TUMPEK landep adalah hari yang suci, hari dimana akal dan pikir kita menuju pada yang esa sebagai prebhawa beliau Sang Hyang Siwa, Sang Hyang Pasupati, sebagai penganugerah ketajaman pikiran kita.
Ada alasan yang sangat mendasar, mengapa kemudian ketajaman pikiran manusia sangat dipentingkan. Alasan mendasarnya adalah bahwa pikiranlah yang menentukan semuanya.
Perkataan adalah pengejawantahan dari pikiran pada tahap pertama, lalu diteruskan dengan perbuatan sebagai lanjutan dan akhir dari ketajaman pikiran tersebut. Bahwa pikiran menjadi cikal bakal dari perkataan dan perbuatan itulah maka ketajamannya perlu dimohonkan agar memiliki kemampuan untuk menjadi panutan dan inspirasi bagi sesame dan mahluk lainnya.
Hari Suci ini adalah hari yang ‘tenget’ dimana mewajibkan manusia untuk mensucikan. Mensucikan bhuwana agung yang disimbulkan dengan ritual, dan mensucikan bhuwana alit dengan melakukan ritual dalam diri melalui pikir, kata dan laku sehari-hari, lengkap dengan natab sesayut pasupati yang dipersembahkan diajeng Hyang Kemulan atau Batara Hyang guru.
Keluasan makna hari suci khususnya tumpek landep sampai detik ini masih melenceng jika kita lihat berbagai fenomenanya di masyarakat. Hari dimana kita seharusnya menajamkan kekuatan pikiran diubah sedemikian rupa menjadi hari suci dimana kekayaan dipamerkan berbalut ritual syukur.
Hari suci yang seharusnya disimbulkan merituali benda tajam dan bertuah, dengan melakukan permohonan kepada Sang Hyang Pasupati berubah menjadi hari yang mengharuskan mereka memperlihatkan kemampuan ekonominya dengan merituali mobil, motor, dan benda mahal lainnya.
Pada kesejatiannya hari suci ini adalah menguatkan untuk permohonan segala benda gaib untuk dimohonkan tuah, menjadi baur dengan kekeliruan yang cukup berarti. Benarkah Tumpek Landep adalah hari mengupacarai mobil, motor, perabotan rumah tangga, dan benda lainnya?
Sebelumnya kita baca ayat suci dalam Lontar Sundarigama berikut sebagai bahan pijakan : “kunang ring wara landep, saniscara kliwon, pujawalin Bhatara Siwa, mwah yoganira Sang Hyang Pasupati, pujawalinira Bhatara Siwa tumpeng putih kuning adanan, iwak sata putih, sarupane wenang, gerang, terasi bang, sedah who aturakna ring sanggar. Yoganira Sang Hyang Pasupati, sesayut pasupati, sesayut jayeng perang, sesayut kusuma yudha, suci , daksina, peras ajuman, canang wangi, tadah pawitra , reresik astawakna ring sarwa dewa lalandeping aperang, kalinggania ikang wang, apasupati landeping idep, samangkana lekasakna sarwa mantra wisesa, dhanur dara, uncarakna ring bhusana ning paperangan kunang, minta kasidhian ring sang hyang pasupati.”
Arti bebasnya kurang lebih sebagai berikut:
“Juga pada wara Landep, yaitu hari saniscara Kliwon, adalah puja wali Bhatara Çiwa, dan hari saat beryoganya Sang Hyang Pasupati Adapun untuk pujawali Bhatara Çiwa, ialah: tumpeng putih kuning satu pasang, ikannya ayam putih, dan boleh juga sebulu (berbagai warna), Gerang, terasi merah, pinang dan sirih, dan banten itu dihaturkan di Sanggah. Adapun yoganya Sang Hyang Pasupati (Hyang Widhi dalam wujud Raja Alam semesta), ialah: Sesayut jayeng perang, sesayut kusumayudha, suci, daksina peras, canang wangi-wangi, untuk memuja bertuahnya persenjataan. Demikian juga menurut ajaran dalam hubungannya dengan manusia ialah hal itu untuk menjadikan tajamnya pikiran; karena hal yang demikian patut dilaksanakan dengan puja mantra sakti pasupati, ilmu tentang persenjataan, juga dalam bhusana (pakaian perang atau pakaian kehidupan) untuk dimohonkan kesidhian kepada Sang Hyang Pasupati”.
Berdasarkan wejangan suci di atas bisa kita pahami bahwa pada saat tumpek landep adalah hari dimana ada dua hal yang mestinya dilakukan yaitu Pujawali Bhatara Siwa, dan beryoganya Sang Hyang Pasupati. Memang ini dibedakan sebagai bentuk kewenangan beliau di alam semesta ini. Dipujanya Bhatara Siwa sebagai bentuk penganugerah kasih sayang (prema) dan kekuatan kepada manusia, rasa syukur kita lakukan dengan melakukan pemujaan di Sanggar atau Merajan masing-masing.
Hal itu yang perlu kita pahami, bahwa selama ini yang melakukan pemujaan di hadapan mobil, motor, dan benda mewah lainnya adalah keliru sebab dalam teks suci ini kita sudah diharapkan melakukan pemujaan di Sanggah, bukan tempat lainnya yang mampu mengurangi makna baik dalam hari suci tumpek landep.
Selanjutnya adalah bahwa pada hari ini adalah hari dimana Ida Sang Hyang Pasupati melakukan yoga semesta, sehingga umat diharapkan untuk melakukan pemujaan dengan mempersembahkan sesuatu yang intinya memohon ‘pasupati’ terhadap diri manusia utamanya pada pemikirannya. Pikiran adalah kunci dari pelaksanaan hari Suci Tumpek Landep ini. Bisa kita pahami bahwa pada saat wuku sebelumnya adalah wuku watugunung dimana ilmu pengetahuan kita mohonkan dan selanjutnya kita memohonkan kekuatan terhadap ‘sarana’nya berupa pikiran kehadapan guru (pagerwesi, hari guru menurut Hindu).
