9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tambal Sulam Ekranisasi Teks Lama ke Film

JaswantobyJaswanto
August 27, 2024
inKhas
Tambal Sulam Ekranisasi Teks Lama ke Film

Panel diskusi "Alih Wahana Teks Lama ke Film" di Singaraja Literary Festival 2024 | Foto: SLF/Amri

“ALIH wahana teks lama ke film itu adalah proses yang pelik,” ucap lelaki bercelana jeans itu di suatu siang yang gerah di kawasan Museum Buleleng. Di depan ia duduk, orang-orang mendengarnya dengan serius. Dan udara tetap saja panas meski di tempat tersebut pohon-pohon cukup sering mengirim angin.

Lelaki itu membenarkan letak duduknya yang melorot, jauh punggung dari sandaran. Ia diam sebentar sebelum melanjutkan perkataannya. “Kenapa pelik? Karena melibatkan banyak orang—melibatkan banyak kepentingan yang berbeda-beda,” tuturnya.

Benar. Dalam proses produksi film, entah itu hasil alih wahana atau tidak, tentu saja sutradara bukan satu-satunya pihak yang memiliki kepentingan, tapi di sana juga ada produser, sponsor, dan masih banyak lagi. Hal tersebut menjadi pelik kalau antarkepentingan tidak terkoneksi satu sama lain. “Belum lagi kalau berbicara soal perhitungan ekonomi, dll,” kata lelaki itu, tegas.

Ialah Putu Kusuma Wijaya, sutradara film kawakan dari Singaraja, Bali. Siang itu, Putu Kusuma sedang didaulat menjadi narasumber diskusi yang bertajuk “Alih Wahana Teks Lama ke Film”—salah satu mata program Singaraja Literary Festival (SLF) 2024—bersama Made Suarbawa dan Olin Monteiro—mereka bertiga sama-sama didapuk menjadi narasumber, Jumat (23/8/2024).

Suasana panel diskusi “Alih Wahana Teks Lama ke Film” di Singaraja Literary Festival 2024 | Foto: SLF/Amri

Dalam panel tersebut, Putu maupun Made dan Olin, menyampaikan sikap mereka tentang bagaimana alih wahana dari teks lama ke film bekerja. Apa yang harus ada, dipertahankan, dimodifikasi, dan dipertanyakan kembali.

Putu menjadi yang pertama untuk menyampaikan pendapatnya. Menurutnya, ekranisasi merupakan proses pekerjaan yang panjang, selain melibatkan banyak orang. “Banyak pertimbangan yang harus kita lakukan saat mengalihwahanakan, katakanlah, sastra ke film,” ujar penggagas Rumah Film Sang Karsa itu.

Salah satu pertimbangan yang dimaksud adalah interpretasi sutradara atau penulis naskah yang tidak jauh melenceng atau membelokkan, mematahkan, segala sesuatu yang terkandung dalam teks yang dialihwahanakan. Maka dari itulah si pengalihwahana (dalam hal ini sutradara atau penulis skenario) harus memiliki respek terhadap teks yang hendak diekranisasi.

Pada 2024, Putu meluncurkan karya mutakhirnya, sebuah film panjang hasil alih wahana dari teks lama berjudul “Jayaprana Layonsari”. Dalam panel diskusi siang itu Putu menyampaikan, meskipun teks Jayaprana Layonsari ditulis oleh entah siapa, ia tetap menaruh rasa hormat terhadap keorisinalan teks tersebut. Meskipun sikap itu—kesetiaan terhadap kisah aslinya tanpa menambahkan bumbu atau gimmick berlebihan untuk sekadar penyegar—membuat alur cerita terasa lambat bahkan cenderung datar hingga klimaks.

Putu Kusuma Wijaya saat menjadi narasumber di panel diskusi “Alih Wahana Teks Lama ke Film” di Singaraja Literary Festival 2024 | Foto: SLF/Amri

Tapi Jayaprana Layonsari juga tidak sepenuhnya mengikuti alur dalam teks.Film ini, sebagaimana disampaikan Putu, tidak terjebak pada stereotip siapa yang baik dan siapa yang jahat—negatif melawan positif. Lebih dari itu, ia lebih suka menampilkan tokoh-tokohnya apa adanya.

“Saya melihat, kisah asli Jayaprana Layonsari itu sangat hitam-putih. Maka saya sedikit merubahnya menjadi kisah yang bahkan tak memiliki warna,” kata Putu.

Perkataan Putu disambut oleh Olin Monteiro dengan penegasan bahwa dalam proses ekranisasi memang harus ada yang dikorbankan. Olin sendiri sudah lama terlibat dalam proses pembuatan film, khususnya dokumenter. Selain sebagai aktivis perempuan, ia juga seorang produser yang andal.

“Mau tidak mau, tidak semua alur atau cerita atau tokoh dalam, misalnya, teks lama (lontar), atau novel, cerpen, dapat langsung dialihwahanakan. Sebagai sutradara atau penulis naskah skenario juga penting memberikan konteks,” kata perempuan pendiri Koalisi Perempuan Indonesia itu.

Olin menyebutkan salah satu contoh film hasil alih wahana dari novel yang tak sepenuhnya sama persis dengan teks asalnya adalah drama “Gadis Kretek” (2023). Serial web Indonesia yang ditayangkan di Netflix ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Ratih Kumala. Tak hanya itu, Olin juga menyebut “Bumi Manusia” (2019).

