KEBERHASILAN suatu negara maupun daerah dalam pengembangan pariwisata tidak terlepas dari peran serta masyarakatnya. Betapapun indah pemandangan satu destinasi tidak akan banyak memuaskan wisatawan, jika pengelolaannya tidak melibatkan masyarakat setempat.
Begitu pula dengan destinasi yang banyak dikunjungi wisatawan tidak akan membawa manfaat selama masyarakat terabaikan. Selayaknyalah destinasi wisata dan masyarakat menjadi bagian yang tak terpisahkan. Saling melengkap dan saling memberi manfaat.
Meski demikian, ada kalanya masyarakat tidak dapat berperan serta dalam pengelolaan pariwisata karena keterbatasannya. Hal itu terjadi oleh sebab secara individual memang memiliki keterbatasan pengetahuan dan kemampuan untuk masuk dalam industri pariwisata.
Lembaga sosial yang ada di daerah pun tidak memiliki kemampuan mengakses sektor pariwisata. Oleh sebab itu diperlukan program pemberdayaan masyarakat di sektor pariwisata. Tujuannya, agar masyarakat mempunyai kapasitas dan kapabilitas dalam berperan serta dalam pariwisata.
Tujuan lain pemberdayaan adalah agar masyarakat dapat menjadi aktor utama dalam pengelolaan pariwisata di daerah. Masyarakat diharapkan dapat berperan melakukan monitoring pengembangan pariwisata. Melalui pemberdayaan pariwisata akan diperoleh ketahanan masyarakat di segala bidang.
Pijakan
Pemberdayaan masyarakat di sektor pariwisata sesungguhnya bukan hal baru. Sejak lama beberapa negara juga melakukan pemberdayaan masyarakat untuk mendukung pariwisata. Jepang misalnya, telah melakukan pemberdayaan masyarakat dengan mengoptimalkan lingkungan hidup, kuliner, dan keterbukaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di sektor pariwisata Jepang di daerah-daerah melibatkan media cetak, penyiaran, dan internet.
Pijakan untuk program pemberdayaan masyarakat di sektor pariwisata biasanya berdasarkan konsep community base tourism. Hal ini dilakukan dari hulu sampai hilir; dari mulai proses penyusunan kebijakan pariwisata hingga operasionalisasinya.
Sesuai hasil Global Tourism Forum dan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali, 15-16 November 2022, pemulihan ekonomi pasca pandemi perlu didukung oleh pengembangan pariwisata yang berbasis masayarakat setempat, budaya, dan kearifan lokal. Dengan demikian, program pemberdayaan masyarakat menjadi bagian penting dalam pengembangan pariwisata.
Titik pusat pemberdayaan masyarakat adalah penguatan sumber daya manusia (SDM) pariwisata, kelembagaan, dan termasuk pemberdayaan perempuan di sektor pariwisata. Pemberdayaan mencakup bidang sosial, budaya, politik, dan ekonomi.
Pemberdayaan dalam bidang sosial menyasar organisasi pendukung pariwisata. Banyak organisasi sosial yang semestinya terlibat dalam pengelolaan pariwisata di daerah. Akan tetapi peran mereka kurang optimal karena kemampuan mengorganisasi diri masih lemah.
Pengembangan dan pelestarian budaya lokal menjadi perhatian dalam pemberdayaan bidang budaya, agar dalam setiap perencanaan pembangunan pariwisata tidak tercerabut dari akar budaya lokal. Pemberdayaan budaya patut mempertimbangkan kearifan lokal. Meskipun dalam beberapa kasus kadangkala isu-isu budaya lokal dapat menimbulkan kontroversi dalam pariwisata.
Penetapan tanggal 29 Januari sebagai Hari arak Bali misalnya, ternyata menimbulkan pro dan kontra. Gagasan Gubernur Bali dalam penetapan Hari Arak tersebut boleh jadi bermaksud mengangkat produk dan kearifan lokal. Akan tetapi gagasan tersebut dinilai dapat berdampak pada citra buruk Bali sebagai destinasi wisata dunia.
Sebaliknya, Arab Saudi yang mewacanakan membuka kasino di Pulau Tiran dan Sanafir di kawasan Laut Merah mendapat respons yang justru bertolak belakang dengan kearifan lokal, utamanya nilai-nilai Islam masyarakat Arab Saudi. Begitu pula dengan kelonggaran wisatawan menggunakan bikini di pantai Pure Beach, Arab Saudi; seolah mendobrak konservatisme negara tersebut.
Pemberdayaan masayarakat di bidang politik bertujuan agar masyarakat di sekitar destinasi wisata memiliki kemampuan serta dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan pariwisata. Gejolak dan penolakan masyarakat terhadap objek wisata di suatu daerah dapat disebabkan terabaikannya peran serta dalam pengelolaan pariwisata.
Fenomena munculnya seni instalasi bertuliskan Not for Sale di persawahan Tegalalang, Gianyar Bali beberapa waktu yang lalu juga menggambarkan gejolak masyarakat di satu destinasi. Problem mendasarnya adalah kue pariwisata yang tidak dinikmati secara adil, utamanya oleh pemilik sawah yang jadi objek tontonan wisatawan.
Oleh sebab itulah, pemberdayaan di bidang ekonomi menjadi penting untuk dilakukan. Pariwisata bukan hanya milik pengambil kebijakan. Pariwisata juga bukan sekadar menguntungkan investor. Masyarakat setempat punya hak atas peningkatan ekonomi dan kesejahteraan dari pengembangan pariwisata di daerahnya.
Profesionalisme
Sasaran penting lain dari pemberdayaan masyarakat adalah peningkatan profesionalisme lembaga-lembaga yang terlibat dalam pengembangan pariwisata. Lembaga pengelola pariwisata yang profesional akan membuat destinasi wisata berkembang dengan perencanaan, pengelolaan, dan pelayanan yang baik.
Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) dan Badan Usaha Milik Desa (BumDes) merupakan lembaga perekonomian yang memegang peran penting dalam pengembangan pariwisata di daerah. Roda ekonomi di desa akan menggelinding lancar jika UMKM dikelola secara profesional. Sedangkan BumDes berperan sebagai penggerak investasi di daerah.
Kedua lembaga itu perlu diberdayakan agar dapat menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas. Bukan sebatas itu, pemberdayaan UMKM dan BumDes juga bertujuan agar memiliki kekuatan dan daya tawar pengelolaan pariwisata di daerah. Sebab, banyak kasus di mana kedua lembaga itu secara ekonomi tak berdaya ketika investor dari luar daerah justru mengendalikan roda ekonomi sektor pariwisata.
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sebagai ujung tombak pariwisata di daerah juga perlu diberdayakan. Proses kelahiran Pokdarwis ikut menentukan sejauh mana peran sertanya dalam pengelolaan pariwisata di suatu daerah.
Tidak sedikit Pokdarwis yang dibentuk atas dasar intervensi kekuasaan di daerah, bukan atas inisiatif masyarakat. Pokdarwis semacam ini akan kehilangan sense of belonging atas potensi wisata yang ada di daerah. Karenanya perlu pemberdayaan Pokdarwis agar lebih profesional dalam mengelola pariwisata di daerah.
Pemberdayaan masyarakat bukan bermaksud menolak segala yang datang dari luar daerah. Pemberdayaan semata bertujuan menegaskan, bahwa masyarakat adalah pemilik autentik pariwisata di daerah. Maka menjadi sah, jika masyarakat ikut merancang dan mengelola kue pariwisata itu.[T]
BACA artikel lain dari penulisCHUSMERU