang benar merangkul PAS sebagai pasangannya. Langkah ini menandakan keseriusan dalam upaya meraih kemenangan dan mengulangi kesuksesan Prabowo-Gibran pada Pilpres lalu—apalagi PAS memiliki historis yang kurang mulus di akhir waktunya sebagai bagian dari keluarga besar PDI Perjuangan dan tentu hal tersebut bisa dimainkan sebagai isu dalam memenangkan Pilgub Bali mendatang.
Namun terlepas dari orkestrasi politik yang semakin rumit, hal utama yang harus dimenangkan adalah rakyat Bali. Oleh karenanya, menjadi ihwal penting bagi rakyat untuk mengedepankan kritisisme dalam rangka menguji visi, misi, dan program kerja yang diusung masing-masing pasangan calon. Sebab kritisisme rakyat adalah penentu sudah sejauh mana level kematangan demokrasi di Bali. [T]
Baca esai-esai politikTEDDY CHRISPRIMANATA PUTRAlainnyaDI SINI