MALAM itu, sejumlah penabuh saling bertegur sapa. Beberapa orang duduk di belakang gamelan, sedang sisanya duduk di luar pagar sambil berbincang dan merokok. Mereka semua sedang menunggu seseorang.
Tak lama kemudian, yang sama-sama ditunggu telah datang. Sosok lelaki tua dengan kemeja biru, kamen dan udeng, muncul dari ujung gang bersama seorang pemuda yang memboncengnya. Orang tua itu berjalan dengan sangat pelan dan hati-hati. Melihat caranya berjalan, lantai bangunan itu seperti menjelma setapak yang licin.
Pria tua itu bernama Made Kranca, sang maestro gong kebyar Desa Jagaraga, cucu Pan Wandres yang legendaris, dan murid sang legenda Gde Manik. Malam itu, ia akan melatih para penabuh gong legendaris Jagaraga—orang Jagaraga menyebutnya gong gede—yang sudah lama tidak bergaung di panggung-panggung besar di Bali.
Made Kranca saat melatih penabuh Sekaa Gong Legendaris Jagaraga | Foto: Hizkia
Seniman tua itu duduk di depan gangsa setelah berusaha menaiki satu-dua anak tangga tempat latihan. Segera ia meminta beberapa orang untuk menabuh gamelan berbilah itu. Jika ada nada yang salah, ia akan segera menunjukkan yang benar dengan suara mulut atau gamelan di depannya. Dasar maestro, ia menabuh gamelan semudah mengedipkan kedua mata.
Seorang lelaki paruh baya yang duduk tepat di depannya, tampaknya lumayan memiliki kendala. Berkali-kali Kranca harus menunjukkan nada yang benar. Dengan sabar ia menabuh gamelannya dengan gerakan lambat, supaya murid paruh bayanya itu mengerti dan dapat mengingatnya.
Setelah dirasa mengerti, ia mempercepat gerakannya. Semakin cepat. Sampai panggul itu seperti melayang dan tak menyentuh bilah gamelan. Si murid mengikutinya. Guru dan murid itu kemudian tertawa.
Made Kranca, sejak Sekaa Gong Legendaris Jaya Kusuma, Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng ditunjuk pentas di panggung Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVI Tahun 2024, jika tidak sedang sakit atau ada urusan mendadak, setiap latihan, ia pasti hadir.
“Kami latihan tiga kali dalam seminggu, hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Mulai jam delapan malam. Dan hampir setiap latihan, Pak Kranca selalu hadir—untuk melatih kami. Begitulah Pak Kranca, kadang tidak peduli kesehatannya,” ujar Nyoman Arya Suriawan, Ketua Sekaa Gong Jaya Kusuma, Minggu (23/6/2024) malam.
Menurut Arya, Made Kranca termasuk tokoh seniman Jagaraga yang harkat dan martabatnya masih terasa hingga kini. “Di Jagaraga banyak manusia unggul. Dan ini tentu berkaitan dengan tema PKB tahun ini, yakni Jana Kerthi Paramaguna Wikrama,” sambungnya sembari tertawa.
Benar. Nama-nama seperti I Wayan Paraupan (Pan Wanres), Gde Manik, Ni Luh Menek, untuk menyebut beberapa nama, bisa dikatakan sebagai manusia unggul.
Pada PKB tahun ini, Sekaa Gong Jagaraga sudah melakukan persiapan sejak bulan Agustus tahun lalu. Sebagai orang yang ditunjuk untuk memimpin sekaa, Arya mengaku telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk desa. “Agustus kami mulai mengumpulkan para penabuh. Lalu menyepakati jadwal latihan,” ujarnya.
Pada saat mengumpulkan para penabuh, yang notabene setengahnya berumur 60 tahun ke atas, untuk meyakinkan mereka, Arya dan perangkat desa kembali harus menyampaikan kejayaan Gong Kebyar Jagaraga di masa lalu.
Made Kranca saat melatih penabuh Sekaa Gong Legendaris Jagaraga | Foto: Hizkia
Perangkat desa dinas maupun adat membangkitkan kembali ingatan-ingatan para seniman tua itu akan perjuangan Gde Manik, suka-dukanya dalam berkesenian, sampai tak ada keraguan sedikit pun dalam benak mereka untuk ikut berpartisipasi.
“Pada saat pertemuan mereka sangat meyakinkan. Ketika kepala desa menyerukan kata setuju, mereka menyahut setuju. Tapi waktu jadwal latihan, tidak ada yang datang,” tutur Arya disusul dengan tawa yang tak terbendung.
Perjalanan Sekaa Gong Legendaris Desa Jagaraga ke panggung PKB tahun ini dapat dikatakan tidak mulus-mulus amat. Ada saja batu “sandungan” yang menghambat proses produksi mereka. Selain, pada awalnya kesulitan mengumpulkan para seniman penabuh dan penari, kata Arya, banyak pula perangkat gamelan yang perlu perbaikan.
Dan sampai sejauh ini, selama proses produksi, tak jarang Nyoman Arya masih mengeluarkan biaya pribadi. Dari keperluan perbaikan gamelan, sampai menyediakan air, kopi, dan kudapan selama latihan. Itu semua ia lakukan supaya Gong Kebyar Jagaraga kembali muncul ke permukaan, bukan hanya dianggap peninggalan masa silam yang terkubur bersama mendiang mestronya. “Kendang itu pun punya saya pribadi,” katanya.
Namun, meski demikian, menurut Arya, berkat semangat Made Kranca dan seniman-senima tua yang terlibat, persiapan Sekaa Gong Jaya Kusuma untuk PKB 2024 sudah sembilan puluh sembilan persen.
Pada PKB tahun ini, Sekaa Gong Legendaris Jagaraga akan membawakan dua tabuh dan dua tari karya Gde Manik, yakni Tabuh Baratayuda, Tabuh Manik Amutus, Tari Trunajaya, dan Tari Palawakya. “Kami akan pentas tanggal 10 Juli nanti,” kata Arya.[T]
Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole