DUNIA bisnis kini sedang diramaikan dengan gagasan penerapan konsep ESG. Konsep ini mengacu pada usaha bisnis berkelanjutan yang mengedepankan faktor Environment, Social, dan Governance (ESG).
Melalui ESG, semua usaha bisnis diharapkan memberi manfaat bagi lingkungan, memiliki tanggung jawab sosial, dengan tata kelola yang baik. Konsep ini sangat urgen untuk diterapkan dalam bisnis pariwisata Tanah Air.
Urgensi penerapan ESG mengacu pada permasalahan di sektor pariwisata yang acapkali berdampak buruk. Pariwisata yang kini dikelola dengan prinsip bisnis, mau tak mau harus menerapkan ESG dalam usahanya.
Nyaris tak ada satu pun usaha pariwisata yang tidak berorientasi pada bisnis. Akomodasi di sektor pariwisata selalu mengejar angka hunian kamar dan lama menginap wisatawan. Artinya; hotel, villa, dan penginapan mengais uang sebanyak-banyaknya dari pariwisata.
Restoran dan rumah makan juga berburu pemasukan dari pengunjung. Karenanya pengusaha jasa kuliner ini akan menggunakan berbagai cara untuk dapat menggaet pelanggan, baik berkaitan dengan lokasi, menu, maupun harga.
Transportasi sebagai sarana untuk mempermudah wisatawan melakukan perjalanan tidak terlepas dari sentuhan bisnis. Kelalaian dalam mengelola transportasi bukan hanya mengakibatkan komplain penumpang, tetapi juga mengancam nyawa manusia.
Begitu pun dengan objek dan daya tarik wisata. Semua dikelola dengan tujuan binis. Itu dapat ditengarai dari pengembangan pariwisata daerah yang selalu mempertimbangkan pasar wisata. Prinsipnya adalah menjual produk wisata sesuai selera pasar.
Indikator Lingkungan
Penerapan ESG penting bagi industri pariwisata. Investasi di sektor pariwisata akan selalu melihat sejauh mana satu perusahaan jasa pariwisata telah menerapkan ESG dalam bisnisnya. Terabaikannya ESG akan membuat investor berpikir ulang untuk berinvestasi di sektor pariwisata.
Salah satu indikator penerapan ESG adalah perhatian yang besar dari usaha binis pariwisata pada faktor lingkungan. Masih banyak usaha bisnis pariwisata yang belum serius memperhatikan dampak lingkungan dalam usahanya.
Penggunaan energi bersih dan pengelolaan limbah merupakan indikator lingkungan dalam ESG. Setiap pengelola bisnis akomodasi dan restoran selayaknya menggunakan energi yang ramah lingkungan dan pengelolaan limbah yang baik, sehingga tidak menghasilkan polusi bagi masyarakat sekitar.
Industri pariwisata diharapkan ikut terlibat dalam konservasi sumber daya alam. Pariwisata selalu menimbulkan tekanan terhadap sumber daya alam. Maka sudah sewajarnya jika pengusaha pariwisata melakukan konservasi sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya.
Perlakuan terhadap flora dan fauna juga menjadi indikator lingkungan dalam penerapan ESG sektor pariwisata. Tidak jarang, suatu destinasi wisata memanfaatkan flora dan fauna sebagai daya tariknya. Memperlakukan tumbuhan dan hewan dengan wajar adalah tuntutan dalam ESG.
Indikator Sosial
Selain faktor lingkungan, hubungan sosial usaha bisnis pariwisata dengan stakeholder di luar perusahaan juga dianggap penting. Perusahaan yang menerapkan ESG dengan baik senantiasa akan menempatkan pihak lain dalam meningkatkan citra dan reputasinya.
Perusahaan di sektor pariwisata diharapkan dapat berbagi keuntungan dengan komunitas sekitar. Bentuknya bisa program CSR (Corporate Social Responsibility) untuk pemberdayaan kelompok sosial dan budaya di sekitar perusahaan. Dapat pula membantu pendanaan bagi kelompok kesenian untuk program pelatihan dan pelestarian.
Indikator sosial dalam ESG juga menghendaki agar setiap kebijakan yang diambil perusahaan pariwisata selalu berdasar masukan dari masyarakat. Jangan sampai terjadi, sebuah hotel dan restoran dibangun di satu destinasi, namun masyarakat sekitar tidak pernah diminta pertimbangannya. Hal ini tentu sangat rawan terjadi konflik sosial.
Entitas media merupakan bagian yang penting pula dalam penerapan ESG pariwisata. Media partner, media relation, media gathering, familiarization trips, atau apa pun namanya, merupakan bentuk kerjasama bisnis pariwisata dengan media. Melalui kerjasama media ini, perusahaan dapat mengenalkan dan menciptakan citra positif produk wisatanya.
Tata Kelola
Tata kelola (governance) berkaitan dengan bagaimana bisnis pariwisata memiliki proses yang baik dan berkelanjutan. Bisnis pariwisata diharapkan memiliki budaya perusahaan, standard operational procedure (SOP), dan sistem informasi yang baik. Banyak kasus kecelakaan di destinasi wisata yang menyebabkan tewasnya wisatawan, karena tiadanya SOP dari pengelola.
Transparansi pengelolaan bisnis pariwisata merupakan syarat penerapan ESG. Setiap usaha bisnis pariwisata harus transparan dalam menjalankan perusahaan. Upaya meningkatkan angka hunian kamar hotel misalnya, harus dilakukan secara transparan dan legal. Persaingan dalam bisnis akomodasi saat ini memang ketat, sehingga memungkinkan persaingan yang tidak sehat dengan menggunakan cara ilegal dalam menggaet wisatawan.
Hal paling urgen dalam penerapan ESG dalam bisnis pariwisata adalah tata kelola perusahaan yang bebas dari kontribusi maupun intervensi politik. Ini bisa menjadi ironi dalam industri pariwisata Indonesia.
Sejumlah konglomerat dunia memiliki bisnis perhotelan di Bali. Begitu pula dengan para selebritis Tanah Air. Sepanjang bisnis mereka dijalankan melalui proses yang benar, tentu tidak menjadi masalah. Lain halnya jika hotel yang mereka bangun menyalahi peruntukan atau “kongkalikong” dengan oknum pejabat agar lolos perizinan, maka sangat bertentangan dengan penerapan tata kelola ESG.
Sejumlah menteri juga dikabarkan memiliki properti dan vila di Bali. Bahkan Menteri Perencanaan Pembangunan / Kepala Bappenas, Suharso Manoarfa menyebut Luhut Panjaitan, Sandiaga Uno, dan Bahlil Lahadalia memiliki vila di Bali Selatan (Detik.com, 29 Mei 2024).
Bukan berprasangka buruk terhadap kepemilikan bisnis pariwisata ketiga menteri itu. Setiap orang pastinya memiliki hak untuk berbisnis dan berinventasi. Meskipun, keterlibatan pejabat dalam bisnis sangat rentan terhadap kontribusi dan intervensi politik untuk memuluskan bisnisnya.
Konsep ESG hakikatnya ingin mewujudkan bisnis yang sehat, bersih, dan berkelajutan. Bisnis pariwisata bertujuan memberikan pelayanan, keamanan, dan kenyamanan bagi wisatawan. Sangat disayangkan jika dikelola dengan cara-cara yang licik, kotor, dan oportunistik.[T]
BACA artikel lain dari penulisCHUSMERU