Setelah memperoleh anugerah gurulah kita memperoleh ketajaman dalam hal berpikir, maka disini guru kemudian disebut dengan Gunathita yang artinya orang yang telah mampu mengatasi Tri Guna dalam dirinya. Selanjutnya adalah Rupawarjitha yang artinya orang yang telah memahami ketuhanan yang tak berwujud atau sudah mampu memperoleh penerangan. Setelah memperoleh anugerah dari gurulah kita akan memperoleh ketajaman pikiran yang kemudian kita peringati pada saat Tumpek Landep.
Apa sebenarnya maksud dari ketajaman, yang kemudian dilakukan untuk memperoleh kesidhian?
Untuk menjawab persoalan ini bahwa pada saat Tumpek Landep adalah keliru kita melakukan pemujaan terhadap benda-benda mewah penyerta kehidupan kita berupa mobil, motor, sepeda, isi perabotan dapur, sebab itu adalah bagian dari kesejahteraan yang akan lebih tepat dilakukan pada saat Hari Suci Tumpek Kuningan.
Landeping idep itulah sesungguhnya yang ditekankan pada saat Hari Suci yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku landep ini. Tajamnya pemikiran bisa kita lihat dengan tajamnya kecerdasan atau utamanya pemikiran untuk melakukan segala sesuatu yang utama.
Cerdas memandang sebuah persoalan dengan penuh pertimbangan baik dan buruk serta sadar untuk melakukan kebaikan itu sebagai laku hidup, bukan laku yang hedonis yang ada pada angan-angan. Sebab dewasa ini banyak orang pintar tetapi tidak cerdas, tidak tajam untuk mengurai permasalahan dengan budaya laku yang baik. Artinya banyak yang pintar dan tahu akan kebenaran tetapi menyimpang pada tataran pelaksanaan.
Ketajaman pemikiran inilah yang akan mampu menjadikan manusia pada posisi yang jelas seutuhnya, sejatinya manusia dan membenarkan kitab sarasamuscaya yang menyatakan bahwa manusialah sebagai mahluk yang utama. Manusia yang mengetahui sekaligus menjalankan apa yang ia ketahui, mampu menggunakan ketajaman pikiran untuk usaha yang bertujuan untuk mempermudah hidup. Inilah yang menghasilkan ciptaan teknologi untuk kemudahan.
Segala apa yang ada ini adalah karena tajamnya pikiran memandang sesuatu. Kita tahu bunga memang indah, tetapi jika tidak manusia yang memelihara dan ‘membaikkan’ bunga maka bukan keindahan yang diperoleh tetapi justru sebaliknya.
Kita tahu mobil adalah hasil dari pemikiran tajam, pesawat, dan benda lainnya, namun jika tanpa pikiran yang tajam dengan kecerdasan untuk mengoperasikannya, maka akan mendapatkan masalah pula dalam pelaksanaannya.
Jika kita lihat pelaksanaannya, maka pada hari ini seluruh umat Hindu memuliakan dirinya dengan menyembah kepada Hyang Pasupati di sanggah kemulan, Natab Sesayut Jayeng Perang, Kusuma Yuda dan Sesayut Pasupati.
Artinya pada saat ini kita memohon agar selalu jaya dalam melakukan peperangan hidup melawan segala macam musuh yaitu kama, loba, krodha, moha, mada, matsarya. Hal lain agar mampu menginjak dan mengalahkan segala macam klesa (kesalahan akibat kebodohan).
Adapun diantaranya adalah awidya yaitu ketidakmampuan memahami diri sendiri dan alam semesta, asmita, yang artinya ego yang tak terkendali. Raga yang artinya selalu menganggap sumber kebahagiaan ada di luar diri, selanjutnya adalah dwesa yang menganggap sumber duka ada di luar diri, abhiniwesa yaitu takut akan ketiadaan. Jika panca klesa dan sad ripu ini bisa dikalahkan dan dikuasai maka akan menghasilkan manusia yang penuh pencerahan.
Selanjutnya adalah natab sesayut kusuma yudha adalah agar manusia diberikan kekuatan dan kebijaksanaan agar bisa bersaing dan terhindar dari perilaku menyimpang seperti korupsi, dan lain-lain. Nilai kebijaksanaan itulah yang memberikan pencerahan dan kekuatan pada seseorang sehingga penuh wibawa karena kebijaksanaannya.
Selanjutnya adalah natab banten Pasupati, yaitu setelah mampu menang dari segala musuh dan klesa serta mampu memperoleh kewibawaan sebagai hasil dari kebijaksanaan maka perlu di pasupati agar ketiga hal ini terarah, terperbaharui dengan baik dan ujungnya akan memperoleh kesidian (keberhasilan tanpa batas).
Bisa dipahami pula bahwa ketiga sesayut ini juga memberikan penajaman terhadap ketajaman pikiran (pasupati), ketajaman kata sebagai bagian dari kebijaksanaan akibat kemenangan dalam berbagai klesa dan musuh (kusuma yudha), dan ketajaman dalam perilaku agar cerdas mengenal kebaikan dan melakukannya (jayeng perang). Bukankah dengan tajamnya ketiga hal itu akan membuat manusia hebat?
Selamat merayakan hari suci tumpek landep dengan tepat, untuk hasil yang tepat pula. [T]
Satria Black 24 Juli 2024.