“Jadi, dalam konteks alih wahana, sutradara itu memiliki kebebasan interpretasi atas teks asal. Pula, seperti kata Bli Putu tadi, memiliki kepentingan yang barangkali tidak dimiliki oleh pembuat teks yang hendak dialihwahanakan. Tetapi, kembali mengutip kata Bli Putu, interpretasi itu tetap harus respek, tidak jauh dari apa yang dimaksud dalam teks,” terang Olin, produser Payung Hitam Keadilan (2011) dan tim peneliti film dokumenter Perempuan Tana Humba (2019) itu.

Olin Monteiro saat menjadi narasumber di panel diskusi “Alih Wahana Teks Lama ke Film” di Singaraja Literary Festival 2024 | Foto: SLF/Amri

Terlepas dari Putu dan Olin, Made Surbawa, yang akrab dipanggil Birus, memberi sesuatu yang lain. Sutradara film pendek dari Jembrana sekaligus dedengkot Minikino itu berpendapat bahwa dalam proses ekranisasi akses pengetahuan itu juga penting. “Bagaimana melakukan alih wahana kalau kita tidak bisa baca lontar, misalnya?” Birus menegaskan.

Lontar, katakanlah teks lama, tentu tidak semua orang dapat mengakses pengetahuan di dalamnya. Bukan karena tidak boleh, tapi karena keterbatasan pengetahuan akan aksara, bahasa, dan sastranya—pula ada batasan-batasan intelektual dan kultural yang membentenginya, ruang sakral yang terbangun dalam masyarakat awam ketika berbicara lontar.

Tetapi, seperti Putu dan Olin, Birus juga sepakat bahwa ekranisasi tidak bisa dilepaskan dari interpretasi dan eksperimentasi. Itu merupakan kata kunci penting dalam karya film, katanya.

“Penulis, produser, dan sutradara memiliki motif masing-masing, isi kepala masing-masing. Mereka akan menginterpretasikan berdasarkan motif dasar dan bereksperimen untuk mencapai tujuan artistik dan mungkin juga tujuan ekonomi,” lanjut Birus.

Menurut Birus, ketika teks lama diseret dan dicemplungkan dalam wahana yang baru, dia akan lahir menjadi ‘teks baru’ dalam konteks ruang dan waktu di mana dia diciptakan ulang—yang tentu saja juga tidak bisa dilepaskan dari subteks yang ditanamkan oleh orang-orang yang ada di belakang layar.

Made Suarbawa saat menjadi narasumber di panel diskusi “Alih Wahana Teks Lama ke Film” di Singaraja Literary Festival 2024 | Foto: SLF/Amri

Namun, kebebasan interpretasi juga tak sepenuhnya melegakan, ia bisa jadi jebakan kalau tidak digarap dengan serius. Ekranisasi, katakanlah berhasil bergantung pada usaha untuk “menjadi” utuh. Keutuhan dimaksud adalah usaha semaksimal, sebagus, dan sebaik mungkin, segala hal yang berkaitan dengan audio-visual (filmisasi), mampu dan tepat untuk menembus ruang pemaknaan dari teks asli itu sendiri. Dan ketika tidak mampu menghadirkan ketepatan penafsiran pemaknaan itu, barulah disebut kurang tepat. Bahkan bisa disebut gagal atau merusak—dan ini yang banyak terjadi dalam sinema Indonesia.

Sampai di sini, lalu apa motif menggali-gali naskah lama dan membicarakannya? Dengan gagah Birus berkata bahwa ini adalah upaya mewarisi “warisan” leluhur yang luhur, yang harus dilestarikan agar tetap lestari.

“Dengan menggali ke belakang, bukan berarti kita ingin terkubur. Sambil kita menulis naskah film baru yang kita cita-citakan, dalam penggalian ini kita dapat menemukan kembali nilai-nilai berharga tentang kebijaksanaan, budaya, dan identitas kolektif—dan nilai-nilai estetika yang dapat kita rekonstruksi dalam eksperimentasi media baru,” terang Birus. Dan itu salah tujuan dari Singaraja Literary Festival, untuk mengapresiasi dan mengaktivasi wawasan kesusastraan dalam berbagai bentuk alih wahana karya yang bersumber dari lontar di Gedong Kirtya.

Sungguh, betapa sangat menyenangkan jika khazanah-khazanah dalam teks lama (lontar) dapat diadaptasi menjadi film atau animasi. Prasi-prasi dalam lontar dapat bergerak dan berbicara sendiri. Atau relief-relief yang menempel di dinding-dinding candi dapat hidup meski dalam bentuk animasi.[T]

Reporter/Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole

BACA artikel lain terkait SINGARAJA LITERARY FESTIVAL 2024

Merayakan Lontar, Sastra, dan Kebudayaan di Singaraja Literary Festival 2024
Siap-siap, 23-25 Agustus, Singaraja Literary Festival 2024 dengan Tema Dharma Pemaculan
Merayakan Khazanah Rempah dalam Lontar Bali, Sesi Khusus Singaraja Literary Festival 2024
Singaraja Literary Festival: Ruang Intelektual Baru dan Jembatan Penghubung Pengetahuan
Tags: alihwahanafilmSingaraja Literary FestivalSingaraja Literary Festival 2024
Previous Post

Berguru ke “Ngampan” Delod Ceking

Next Post

Menelusuri Jejak Pembahasan Pertanian dalam Sastra Dulu dan Kini

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Menelusuri Jejak Pembahasan Pertanian dalam Sastra Dulu dan Kini

Menelusuri Jejak Pembahasan Pertanian dalam Sastra Dulu dan Kini

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co